Sukses

Lifestyle

Hangatnya Cinta Ayahku Sebesar Cinta Ibu

Jika cinta seorang ibu diibaratkan seperti madu yang manis, maka cinta seorang ayah adalah segelas teh hangat yang menenangkan. Rasanya memang tak semanis madu, tetapi ada kenyamanan dan kehangatan di sana. Inilah kisahku tentang seorang ayah yang hebat.

Namaku Tia, sekarang usiaku 22 tahun. Ibu meninggal saat aku berusia 5 tahun karena mengalami pendarahan saat mengandung adikku. Kejadian itu memisahkan aku dengan ibu dan calon adikku selamanya. Otomatis, hanya ada aku dan ayah yang menjadi bagian dari keluarga kecil ini setelah kepergian ibu.

Aku melewati masa kecil yang membahagiakan bersama ayah. Sebagai orang tua tunggal, ayah mendapat bantuan dari seorang pengasuh sekaligus pembantu rumah tangga untuk menjagaku saat ayah bekerja. Sedangkan saat malam tiba, secapek apapun setelah pulang kerja, ayah selalu berada di sampingku untuk membacakan dongeng sebelum aku tidur.

Sebagai orang tua tunggal, ayah berusaha sangat keras untuk menjadi ayah sekaligus ibu bagiku. Ayah tidak keberatan membantuku mengerjakan PR, belajar mengaji atau bermain petak umpet di hari minggu. Aku masih ingat dengan pelukan hangat ayah saat aku menangis karena teman-teman selalu pulang sekolah dijemput ibu, sedangkan aku dijemput bibi (pengasuhku).

Saat aku kecil, aku memang iri dengan teman-temanku yang masih bisa memeluk ibu mereka. Aku berkali-kali bertanya pada ayah kenapa Tuhan mengambil ibu. Ayah bilang, karena Tuhan tahu apa yang terbaik untuk ibu, untuk ayah dan untukku.

"Tapi Tia kangen ibu," selalu begitu rengekanku pada ayah.

Jika sudah begitu, akan akan memeluk dan mengusap pelan punggungku. "Kan masih ada ayah yang sayang Tia," jawab ayah.

Dengan pelukan itu saja, aku sudah bisa tersenyum dan kembali merasakan pelukan ibu yang lama tidak kurasakan. Seperti ada sentuhan tangan ibu di sana, dalam pelukan ayahku. Karena itulah aku sangat menjaga ayah dalam versi pemikiran seorang anak kecil. Saat itu, aku tidak mau jika ayah menikah lagi. Aku tidak mau punya ibu tiri yang jahat seperti Cinderella atau ibu tiri kejam seperti kisah Bawang Merah dan Bawang Putih.

Entah karena ingin memenuhi permintaanku atau tidak, ayah tidak menikah untuk kedua kalinya. Aku tahu ayah sangat mencintai mendiang ibu. Sering aku melihat ayah menatap foto pernikahan mereka yang terpajang di ruang keluarga. Ayah tidak pernah mengatakan apapun, tetapi dari tatapan mata dan lengkung senyumnya, aku tahu ayah selalu merindukan ibu.

Lanjutan kisah ini dapat Anda baca di Hangatnya Cinta Ayahku Sebesar Cinta Ibu II.

(vem/yel)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading