Sukses

Lifestyle

Editor Says: Itu Teman Apa Duren? Kok Musiman?

Fimela.com, Jakarta Yak, sebelum ada penyesalan di hati Anda, saya mau mengakui sesuatu dulu. Kalau Anda baca paragraf ini berarti Anda sudah tertipu judul sok clickbait yang saya buat. Artikel ini nggak akan membahas teman yang musiman seperti duren. Tapi artikel ini akan membahas tentang...

Pertemanan yang bertumbuh bersama.

Orang-orang bilang, memang nggak semua yang ngaku-ngaku teman di sekeliling kita itu benar layak dijadikan teman. Ada yang kenal baik aja, ada yang sekadar kenalan’, ada juga yang cuma saling tahu karena memiliki common relatives. Tapi, ada juga memang teman yang nggak pernah pergi sejak hari pertama dia hadir dalam hidup kita. Teman yang kian hari kian menyatu dengan kehidupan kita, menjadi bagian dari diri kita.

Ilustrasi relationship. (Foto: unsplash.com/Sam Manns)

Teman yang seperti itu biasanya adalah teman yang tahu kita luar dalam, literally (karena kemungkinan besar, disengaja atau nggak disengaja, pasti kalian pernah mandi bareng, kan? Eh ya nggak, sih? Saya sih iya. #sebuahpengakuan).

Dia juga tahu busuk-busuknya kita, gimana kita nyumpahin orang-orang di luar sana yang bertindak menyebalkan menurut kita, gimana kita dendam sama seseorang yang merebut pacar-pacar kita, dan gimana sebenernya di balik itu semua, kita pernah menangisi suatu hal sejadi-jadinya. Ya, tangisan yang cuma kita tumpahkan di hadapan mereka.

Menyenangkan sekali punya satu teman yang selalu ada di setiap fase dalam hidup kita dan menjadi saksi perjalanan kita. Sayangnya, hidup nggak selalu bersikap demikian. Setidaknya untuk saya.

Memang teman itu harus seperti apa?

Ilustrasi relationship. (Foto: pexels.com)

Mungkin saya termasuk orang yang muluk-muluk dalam hal relationship, dengan pasangan maupun pertemanan. Saya percaya konsep setia, saya percaya kalau kita mencintai seseorang maka kita akan berusaha memberikan yang terbaik untuk orang itu. Saya bersedia memberi 100 jika yang ia butuhkan adalah 100, meski saya hanya punya 110. Tapi, saya anaknya suka minta pamrih.

Mohon maaf nih, bukannya apa-apa, tapi bagi saya relationship itu seharusnya terjalin mutual, dan sebagai #timAries tentu saja saya menganut prinsip totalitas; beri semua atau nggak sama sekali. Walau harus diakui, kadang prinsip itu bikin snewen sendiri, sih.

Ilustrasi relationship. (Foto: unsplash.com/Lucas Pimenta)

Nggak semua orang berprinsip yang sama, atau simply paham prinsip mutual dalam relationship—dalam konteks artikel ini; pertemanan. Saya dengan sadar memahami bahwa selama prinsip ini saya anut, maka saya akan kesulitan menemukan teman yang nggak musiman kayak duren.

Lho, kok kebahas durennya, Mb.

Well, saya juga sadar kalau kebahagiaan itu bergantung pada bagaimana kita membangunnya. Kalau saya terus mencari makna dalam pertemanan yang persis seperti idealisme saya sementara cara setiap orang memandang pertemanan itu berbeda, ya nggak akan ketemu bahagianya.

Ilustrasi relationship. (Foto: pexels.com)

Jadi nggak apa-apa kalau seumur hidup belum pernah bertemu teman baik yang sungguh baik bak Fahri dalam film Ayat-ayat Cinta 2 (yaeyalah, Fahri di AAC2 mah nggak manusiawi!), yang penting nggak lupa mensyukuri yang lainnya. Lagian kalau mau realistis, (sepertinya) kita semua punya teman baik, tapi ya si teman baik itu pun mungkin hidupnya nggak cuma untuk mengurusi pertemanan. Ada waktu-waktu di mana dia ingin menikmati hidupnya sendiri, sangat asyik dengan hidupnya sendiri, hingga nggak peduli dengan hingar bingar di luar dirinya.

Saya sih sudah nggak mau pusing sama begituan. Baik nggak harus ke teman, yang diakui teman pun nggak selalu baik. Bukan begitu, anduk good morning?

 

Cheers!

Fitri Andiani, Editor Bintang.com

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading