Kisah Pemulung Ganteng yang Bisa Kuliah S2

Karla FarhanaDiterbitkan 07 Juli 2017, 10:14 WIB

Fimela.com, Jakarta Banyak orang yang ingin menuntut ilmu. Namun, karena keterbatasan biaya, mereka akhirnya malah membuat mereka putus sekolah. Tapi, ada juga orang-orang yang bersusah payah berusaha untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Meskipun mereka tak punya banyak uang. 

Salah satu dari mereka adalah Wahyudin yang bekerja keras demi mengenyam pendidikan yang layak dan tinggi. Demi gelar sarjana, dia rela untuk memulung, mengumpulkan plastik dan sampah, agar mendapatkan uang demi memenuhi kebutuhan kuliahnya. 

Dilansir dari berbagai sumber, Wahyudin sebenarnya sudah lulus S1 dari Kampus Uhamka, pada 2013 silam. Sejak saat itu, dia mendapat banyak perhatian dari publik. Bukan cuma ramai dibicarakan netizen, tapi juga banyak media yang mewawancarainya. 

Kisah hidup Wahyudin yang sulit ini mendapat banyak perhatian orang. Hingga akhirnya, sebelum Wahyudin lulus pun, dia sudah ditawari beasiswa S2. "Saya memang sebelum lulus udah dapat beasiswa S2 duluan karena waktu itu diwawancara bulan Maret, belum lulus. Cerita saya dimuat di media dan alhamdulillah saya dapat respon yang positif dari teman-teman di luar sana," kenang Wahyudin seperti dilansir dari media nasional.

Ternyata, tak lama setelah wajah dan kisahnya muncul di media-media massa, Wahyidin kedatangan pihak Kemendikbud untuk memberikan beasiswa. Saat itu, Wahyudin diminta untuk memilih untuk kuliah di luar negeri, di negara manapun. Namun, dia lebih memilih untuk berkuliah di Jakarta saja. 

Pasalnya, dia mempertimbangkan beberapa hal. Dia ingin melaksanakan umroh. Juga, dia ingin tempat pertama yang dia kunjungi adalah Mekah. "Saya memang ingin sekali kuliah di luar negeri, tapi saya bertanya lagi di hati saya yang paling dalam, saya tuh belum umroh, saya tuh punya cita-cita negara pertama yang harus saya datangi adalah Arab Saudi, saya pengen ke Mekah," ucapnya.

Perjuangan Belajar Bahasa Inggris

Namun, setelah diberikan beasiswa, Wahyudin kembali mengalami kendala. Dia harus mengikuti tes Matematika, Bahasa Inggris, TOEFL, dan wawancara dalam bahasa Inggris. Dia mengaku, tes ini sangat berat baginya, terutama TOEFL. 

"Perjuangannya itu dahsyat banget, TOEFL-nya harus 475 kalau nggak salah. Saya belum pernah tes karena orangtua sederhana nggak pernah kursus Bahasa Inggris sama sekali, tiba-tiba mau S2 pelajarannya full english," ujar Wahyudin.

 

Namun pada akhirnya, tahun 2014, Wahyudin langsung masuk School of Business and Management Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) di daerah Kuningan, Jakarta, dengan beasiswa untuk mengejar gelar S2-nya. Pemuda yang pada waktu itu berusia 24 tahun ini memang tak lagi bekerja sebagai pemulung. Dia mengambil program MBA. 

Tapi, Wahyudin tak habis akal. Karena dia hanya punya waktu sebulan sebelum tes, dia harus belajar dengan cepat. Wahyudin akhirnya meminta bantuan temannya, Rizki Yusuf untuk belajar Bahasa Inggris persiapan untuk TOEFL. Tak cuma itu, dia juga rela pergi ke Jatinegara, berjalan kaki tanpa sandal cuma untuk berbicara dengan orang asing dan melatih kemampuan bahasa Inggrisnya. 

"Waktu saya itu sebulan setelah pengumuman lulus. Akhirnya saya jalan ke Jatinegara, nyeker, karena pemulung dikenalnya nyeker kan. Ke Jatinegara cuma mau ketemu bule buat ngomong Inggris," katanya, kepada salah satu media nasional. 

Dengan bantuan salah satu pemandu tur di Jatinegara, Wahyudin akhirnya berhasil menjelaskan tentang Jatinegara kepada para turin asing. Sambil berjalan tanpa alas kaki di tanah Jatinegara yang becek, Wahyudin berjuang melatih kemampuannya demi diterima di ITB. Berkat kerja keras dan sifat pantang menyerahnya, Wahyudin berhasil masuk ITB dan memiliki gelar S2. 

 

What's On Fimela