Bukan Sekadar Hak Asuh! Mengenal Makna Co-Parenting untuk Kesejahteraan Anak Optimal

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, pernahkah Anda mendengar istilah co-parenting? Konsep ini menjadi semakin relevan di tengah dinamika keluarga modern saat ini. Ini adalah pendekatan pengasuhan kolaboratif yang dilakukan orang tua yang tidak lagi bersama dalam hubungan romantis.

Tujuan utamanya adalah memastikan kesejahteraan serta tumbuh kembang anak tetap optimal. Kedua orang tua tetap terlibat aktif dalam membesarkan buah hati. Ini berlaku bahkan setelah perceraian atau perpisahan.

Melalui co-parenting, anak-anak tetap merasakan kasih sayang dan dukungan penuh dari kedua belah pihak. Pola asuh ini menekankan tanggung jawab bersama. Hal ini demi menciptakan lingkungan stabil bagi mereka.

Co-parenting adalah sebuah konsep pengasuhan di mana kedua orang tua bekerja sama dan berbagi tanggung jawab. Mereka membesarkan anak-anak mereka meskipun tidak lagi menjalin hubungan romantis atau pernikahan. Wikipedia menjelaskan, "Co-parenting involves parents who together take on the socialization, care, and upbringing of children for whom they share equal responsibility. The co-parent relationship differs from an intimate relationship between adults in that it focuses solely on the child."

Co-parenting berbeda dengan hak asuh bersama (joint custody). Hak asuh bersama adalah pengaturan hukum, sementara co-parenting adalah pendekatan kolaboratif dalam pengasuhan. Verywell Mind menyatakan, "Co-parenting is a collaborative approach to parenting; whereas, joint custody is a legal arrangement wherein both parents share custody and responsibility of the child." Orang tua bisa memiliki hak asuh bersama tanpa melakukan co-parenting yang efektif, dan sebaliknya.

Hubungan co-parenting berpusat sepenuhnya pada kebutuhan dan kepentingan anak. Fokusnya bukan pada hubungan pribadi atau konflik antara orang tua. Kedua orang tua berbagi tugas dan tanggung jawab dalam pengasuhan. Ini termasuk dalam hal pendidikan, kesehatan, kesejahteraan umum, dan pengambilan keputusan penting terkait anak.

Meskipun awalnya sering dikaitkan dengan pengaturan pasca-perceraian, istilah co-parenting kini juga meluas. Ini mencakup orang tua yang tidak pernah menikah atau bahkan figur orang tua lain seperti kakek-nenek. Anggota keluarga dekat yang berperan sebagai pengasuh juga termasuk dalam cakupan ini.

Menerapkan co-parenting yang efektif membawa banyak manfaat, terutama bagi anak-anak. Anak-anak merasa lebih aman dan stabil karena tetap mendapatkan kasih sayang serta dukungan dari kedua orang tua, meskipun orang tua tidak lagi bersama. KlikDokter menyebutkan, "Anak merasa lebih aman karena tetap dicintai oleh kedua orang tuanya."

Pola asuh ini dapat menurunkan tingkat stres dan kecemasan pada anak yang diakibatkan oleh perpisahan orang tua. Klinik Pintar menjelaskan, "Manfaat dari pola asuh co-parenting adalah menurunkan tingkat stres dan kecemasan pada anak. Kejiwaan anak lebih stabil dan mengurangi konflik orang tua pasca perpisahan." Anak-anak cenderung memiliki kesehatan mental dan emosional yang lebih baik. Mereka juga memiliki kemampuan adaptasi yang lebih tinggi. Verywell Mind menambahkan, "Modeling a cooperative mutually respectful relationship for them can help improve their long-term development."

Anak-anak yang diasuh dengan co-parenting yang baik cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi. Mereka masih memiliki panutan dari kedua orang tua dalam menyelesaikan konflik dan bekerja sama. Hal ini penting untuk perkembangan sosial mereka. ANTARA News menyatakan, "Melalui co-parenting, anak dapat belajar dari teladan kedua orang tuanya dalam menyelesaikan konflik atau tantangan secara dewasa. Mereka akan menyaksikan langsung bagaimana cara berdiskusi dan bekerja sama, bahkan dalam situasi yang sulit."

