Sukses

Parenting

Stop Paksa Anak Untuk Berfoto, Ini Dampak Negatifnya Jika Terus Dilakukan

Fimela.com, Jakarta Di zaman serba digital ini, mengabadikan momen anak lewat foto dan video sudah menjadi hal yang sangat biasa. Dari momen makan pertama, ekspresi lucu saat bangun tidur, sampai tingkah iseng mereka—semuanya terasa disayangkan jika tidak diabadikan. Tak jarang, orangtua ingin membagikan momen-momen itu ke media sosial sebagai bentuk kebanggaan atau sekadar menyimpan kenangan manis.

Namun tanpa sadar, kebiasaan ini bisa berubah jadi tekanan untuk anak. Demi mendapatkan hasil foto yang bagus, orangtua sering kali memaksa anak untuk tersenyum, bergaya, bahkan mengulang-ulang adegan yang sama. Padahal, belum tentu anak nyaman atau mau melakukannya. Terlebih jika mereka sedang lelah, malu, atau sekadar not in the mood for photos. Momen berharga seharusnya terasa hangat dan menyenangkan—bukan jadi momen penuh drama karena si kecil yang sulit diajak difoto. 

Kalau terlalu sering dipaksa, dampaknya bisa serius, lho, sahabat Fimela! Hal ini bisa berpengaruh ke psikologis anak, privasinya, bahkan hubungan mereka dengan orangtuanya. Dikutip dari berbagai sumber termasuk fsstoppers.com, berikut adalah dampak negatif jika orangtua terus-terusan memaksa anak untuk berfoto.

1. Mengabaikan Hak dan Perasaan Anak

Memaksa anak untuk berpose atau tersenyum demi hasil foto yang "bagus" bisa membuat anak merasa tidak dihargai. Meskipun anak belum bisa bicara atau menolak secara langsung, ekspresi mereka bisa jadi tanda bahwa mereka tidak nyaman. Banyak fotografer profesional anak yang menyarankan agar pemotretan dilakukan dengan cara yang lebih santai dan tanpa tekanan. Foto yang diambil dengan cara natural justru biasanya lebih bermakna. Sebaliknya, foto yang dihasilkan dari paksaan sering kali terlihat kaku dan justru membuat momen menjadi kurang menyenangkan. 

2. Risiko Gangguan Privasi dan Keamanan Anak

Setelah foto diunggah ke media sosial, kita tidak bisa lagi sepenuhnya mengontrol ke mana foto itu akan tersebar. Terlebih jika dalam foto itu ada informasi sensitif seperti seragam sekolah, lokasi rumah, atau kegiatan harian anak. Anak belum bisa benar-benar paham atau menyetujui soal privasinya di internet. Itu sebabnya, sebagai orangtua, kita punya tanggung jawab besar untuk melindungi mereka, karena bisa saja foto yang kita anggap lucu justru disalahgunakan seseorang yang tidak bertanggung jawab.

3. Rasa Tidak Nyaman dan Kehilangan Kendali Diri

Anak yang terlalu sering diarahkan atau dipaksa berfoto bisa merasa dirinya tidak memiliki kendali atas tubuh dan ruang pribadinya. Mungkin mereka nurut saja karena belum bisa bilang “tidak”, tapi diam-diam merasa tertekan. Kalau hal ini terjadi terus-menerus, anak bisa tumbuh dengan rasa percaya diri yang rendah. Mereka mungkin merasa bahwa perasaannya tidak penting, atau bahwa mereka harus selalu tampil "bagus" demi orang lain.

4. Potensi Stigma dan Pelecehan

Terkadang, orangtua mengunggah foto anak yang menurut mereka lucu, padahal bisa terasa memalukan bagi si kecil—entah sekarang atau nanti saat mereka dewasa. Contohnya, foto saat anak sedang menangis, mandi, atau dalam situasi pribadi lainnya. Perlu diingat bahwa foto di internet bisa bertahan selamanya, dan bisa membuat seseorang menyalahgunakan foto tersebut untuk hal-hal yang tidak pantas. Hal ini bisa menimbulkan trauma bagi anak, terutama ketika mereka sadar bahwa momen pribadinya tersebar tanpa izin.

5. Menumbuhkan Rasa Trust Issues Kepada Orangtua

Kalau anak merasa perasaannya sering diabaikan demi konten, lama kelamaan bisa muncul rasa tidak percaya pada orangtua. Mereka mungkin jadi enggan mengekspresikan diri, takut difoto diam-diam, atau merasa tidak aman saat berada di sekitar kamera. Padahal, kepercayaan anak ke orangtua adalah pondasi penting dalam hubungan yang sehat.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading