Review Buku The Body Keeps the Score: Otak, Pikiran, dan Tubuh dalam Pemulihan Trauma

Judul: The Body Keeps the Score: Otak, Pikiran, dan Tubuh dalam Pemulihan Trauma

Penulis: Bessel A. van der Kolk, M.D

Penerjemah: Aninta Mamoedi

Editor: Paulina Dewanti

Penyelaras bahasa: Rena Widyawinata

Penerbit: PT Elex Media Komputindo

***

Buku The Body Keeps the Score karya Bessel van der Kolk adalah karya yang mengubah cara kita memahami luka batin. Ia tidak hanya menghadirkan teori psikologi, tetapi membuka pintu kesadaran baru tentang bagaimana tubuh, pikiran, dan jiwa menyimpan jejak pengalaman hidup yang berat.

Van der Kolk menunjukkan bahwa trauma bukan sekadar kenangan pahit yang tersimpan di kepala, melainkan juga hidup di tubuh, memengaruhi respons, perilaku, bahkan cara seseorang memandang dunia. Dan di balik penjelasan ilmiah itu, terselip harapan besar bahwa penyembuhan tetap bisa didapatkan walaupun mungkin prosesnya tidak selalu mudah.

Kita diajak memahami bahwa tubuh mengingat lebih banyak daripada yang kita kira. Ketika seseorang mengalami pengalaman traumatis, sistem alarm di otaknya menjadi terlalu waspada, tubuhnya mudah tegang, dan respons emosinya membesar. Banyak orang menyebutnya “sensitif”, “overthinking”, atau “mudah panik”, padahal yang terjadi jauh lebih kompleks.

Tubuh bekerja seperti penjaga yang terus siaga karena pernah merasa terancam. Penjelasan ini membuat kita lebih lembut pada diri sendiri atau kepada orang lain, yang mungkin bereaksi berlebihan tanpa mengetahui sebabnya. Ada proses biologis yang sedang bekerja, dan itu bukan kesalahan siapa pun.

Yang menarik, van der Kolk menegaskan bahwa kata-kata saja tidak selalu mampu menyembuhkan. Banyak penyintas trauma yang sudah mengulang cerita mereka berkali-kali, tetapi tetap merasa tersangkut di tempat yang sama. Buku ini menjelaskan alasannya: trauma membuat seseorang kehilangan hubungan dengan tubuhnya.

Para penyintas bisa saja merasa mati rasa, terputus, atau bahkan terserang kecemasan tanpa alasan jelas. Karena itu, penyembuhan harus melibatkan tubuh, bukan hanya pikiran. Buku ini membuka ruang baru untuk melihat pemulihan secara lebih menyeluruh dengan tambahan wawasan dan perspektif yang lebih luas.

Melalui contoh nyata dan penelitian panjang, van der Kolk menunjukkan bagaimana latihan seperti yoga, meditasi, pernapasan, serta berbagai terapi somatik mampu membantu tubuh menurunkan ketegangan dan membangun kembali kemampuan untuk merasa aman.

Ketika tubuh belajar menenangkan diri, pikiran pun menjadi lebih jernih. Kita sebagai pembaca akan melihat bagaimana praktik sederhana seperti menyadari napas dapat menjadi titik awal perjalanan besar menuju kestabilan emosional. Konsep ini memberi kekuatan tersendiri bagi Sahabat Fimela yang sedang mempelajari mindfulness atau mencari cara untuk kembali terhubung dengan diri sendiri.

Buku ini juga menyoroti pentingnya hubungan yang aman. Banyak orang membawa luka dari masa lalu yang berasal dari hubungan dengan orang terdekat, yang juga mampu menyembuhkan sering kali justru hubungan baru yang lebih sehat.

Kehadiran seseorang yang mendengarkan tanpa menghakimi, memberi ruang aman, atau sekadar hadir secara emosional dapat membantu otak membangun makna baru tentang kepercayaan. Kita kembali diingatkan bahwa manusia tidak diciptakan untuk menghadapi trauma sendirian saja. Kita butuh satu sama lain, dan hubungan yang tulus bisa menjadi salah satu bentuk pengobatan paling kuat.

Melalui buku ini, van der Kolk memperkenalkan pendekatan terapi modern yang terbukti efektif, seperti EMDR, drama therapy, seni, hingga neurofeedback. Setiap metode memiliki cara unik untuk mengajak otak memproses ulang pengalaman traumatis.

Satu lagi yang membuat buku ini menarik adalah cara van der Kolk menjelaskan metode tersebut dengan bahasa yang mudah dimengerti, sehingga pembaca yang belum pernah bersentuhan dengan dunia psikologi pun bisa mengikuti logikanya.

Kita dapat melihat bahwa penyembuhan tidak harus satu arah. Kita selalu memiliki pilihan, dan setiap orang berhak menemukan metode yang paling sesuai dengan dirinya.

Di tengah semua penjelasan ilmiah dan kisah pasien yang menggetarkan hati, pesan inti buku ini sangat kuat: trauma bukanlah takdir. Otak manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi, belajar ulang, dan membangun kembali struktur yang lebih sehat.

Bahkan luka paling dalam sekalipun tetap dapat dipulihkan ketika tubuh, pikiran, dan emosi diberi ruang untuk bekerja bersama.

Untuk Sahabat Fimela yang ingin memahami diri lebih dalam, belajar melihat tubuh sebagai sahabat, atau sedang menapaki perjalanan self-healing, The Body Keeps the Score bisa menjadi salah satu bacaan yang membuka wawasan sekaligus menguatkan hati.

Buku ini juga sangat relevan bagi orangtua, pasangan, pendidik, pekerja sosial, atau siapa pun yang ingin menghadirkan ruang aman bagi orang terdekatnya.

Ada banyak pelajaran yang mencerahkan, membuka wawasan, sekaligus memicu rasa ingin tahu tentang bagaimana sebenarnya tubuh bekerja saat mencoba bertahan.

Buku ini bukan hanya tentang trauma, tetapi tentang harapan, yang mengajak kita lebih peka pada bisikan tubuh, lebih lembut pada diri sendiri, dan lebih sabar menapaki perjalanan penyembuhan.

Bagi siapa pun yang sedang berusaha menemukan kembali keseimbangan hidup, buku ini dapat menjadi teman yang memberi pelukan dan penyemangat untuk mengambil langkah pertama dalam proses pemulihan atau penyembuhan diri.