Meskipun orang tua tidak lagi bersama, co-parenting yang baik memastikan adanya konsistensi dalam aturan dan rutinitas. Hal ini penting bagi anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang diasuh bersama seringkali memiliki prestasi akademis yang lebih baik. Mereka juga memiliki hubungan sosial yang lebih sehat.

Meskipun ideal, co-parenting tidak selalu mudah dan seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan. Konflik yang belum terselesaikan dari hubungan sebelumnya dapat menghambat komunikasi yang efektif antara orang tua. Fairway Divorce Solutions menyebutkan, "Communication was probably a pressure point during your marriage. Unfortunately, those patterns don't magically disappear after divorce."

Perbedaan dalam aturan, disiplin, dan nilai-nilai pengasuhan dapat membingungkan anak. Hal ini juga dapat menciptakan inkonsistensi. Verywell Mind menjelaskan, "Parallel co-parenting means both sets of parents operate independently, with little communication, engagement, cooperation, or conflict with each other. Their household routines and parenting rules are often different from each other, which can lead to a lack of consistency in the child's life." Interaksi dengan mantan pasangan dapat memicu emosi negatif seperti kemarahan atau kebencian yang belum terselesaikan.

Mengkoordinasikan jadwal kunjungan, kegiatan sekolah, dan acara lainnya bisa menjadi rumit. Memperkenalkan pasangan baru dapat menjadi tantangan. Hal ini memerlukan komunikasi yang hati-hati dengan mantan pasangan dan anak. Perselisihan mengenai dukungan keuangan dan pembagian biaya anak juga sering terjadi.

Untuk mengatasi tantangan dan mencapai co-parenting yang sukses, beberapa strategi penting dapat diterapkan. Prinsip utama adalah selalu menempatkan kepentingan dan kesejahteraan anak di atas perasaan pribadi atau konflik masa lalu. Klinik Pintar menegaskan, "Prinsip utama yang digunakan dalam co-parenting adalah mendahulukan kebutuhan emosional serta fisik anak ketimbang perasaan pribadi." Jaga jalur komunikasi yang jelas, teratur, dan hormat. Gunakan metode komunikasi yang disepakati, misalnya email untuk diskusi detail atau teks untuk pembaruan cepat. Sinotif menyatakan, "Aspek penting dalam co-parenting ialah komunikasi yang efektif dan terbuka."

Belajar mengelola emosi dan tidak membiarkan konflik pribadi memengaruhi interaksi terkait anak. Hindari berbicara buruk tentang mantan pasangan di depan anak. Kumparan.com menjelaskan, "Pengelolaan ego dan emosi menjadi langkah penting untuk memulai pengoptimalan pola asuh bersama. Fokus pengasuhan sudah semestinya diarahkan kepada apa yang anak butuhkan dan mengesampingkan konflik personal masa lalu yang sudah terjadi." Sepakati aturan dasar, rutinitas, dan gaya pengasuhan untuk memberikan lingkungan yang stabil bagi anak. Kumparan.com juga menambahkan, "Kerja sama dalam merencanakan pengasuhan membantu anak lebih stabil, terutama pada kesehariannya. Adanya sikap kooperatif kedua orang tua membuat anak tidak merasa bingung, seperti yang mungkin muncul ketika aturan orang tua satu dan lainnya berbeda."

Jika memungkinkan, buat rencana pengasuhan tertulis yang mencakup jadwal kunjungan dan keputusan penting. Ini meliputi pendidikan dan kesehatan. Rencana ini juga mengatur cara mengatasi perselisihan. Dukung hubungan anak dengan mantan pasangan dan hindari membuat anak merasa harus memilih pihak. Jika kesulitan, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari mediator, konselor keluarga, atau psikolog anak. Mereka dapat memfasilitasi komunikasi dan menyelesaikan konflik.