Sukses

Lifestyle

Ulasan Buku Love for Imperfect Things

Fimela.com, Jakarta Saat sudah membahas perkara cinta, rasanya tidak akan ada habisnya. Cinta bisa menghadirkan kebahagiaan. Tapi tak jarang karena cinta, hati bisa porak-poranda tak karuan. Cinta bisa memunculkan kenyamanan, tapi kadang juga menghadirkan kecemasan. Sudah seberapa jauh kita memahami arti cinta? Serta yang tak kalah penting adalah sudah seberapa baik kita mencintai diri kita sendiri?

Kita semua pasti ingin hidup dengan penuh cinta. Hanya saja tak bisa kita pungkiri bahwa tak ada yang benar-benar sempurna di dunia ini, termasuk dalam perkara cinta. Meskipun begitu, kita selalu bisa mencari sisi baik dari cinta.

"Ada orang-orang yang mencintai kita apa adanya, dan ada pula orang-orang yang mencintai kita karena perbuatan kita. Cinta yang berasal dari orang-orang yang mencintai kita apa adanya tidak akan berubah, walaupun kita membuat kesalahan atau mengalami kegagalan. Orang-orang seperti itulah teman-teman dan keluarga sejati kita." (Love for Imperfect Things, hlm. 89)

Love for Imperfect Things ditulis oleh Haemin Sunim yang sebelumnya menulis buku yang sudah terjual tiga juta eksemplar berjudul Things You Can See Only When You Slow Down. Pada buku kali ini, penulis yang merupakan seorang guru agaram Buddha Zen dan merupakan penulis paling berpengaruh di Korea Selatan, mengumpulkan refleksi dirinya saat belajar melihat duni dan dirinya sendiri dengan lebih penuh kasih. Buku yang mengangkat tema cinta sebagai pembahasan utama ini ditulis berdasarkan inspirasi yang ia dapat dari orang-orang yang telah membagikan kisah hidup dan pertanyaan saat kuliah umum serta lewat media sosial. 

 

Mencintai Ketidaksempurnaan

Judul: Love for Imperfect Things

Penulis: Haemin Sunim

Penerjemah bahasa Inggris ke bahasa Indonesia: Daniel Santosa

Penyunting: Katrine Gabby Kusuma

Ilustrasi Sampul dan Isi: Lee EunkKyun

Sampul dan Isi Diolah Kembali oleh Teguh Tri Erdyan

Cetakan Pertama, September 2020

Penerbit POP, imprint Kepustakaan Populer Gramedia

Ketika kita sudah bisa mencintai diri sendiri, dunia akan mulai melihat bahwa kita memang layak untuk dicintai.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini, dan itu bukan alasan bagi kita untuk menghindari cinta-kepada dunia, kepada sesama manusia, bahkan kepada diri sendiri. Lewat buku ini, guru Buddhis Haemin Sunim membagikan kisah pribadi dan pengalaman selama bertahun-tahun membantu sesama untuk mengajarkan kita seni merawat diri. Ketika kita memperlakukan diri sendiri dengan penuh kasih sayang, empati, dan pengampunan, kita juga belajar memperlakukan orang lain dengan cara yang sama; membuat kita bisa menjalin hubungan yang lebih dalam dengan orang lain, bangkit dari keterpurukan, menghadapi rasa sakit dan sedih, mendengarkan dengan lebih seksama, mengekspresikan diri, dan memiliki keberanian untuk mengejar hal yang membahagiakan diri sehingga kita merasa lengkap.

Love for Imperfect Things menawarkan kenyamanan batin, dorongan semangat, dan kebijaksanaan sehingga kita bisa belajar mencintai diri kita, hidup kita, dan semua orang yang ada di dalamnya.

***

Buku ini terdiri dari delapan bab, antara lain Memelihara Diri, Keluarga, Empati, Hubungan, Keberanian, Penyembuhan, Pencerahan, dan Penerimaan. Memuat beberapa esai pendek yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi dan perenungan serta kalimat-kalimat bijak tentang cinta. Kita diajak untuk menyelami diri sendiri dan melihat makna cinta dari sejumlah sisi. Bahkan kita akan diajak untuk memahami emosi atau perasaan negatif seperti kekecewaan.

"Banyak dari kita yang pernah mengalami perpisahan dan perasaan yang saling berkaitan, seperti tertolak, kecewa, dan kesepian. Jika kita pernah merasakannya, doakan orang yang telah terpisah dari kita. Kirimkan energi positif dan harapan kepada mereka. Tidak membenci mereka merupakan balas dendam yang terbaik, satu-satunya balas dendam yang tidak akan meninggalkan bekas luka dalam hati kita." (Love for Imperfect Things, hlm. 107)

Dalam pengalaman atau perjalanan kita soal cinta, kadang kita merasa kecewa dan sakit hati. Bahkan mungkin merasakan dendam. Melalui buku ini, kita akan diingatkan kembali untuk perlahan-lahan memahami perasaan kita yang kemudian menggiring kita untuk bisa memulihkan diri. Tak perlu menolak perasaan kecewa atau sedih yang kita rasa. Justru kita perlu memeluk perasaan-perasaan itu dan menerimanya sebagai bagian dari kehidupan kita.

Memulihkan luka atau trauma masa lalu lewat praktik spiritual saja tidaklah mudah. Latihan fisik seperti memanjat gunung, berenang, atau yoga yang diiringi konseling psikologis akan lebih efektif daripada praktik spiritual saja. Jika kita langsung bermeditasi dengan luka psikologis yang belum sembuh, kenangan akan rasa sakit akan menahan kita untuk melangkah maju. (Love for Imperfect Things, hlm. 257)

Mencintai ketidaksempurnaan, apakah hal itu mungkin dan bisa dilakukan? Buku Love for Imperfect Things bisa menjadi salah satu buku yang dapat digunakan untuk mencari sejumlah sudut pandang baru soal cinta. Serta yang tak kalah penting adalah kita akan kembali diingatkan dan kembali didorong untuk mencintai diri sendiri terlepas dari semua ketidaksempurnaan yang kita punya.

#ChangeMaker

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading