Sukses

Lifestyle

Senyuman Ibu, Pelita Hidupku

Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita di balik setiap senyuman, terutama senyuman seorang ibu. Dalam hidup, kita pasti punya cerita yang berkesan tentang ibu kita tercinta. Bagi yang saat ini sudah menjadi ibu, kita pun punya pengalaman tersendiri terkait senyuman yang kita berikan untuk orang-orang tersayang kita. Menceritakan sosok ibu selalu menghadirkan sesuatu yang istimewa di hati kita bersama. Seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba Cerita Senyum Ibu berikut ini.

***

Oleh: Dinar Queentina N. A. R.

Manusia tidak pernah bisa memilih terlahir dari rahim siapa dan memilih akan hidup dengan keluarga seperti apa di masa depan. Tapi, manusia patut bersyukur karena sudah dilahirkan dari seseorang yang luar biasa, dan kita semua bisa sebut dengan panggilan “Ibu” kelak ketika kita sudah beranjak menjadi anak-remaja-hingga dewasa. Tahun 1981, 1986, dan 1998 seorang ibu melahirkan anak-anak perempuan mungil yang kini sudah beranjak terus tumbuh menjadi perempuan dewasa. Seluruh pengorbanan dalam cerita pribadi kehidupannya selalu menjadi referensi baik untuk kami ketiga putrinya.

Aku kini sudah beranjak dewasa dan menjajaki umurku yang sudah 22 tahun. Kedua kakakku sudah beranjak menua juga, bahkan seseorang yang kusebut ‘ibu’ saat ini juga semakin menua, bahkan bisa disebut beranjak sepuh. Aku adalah perempuan dari tiga bersaudara yang berbeda jarak tiga belas tahun dengan kedua kakakku. Ya tepat, aku adalah anak bungsu.

Mungkin aku paling disayangi ibu dan harapan terakhir ibu adalah aku. Kehidupan keluargaku terus berjalan, dan ibu adalah orang kepercayaan kami dalam keluarga hingga saat ini. Setiap cobaan pasti akan Tuhan hadirkan dalam perjalanan hidup seseorang. Dan mungkin kedua orangtuaku, terutama ibu sudah pernah mengarungi pahitnya kehidupan. Dan banyak sekali cerita-cerita yang aku dengarkan dari kedua orangtuaku, walaupun ibu tidak dominan menceritakan kehidupan masa lalunya, tapi ayah kami selalu membuat kami paham arti kehidupan.

Kedua kakakku adalah perempuan yang sangat menyayangi keluarga. Dan aku adalah harapan terakhir kedua orangtua agar terus menjaga mereka. Mengapa? Karena kita tidak pernah akan tahu kejadian apa yang akan Tuhan turunkan, dan melalui siapa Tuhan menurunkan suatu kejadian.

Tahun 2016 lalu aku memutuskan untuk merantau ke kota Salatiga, dan tahun 2020 tepat aku berhenti merantau, aku pulang ke rumah di tengah kota metropolitan, Jakarta. Keluargaku senang luar biasa, anak bungsunya lulus dan menjadi sarjana. Ibu, aku tahu pasti sangat bangga terlihat dari senyumnya yang merekah. Saat ini, aku sudah bisa disebut menjadi orang yang berguna, cita-citaku terkabul satu per satu, dan aku memahami bahwa itu sebagaian adalah doa dari ibu.

Aku tidak pernah meneteskan air mata depan orang tua, namun aku sedang dalam proses mewujudkan kebahagiaan kedua orangtua yang aku cintai, terutama ibu. “Saat ini aku belum bisa membalas, tapi saat aku masih diberikan napas maka aku harus bekerja dua kali lipat lebih cerdas untuk membentuk kebahagiaan keluarga," pikirku selalu dalam hati.

Menjelang tahun baru 2021, keluargaku diuji oleh Tuhan dengan memberikan cobaan berupa covid-19. Aku tidak pernah masalah jika merasakan, bahkan kakakku ikhlas jika dirinya juga harus merasakan. Tapi pada saat itu yang diserang adalah kedua orang tua kami, ibu dan ayah kami.  

Seluruh keluargaku sedih luar biasa pada saat itu, dan ibuku adalah orang pertama yang terpuruk karena kekasih hatinya terbaring lemah di rumah sakit karena menderita covid-19. Senyum ibu yang biasanya selalu terukir dari bibirnya pun hilang. Aku, kedua kakakku hingga seluruh keluarga terus mendukung kedua orang tua kami, dan keadaan tersedih kami saat kami bicara pada ibu kami.

“Mah makan dulu, terus minum obat. Keadaan ayah sudah baik-baik saja, ia sudah ditangani oleh dokter," kata kakakku.

Dan hingga setiap hari bahkan ibu kami hanya menjawab, “Iya nanti juga makan."

Membuat Ibu Kembali Tersenyum

Tingkat kesedihanku mulai memuncak pada saat mendengar jawab itu, dan kami ketiga anaknya selalu membujuk ibu kami tercinta agar mendegarkan kata-kata dari kami ketiga anaknya. Setia hari bahkan sering terucap kata, “Mah makan, minum vitamin biar sehat. Penyakit itu obatnya adalah semangat," kataku dan kakakku.

Hingga tiba waktunya, dan aku sadar tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu. Mungkin aku tidak pernah bisa berucap seromantis kebanyakan anak pada ibu mereka, tapi aku berusaha untuk bisa membuatnya agar terus bahagia dan semangat. Karena belakangan ini ibu kami sering sekali lupa, aku adalah anak bungsu satu-satunya yang dapat menemani ketika ibu keluar rumah dan pergi untuk menyelesaikan segala tugasnya.

Dan jika boleh aku berucap pada Hari Ibu, rasanya ingin sekali aku mengeluarkan suara dari batinku terdalam. “Selamat Hari Ibu, mah, terima kasih atas segala pengorbanan yang sudah dilakukan selama 22 tahun aku bernapas di bumi. Sehat selalu dan kuat selalu dalam menjalani kehidupan, aku pasti membuktikan segala hasil kerja kerasku kepada keluarga. Dan tanpa doa mama aku tidak akan mungkin meraih segala yang aku punya saat ini," dalam batin aku berucap sendiri.

Pada malam 31 Desember 2020 ayah kami kembali pulang ke rumah, dan rinduku terbalaskan. Aku sudah melihat kembali semangat hidup dan senyum merekah dari ibuku. Dan kami ketiga anaknya selalu bersyukur karena Tuhan telah mengabulkan segala doa yang telah kami lantunkan dalam setiap sujud.

“Mah, mulai sekarang makan, minum vitamin. Ayah sudah pulang, nggak usah ngambek-ngambek lagi, denger kata anak-anaknya. Kita semua mau yang terbaik untuk keluarga,” ucap kakakku.

“Iya," jawab ibu ku dengan tersenyum.

“Nah begitu dong mah, semangat,” ucap kakakku.

Pada malam pergantian tahun ini, kami bahagia, terutama mungkin ibuku. Ia bersyukur dan bahagia merasakan berkumpul lengkap sanak dan keluarga tercinta. Melihatnya tersenyum bahagia adalah sebuah momen yang berharga untukku.

Dan saat ini, ibuku mulai mendengarkan seluruh kata-kata anaknya, dan kehidupan kami berubah total setelah mengalami covid-19. Bahkan aku lebih senang menghabiskan waktuku untuk membahagiakan orang tua tercinta, dan membuat ibuku terus bangga dan tersenyum bahagia. Karena aku percaya rida Allah adalah rida orang tua dan surga ada di telapak kaki ibu. Di tahun ini, aku sedang menggapai segala rida dan pembuktian atas ketetapan-Nya. Demi terciptanya senyum ibuku, semua akan kulakukan.

#ElevateWomen

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading