Suamiku... Maaf, Aku Hanya Cemburu pada Anak-Anakmu

Fimela diperbarui 12 Feb 2015, 12:20 WIB

Menikahi seorang pria berstatus duda dan mempunyai tiga anak bukanlah perkara mudah. Inilah yang dialami Anna Yunyun. Sebelum memutuskan untuk menikah, ia sempat gundah belum lagi dengan orang tua yang tak langsung memberi restu. Tapi pada akhirnya ia harus kuat. Ia pun membuktikan bahwa sudah seharusnya ia menjalani perannya dengan lebih baik sebagai seorang istri dan juga ibu bagi ketiga anak tirinya.

***

Halo Sahabat Vemale,

Nama saya Anna (22 tahun). Saat ini saya sedang berusaha keras mencari pekerjaan di kota Surabaya. Kota di mana saya tidak memiliki relasi maupun saudara selain suami saya, Yanuar. Rasanya berat harus berjuang sendiri karena saya memiliki sifat manja dan menggantungkan diri pada orang tua. Mungkin karena saya adalah anak tunggal sehingga untuk keluar dari sifat manja itu sulit.

Pernah terlintas di benak saya untuk pergi meninggalkan suami dan pulang ke rumah orang tua di Yogyakarta. Namun, niat itu saya urungkan karena saya ingin menunjukkan pada orang lain yang notabene sering mem-bully saya dan menganggap remeh kemampuan saya. Memang fisik saya tidak proporsional. Tentu saja itu menjadi pertimbangan saat saya melamar pekerjaan. Akan tetapi, saya akan terus bersemangat menjalani semua ini demi suami dan anak-anak saya.

Pertemuan saya dengan Yanuar terjadi di kota Surabaya 1 Februari 2014 lalu. Awalnya seorang sahabat memperkenalkan kami dengan bertukar nomor HP. Awalnya saya tidak merespon Yanuar karena statusnya yang sudah memiliki 3 putra. Sulit rasanya menerima dengan lapang dada. Hal itu juga yang membuat orang tua saya memilih untuk tidak memberi restu. Namun hal ini tidak membuat dia putus asa. Berbagai perhatian dan kasih sayang yang tulus selalu dia berikan.

14 Februari 2014, Surabaya diguyur hujan abu sehingga kami tidak dapat bertemu untuk kedua kalinya. Hingga suatu hari ia memberikan kejutan dengan mengajak saya jalan-jalan di Surabaya. Padahal saat itu posisi saya sedang di Yogyakarta dan dia nekat menyusul saya dengan mengendarai sepeda motor dan bermodal nekat berupa alamat rumah saya yang ala kadarnya.

Dia menceritakan masa lalunya dengan mantan istrinya yang sudah tiga tahun meninggalkan dia dan ketiga anaknya saat usia mereka masih kecil. Saat itu timbul rasa simpati saya dengan keadaannya dan saya bersedia untuk menjadi pendampingnya dengan menerima kekurangan dan kelebihan pada dirinya.            

15 juni 2014 kami menikah. Namun, hati ini ternyata belum sepenuhnya ikhlas. Kenyataannya saya selalu ngambek kalau dia pergi ke rumah anak-anaknya dan memamerkan kehangatannya. Saya selalu berdoa agar Surabaya banjir dan dia tidak datang ke rumah anak-anaknya.

Rasa iri, curiga, khawatir dan cemburu selalu membuat hari-hari saya tak seindah yang saya bayangkan. Sampai akhirnya Yanuar marah besar dan menganggap saya terlalu cuek dengan anak-anaknya. Saya tidak memahami anak-anaknya yang hanya memiliki orang tua tunggal. Hal itu pun akhirnya membuat saya sadar bahwa keegoisan saya telah merusak rasa cintanya.

Akhirnya saya memilih mengalah dan mencoba berbaikan dengan suasana yang ada. Lama-kelamaan saya mampu menerima anak-anaknya, bermain bersama dan bercanda. Meskipun saya masih menyimpan sedikit rasa cemburu. Namun karena kedewasaan dan cinta suami saya yang begitu besar, saya mampu melalui semua itu.

Kini, kami sudah bisa memahami perasaan masing-masing dan hidup dengan saling melengkapi. Bagi saya, Yanuar adalah sosok suami yang bertanggung jawab, sabar, telaten, ulet ,dan hebat. Saya mencintainya dan menyayangi ketiga anaknya yang kini sudah saya anggap sebagai anak sendiri. Mereka adalah anugerah Tuhan yang terindah dan sempurna untuk menghiasi hidup saya. Terima kasih, Tuhan.



(vem/nda)
What's On Fimela