Whispering Parenting: Cara Efektif Berkomunikasi dengan Anak Tanpa Nada Tinggi

Sesuai dengan namanya, whispering parenting merupakan salah satu metode komunikasi yang dilakukan dengan suara pelan atau bahkan berbisik—terutama ketika menghadapi anak yang sedang penuh emosi atau sulit diajak kerja sama. Alih-alih memarahi atau membentak, metode ini justru mengajarkan orangtua untuk menurunkan nada suara mereka dalam menghadapi anak yang sedang dalam mode tantrum. 

Metode ini cukup efektif untuk dilakukan karena perubahan suara yang tiba-tiba memelan dan melembut bisa mengalihkan perhatian anak untuk membuatnya penasaran, dan akhirnya ikut menurunkan volume suaranya. Dalam menghadapi anak yang sedang dipenuhi emosi, suara yang pelan dan lembut bisa menjadi penyeimbang yang kuat.

Whispering parenting memang bukan solusi instan, karena ada kalanya anak tetap melanjutkan tantrum meskipun orangtua sudah berusaha berbicara dengan suara lembut. Namun, dengan konsistensi dan kesabaran, metode ini akan semakin efektif seiring waktu.

Saat anak sudah mulai memahami bahwa suara pelan adalah sinyal untuk menenangkan diri, orangtua bisa menggunakan frasa sederhana seperti, “Sekarang waktunya bicara pelan, ya,” sebagai pengingat. Anak pun akan terbiasa dan mulai merespons dengan cara yang lebih positif.

Metode whispering parenting dapat diterapkan dalam berbagai situasi sehari-hari—terutama saat anak mulai rewel karena tidak mendapatkan camilan yang diinginkan, tantrum karena mainannya disita, atau marah karena enggan tidur. Dalam situasi seperti ini, daripada terjebak dalam adu suara, orangtua justru disarankan untuk mengubah pendekatan dengan menurunkan nada suara secara signifikan—bahkan hingga berbicara dalam bisikan.

Respons anak terhadap pendekatan ini sering kali mengejutkan, bukan karena merasa takut, melainkan karena timbul rasa ingin tahu. Anak biasanya akan terdiam sejenak dan bertanya-tanya, “Kenapa Mama atau Papa berbicara pelan?” Inilah momen yang bisa dimanfaatkan untuk membangun komunikasi yang lebih tenang, terarah, dan penuh kendali.

1. Tentukan Waktu yang Tepat (Breakpoint)

Saat anak mulai marah atau berteriak, cobalah untuk tidak langsung memberikan reaksi yang juga penuh emosi. Sebaliknya, ambil napas dalam-dalam dan mulai berbicara dengan suara pelan. Kejutan kecil ini akan membuat anak menoleh dan memperhatikan, karena situasinya tidak sesuai ekspektasi mereka.

2. Ajak Anak Berkomunikasi dalam Suara Pelan (Joining In)

Setelah suasana mulai lebih tenang, ajak anak untuk ikut berbicara dalam nada suara yang sama. Orangtua bisa menjadikannya seperti, “Yuk kita bicara pakai suara pelan, siapa yang paling lembut dia menang.” Pendekatan seperti ini membuat anak merasa tenang dan lebih bersedia untuk mendengarkan.

3. Cari Solusi Bersama (Agreement)

Ketika komunikasi sudah berjalan, saatnya mencari solusi yang saling menguntungkan. Misalnya, jika anak meminta sesuatu yang tidak dapat dikabulkan sepenuhnya, cobalah menawarkan alternatif dengan suara yang (tetap) pelan. Dengan begitu, suasana akan tetap kondusif dan anak merasa keinginannya tetap dipertimbangkan.

Metode parenting ini mengajarkan anak bahwa setiap masalah dapat diselesaikan tanpa harus melibatkan suara tinggi atau pertengkaran. Dengan konsistensi penerapan, anak akan belajar mengelola emosinya dengan lebih bijak, serta memahami bahwa mereka bisa didengar tanpa harus bersikap agresif. Metode ini juga membantu membangun rasa aman dan kepercayaan antara anak dan orang tua, yang merupakan fondasi penting dalam hubungan keluarga. 

Di samping itu, komunikasi yang lebih tenang juga dapat mengurangi potensi konflik berkepanjangan dan menciptakan suasana rumah yang lebih damai. Pada akhirnya, metode ini akan menjadi bekal penting dalam membentuk perkembangan sosial dan emosional anak di masa mendatang.

Semoga informasi di atas bermanfaat ya, sahabat Fimela! Jadi, tertarik untuk menerapkan whispering parenting saat anak sedang dalam mode tantrum?