Sukses

Parenting

Inilah 5 Dampak Ketika Anak Terlalu Sering Bermain Game

Fimela.com, Jakarta Bermain game menjadi kegiatan yang menyenangkan dan sangat di gandrungi anak-anak. Apalagi saat ini sangat banyak pilihan game yang bisa dimainkan, online maupun offline. Coba ingat kembali dua tahun belakangan ketika anak terhalang melakukan aktivitas diluar rumah dan bermain bersama temannya, dan waktunya sekarang banyak diarahkan untuk bermain game. Apakah ini hal baik?

Bermain game telah menjadi kesenangan semua orang tanpa memandang umur sejak tahun 1980-an. Anak-anak banyak menghabiskan waktunya untuk bermain video game walaupun anjuran bermain yang cukup adalah dua jam sehari. Meski ada games dengan konten mendidik, game dengan tema negatif lebih banyak populer dan disukai.

Memfasilitasi anak dengan game memang hal yang membuat mereka senang. Namun memfasilitasi tanpa mengajarkan berapa lama game sebaiknya dilakukan adalah bukanlah hal yang bijak. Apalagi tidak memperhatikan game apa yang mereka mainkan. Dan bermain game secara berlebihan akan memberikan dampak buruk bagi anak.

Kapan Anak Bisa Dikatakan Berlebihan Main Game?

Bermain game mampu mengembangkan kemampuan motorik anak, cepat tanggap, bahkan nilai akademiknya. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa terlalu banyak bermain game berhubungan dengan masalah sosial dan perilaku anak.

Peningkatan keterampilan yang berkaitan dengan game pada anak 7 hingga 8 tahun hanya berlangsung sekitar maksimal 8 jam seminggu. Dan bagi anak yang bermain 9 jam bahkan lebih cenderung memiliki masalah sosial dan perilaku. Pada dasarnya bermain game bukanlah hal yang baik ataupun buruk. Tetapi tingkat penggunaan dan memainkannya lah yang membuatnya bisa baik dan buruk. Apa saja dampak ketika anak terlalu banyak bermain game?

 

Apa dampak Ketika Anak Berlebihan Main Game?

Masalah Kesehatan

Terlalu banyak menghabiskan waktu di depan layar untuk bermain game dari pada melakukan aktivitas fisik seperti olah raga dapat mengganggu kesehatan anak. Akibat terlalu banyak diam di depan layar mungkinkan anak mengalami obesitas, masalah persendian, melemahkan otot, hingga membuat kesehatan mata menurun. Tidak hanya itu, potensi kognitif anak yang sangat penting untuk perkembangan kecerdasannya juga bisa terhambat. Perkembangan kognitif anak dapat terpengaruh apabila anak tidak  bersosialisasi di dunia nyata.

Prestasi Akademik Menurun

Games sangat menyenangkan hingga kontras dengan kehidupan sekolah yang biasa saja. Sehingga mereka memiliki isu dengan menyusun prioritas mereka. Anak akan memilih bermain game dari pada menyelesaikan pekerjaan rumah terlebih dahulu, sehingga mendorong mereka untuk tidak terlalu memperhatikan pelajaran di sekolah. Apabila menjadi kebiasaan, hal ini bisa mempengaruhi kecerdasan emosional anak.

Meniru Perilaku Tidak baik

Banyak sekali di luar sana game game populer yang berunsur kekerasan berlebihan dan digandrungi anak-anak. Mulai dari kata-kata kotor, rasisme, seksualitas, dan banyak hal lain yang tidak pantas dicerna anak-anak.  Karena anak-anak belum mampu memutuskan mana hal baik dan yang buruk dengan baik, mereka mungkin akan meniru apa yang mereka lihat dan mainkan, bahkan berpikir itu hal yang keren.

Terputus Secara Sosial

Game-game yang memungkinkan multi-player dan anak tetap berkomunikasi dengan teman-temannya. Meski begitu anak tetap bermain di depan layar sendirian di kamarnya. Hal ini dapat membatasi keterampilan interpersonal anak dalam kehidupan nyata.

Anak pun akan lebih memilih sendiri dan berinteraksi secara digital daripada bertemu langsung dengan teman-temannya. Akibatnya, mereka akan mengalami penurunan kemampuan untuk membangun percakapan, mudah merasa bosan, dan merasa tidak cocok di perkumpulan anak sebayanya. Hal ini akan berujung pada gangguan kecemasan, depresi, dan stres.

Perilaku yang kasar dan Agresif

Game berunsur kekerasan dengan kepuasan instan yang diperoleh darinya menyebabkan anak cenderung tidak sabaran dan agresif dalam berperilaku. Mereka mungkin menganggap beradu fisik dengan saudara mereka sebagai candaan dan sulit merasa bersalah. Ketika apa yang mereka rencanakan tidak berjalan baik atau hidupnya dibatasi mereka mungkin akan bereaksi agresif atau mungkin menyembunyikan pikiran agresif tersebut, hingga dapat bermanifestasi menjadi perilaku yang bermasalah.

Penulis: Tasya Fadila

#Women for Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading