Sukses

Info

Ini Sanksi bagi Pelanggar UU PDP, Administratif hingga Pidananya

Fimela.com, Jakarta Beberapa waktu yang lalu dalam sidang paripurna, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) sebagai Undang-Undang (UU). Melalui pengesahan tersebut Menteri Komunikasi dan Informatika) Menkominfo, Johnny G. Plate mengatakan hal tersebut merupakan langkah awal dari perlindungan data pribadi

Dilansir dari liputan6.com UU PDP ini terdiri dari 16 Bab dan 76 Pasal yang mengatur hal-hal mendasar untuk melindungi data pribadi masyarakat Indonesia. Salah satu pokok yang diatur dalam UU ini adalah pengenaan sanksi. 

Dua jenis sanksi

Menkominfo mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis sanksi yang diberikan kepada pelanggar aturan UU PDP, yaitu sanksi administratif dan pidana. Sesuai dengan pasal 57 UU PDP, sanksi administratif yang diberikan berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan, atau pemusnahan data pribadi, serta denda administratif. 

"(Denda administratif) paling tinggi dua persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran," tutur Menkominfo dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kementerian Kominfo dikutip dari liputan6.com

Sementara untuk sanksi pidana sendiri, Menkominfo merujuk pada pasal 67 sampai dengan 73 UU PDP yang dapat dikenakan bagi orang perseorangan atau korporasi yang melakukan perbuatan terlarang. 

"(Sanksi) yang pertama pidana denda maksimal Rp 4 miliar hingga Rp 6 miliar dan pidana penjara maksimal 4 hingga 6 tahun," ungkap Johnny.

Lebih lanjut Johnny pun menjelaskan bahwa sanksi tersebut dikenakan kepada pengendali atau pemproses data pribadi yang melanggar ketentuan UU PDP, seperti tidak memproses data pridasi sesiao tujuannya dan tidak mencegah akses data secara tidak sah.

Sanksi lain

UU PDP melarang jelas pengumpulan data pribadi yang bukan milik individu sendiri untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Dengan mengungkapkan data pribadi milik orang lain atau memalsukan data pribadi untuk keuntungan dapat merugikan orang lain, sehingga sangat dilarang oleh UU PDP.

Tak hanya itu, Pasal 69 dalam UU PDP mengatur pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan atau harga kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana maupun pembayaran ganti kerugian.

"Dalam Pasal 70 UU PDP terdapat pengenaan pidana denda 10 kali lipat dari pidana asli beserta penjatuhan pidana tambahan tertentu lainnya jika tindak pidana dilakukan oleh korporasi," tutur Menkominfo dikutip dari liputan6.com

Menkominfo juga menuturkan bahwa tindakan memalsukan data pribadi dapat dipidana selama 6 tahun dan/atau denda sebesar Rp 60 miliar. Sementara, menjual atau membeli data pribadi dipidana 5 tahun atau denda sebesar Rp 50 miliar.

"Ketiga, pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan, pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi sampai dengan pembubaran korporasi," tutup Menkominfo

RUU PDP jadi pelindung data masyarakat

Satu hari sebelum disahkan, Ketua DPR RI, Puan Maharani memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) akan resmi disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (20/9/2022).

“Hasil rapat Badan Musyawarah (Bamus) dan rapat pimpinan (Rapim) DPR memutuskan membawa RUU PDP ke Rapat Paripurna besok (hari ini) untuk disahkan sebagai undang-undang,” kata Puan.

Melalui RUU PDP yang disahkan, Puan berharap kebijakan tersebut dapat melindungi masyarakat Indonesia dari segala bentuk penyalahgunaan data pribadi. Adapun pembicaraan tingkat II atau Pengambilan Keputusan atas RUU PDP akan digelar dalam Rapat Paripurna DPR ke-5 Masa Persidangan Tahun Sidang 2022-2023.

“Pengesahan RUU PDP akan menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia dalam melindungi data pribadi warga negaranya dari segala bentuk kejahatan di era digital sekarang ini,” tegasnya.

Sebelumnya, naskah final RUU PDP telah dibahas sejak tahun 2016 yang terdiri dari 317 Daftar Inventarisasi malah (DIM) dan menghasilkan 16 Bab serta 76 pasal. Kemudian, pada 2019 terdapat 72 pasal, serta bertambah 4 saat disahkan.

 

*Penulis: Angela Marici.

#Women for Women

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading