Sukses

Lifestyle

Kisah Pilu Pasutri Merawat Anak Penderita Autisme di Masa Pandemi

Fimela.com, Jakarta Saat itu adalah jam makan siang di hari Minggu, tanggal 5 Juli ketika polisi mengetuk pintu rumah pasutri Tanya Manning-Yarde. Polisi memberitahu Tanya bahwa tetangganya melaporkan tentang suara bising anak laki-lakinya.

Tanya memiliki seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dengan autisme dan keterlambatan bicara, yang sedang senang berlari dan melompat. Teriakan, lompatan, tarian, dan hentakannya tidak dapat diprediksi.

Tanya sudah meminta anaknya untuk berjalan seperti sedang di sekolah, ketika mereka sedang berada di apartemen. Mereka bahkan berlatih cara melompat dan cara turun dari trampolin dengan pelan menggunakan cara yang direkomendasikan oleh terapis okupasi sekolahnya.

Ketika polisi datang, Tanya membawa anaknya ke depan pintu dan mengatakan bahwa ia lah alasan di balik suara bising yang dilaporkan. Anak tersebut tetap diam dan tenang, namun anak Tanya yang berusia 8 tahun merasa putus asa dan menangis ketika melihat polisi.

"Sebelum Anda pergi, maukah Anda menyakinkan putra kami bahwa semuanya baik-baik saja? Dia benar-benar terguncang saat polisi mendatangi kami," minta Tanya.

Polisi tersebut kemudian menyakinkan anak Tanya dengan nada kebapakan, bahwa semua baik-baik saja. Tanya ingin memanusiakan anak dan keluarganya.

Tanya dan suami melakukan segala cara untuk memperkenalkan sang anak pada lingkungannya

Sebagai seorang ibu Afrika-Amerika, memanusiakan keluarganya kepada orang lain telah menjadi hal penting dalam pikiran Tanya, terutama ketika berinteraksi dengan polisi. Sejak anak laki-lakinya masih bayi dan mereka suka berjalan-jalan di taman setempat, ketika bertemu dengan petugas polisi, Tanya selalu memperkenalkan diri dan anaknya kepada petugas tersebut, dan sebaliknya.

Harapan Tanya adalah diakui sebagai bagian dari masyarakat mereka sebagai ibu dari anak-anaknya. Setelah polisi pergi dari apartemennya, Tanya duduk dengan rasa takut dan marah, mengetahui tetangganya menggunakan polisi untuk melawan keluarganya.

Hasilnya bisa saja berbeda jika Tanya tidak dilatih bagaimana menampilkan dirinya dan ia merasa beruntung bertemu dengan seorang polisi yang sopan, rendah hati, dan terlatih dengan baik.

Sehari setelah kunjungan polisi tersebut, anak Tanya yang berusia 7 tahun berteriak dengan cara yang belum pernah didengar sebelumnya. Tanya mengira ia berteriak untuk mengekspresikan rasa marah yang belum bisa diungkapkan dengan cara yang tepat.

Setelah kunjungan polisi tersebut, apartemen Tanya diwarnai dengan teriakan keras sang anak. Ketika Tanya dan suaminya melaporkan aktivitas baru sang anak kepada terapis okupasi dan guru pendukung autisme, mereka juga terkejut, karena biasanya anak tersebut ceria, patuh, dan penyayang.

Tanya dan suaminya berusaha keras untuk melakukan segala hal yang terbaik dalam hidup mereka. Mereka sama seperti keluarga lainnya.

Pandemi mengajarkan kita untuk hidup penuh toleransi dan kasih sayang

Tanya mengkhawatirkan bagaimana orang lain akan menginterpretasikan perilaku putranya di kemudian hari, ketika sang anak tidak sedang bersamanya. Pandemi membuat anaknya lebih rentan terhadap jenis kehidupan sehari-hari yang baru ini.

Klinik tempat sang anak menerima sesi analisis perilaku terapan, wicara, dan terapi okupasi gulung tikar, sekolah dan staf pendukungnya berkurang menjadi sangat sedikit. Bagi Tanya, ini adalah pelajaran tentang toleransi dan kemanusiaan, semua orang sedang berjuang secara emosional dan ekonomi menghadapi perubahan mendadak dalam gaya hidup.

Sampai ketika Tanya dan suaminya mengirim email kepada departemen kepolisian tentang keadaannya. Akhirnya, seorang petugas menyarankan mendaftarkan anaknya dalam daftar kebutuhan khusus, sehingga semua petugas mengetahui tentang kekurangan anak tersebut.

Suami Tanya bahkan melamar menjadi anggota dewan warga kota untuk membangun kesadaran tentang autisme. Tanya mengusahakan hal yang sama dengan menulis literatur anak-anak dengan anak-anak yang memiliki gangguan spektrum autisme sebagai tokoh utamanya.

Pandemi ini membuat semua orang menjadi lebih rentan, sehingga toleransi dan kasih sayang adalah kunci dalam berinteraksi dengan orang lain. Bagaimana menurutmu, Sahabat FIMELA?

#ChangeMaker

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading