Kisah Putri Suphankalaya dan Ratu Suriyothai, Simbol Kasih Dalam Api

Fimela diperbarui 20 Mar 2015, 17:30 WIB

Apapun kisah nyata di balik cerita kehidupan Ratu Suriyothai dan cucunya, Putri Suphakalaya dari kerajaan Ayutthaya ini, semoga dapat mengilhami kisah kepahlawanan seorang wanita ideal yang memiliki sifat berani, penyayang, berpandangan baik, rela mengorbankan dirinya untuk keluarga dan bangsa negaranya.

Kisah Ratu Suriyothai

Seperti dilansir dari myanmar-image.com dan wikipedia.org, Ratu Suriyothai atau Somdet Phra Sri Suriyothai adalah seorang permaisuri kerajaan Ayutthaya pada abad ke-16. Dirinya terkenal karena rela menyerahkan hidupnya demi membela suaminya, Raja Maha Chakkraphat dalam perang Burma-Siam pada tahun 1548.

Nama Suriyo sama dengan Suriya atau surya yang berarti matahari, dan Uthai, yang berarti naik.

Saat kekuatan pihak Burma terlalu besar untuk dilawan, namun Maha Chakkraphat  memutuskan untuk melawan. Ratu Suriyothai, dan putrinya Boromdhilok, mengenakan pakaian militer laki-laki (helm dan baju besi). Ratu mengenakan pakaian Uparaja.

Tentara Siam di bawah Maha Chakkraphat melawan pasukan Burma, yang dipimpin oleh Raja Muda Prome. Para komandan dari dua kekuatan terlibat dalam pertempuran yang sangat sengit. Namun, tiba-tiba gajah yang ditunggangi Maha Chakkraphat panik dan lari menjauh dari musuh. Raja Muda pun langsung mengejar Maha Chakkraphat.

Takut akan keselamatan suaminya yang diambang bahaya, Ratu Sri Suriyothai, memutuskan untuk menghalangi Raja Muda Prome.

Akhirnya terjadi pertempuran tunggal antara Raja Muda Prome dan Ratu Sri Suriyothai. Nahasnya, tombak Raja Muda Prome mampu melukai tubuh Ratu Suriyothai, membelah bahu hingga tembus ke jantung.

Pada saat itu, Raja Muda Prome tidak tahu jika dirinya melawan seorang wanita. Hingga pada akhirnya pukulan tombak yang sangat keras menghantam tubuh Ratu Suriyothai, hingga membuatnya meninggal dan jatuh dari gajah yang ditungganginya, sehingga helmnya terlepas, dan memperlihatkan rambutnya yang panjang.

Pangeran Ramesuan dan Pangeran Mahin, kemudian mendesak gajah mereka ke depan untuk mendesak pasukan musuh. Mereka kemudian membawa jenazah ibu dan adik mereka kembali ke Ayutthaya.

Sebuah patung untuk memperingati kepahlawanan Ratu Suriyothai, yaitu Phra Chedi Sisuriyothai, yang terletak di Wat Suanluang Sopsawan di tepi sungai Chao Phraya, barat daya dari Wang Luang (Istana Kerajaan) dibangun oleh Raja Maha Chakkraphat untuk menghormati istrinya.

Pada tahun 2001, sebuah film Thailand yang menceritakan kisah hidup Ratu Suriyothai dalam 'The Legend of Suriyothai.' Film ini disutradarai oleh M.C. Chatrichalerm Yukol dari keluarga kerajaan Thailand  dan dibiayai oleh Ratu Sirikit.

Kisah Putri Suphankanlaya

Phra Suphankanlaya adalah seorang putri Siam abad ke-16 yang merupakan permaisuri Raja Bayinnaung Burma.

Dia rela ditawan oleh pihak musuh (Burma) asal kakaknya, Naresuan, selamat, namun tidak bisa kembali ke negaranya, karena dia dibunuh (terkena ilmu hitam) sehingga kisahnya hilang dan dilupakan dalam sejarah selama 400 tahun.

Putri Suphankalaya dianggap melindungi rakyat Thailand. Sehingga dirinya dikultuskan. Pthomrerk Ketudhat, dekan Fakultas Sosiologi dan Antropologi di Universitas Thammasat, mencoba menjelaskan hal ini, ia mengatakan jika, pada saat terjadi kesulitan politik dan ekonomi, biasanya ada tokoh yang dihormati dan mereka menempatkan harapan. Mereka mencari citra pemimpin wanita yang ideal.

Suphankalaya dikenal berani, berpandangan jauh kedepan, dan rela hidup di negeri musuh. Dirinya mendedikasikan hidupnya demi rakyat Thailand. Mungkin, ini adalah tipe pemimpin rakyat yang dicari oleh Thailand atau bahkan Indonesia, pada saat ini.

Banyak orang yang melihat Ratu Suriyothai dan Putri Suphakalaya, sebagai simbol 'kasih karunia di bawah api.' Seseorang dengan kekuatan dan kesabaran yang sangat tinggi, untuk menanggung kesulitan.

Pada kondisi negara seperti ini, kita harus berani, sabar, dan kuat untuk melewati rintangan politik dan ekonomi. Hal yang terpenting, kita harus melakukan sesuatu untuk bangsa dan negara kita, seperti yang dilakukan oleh Ratu Suriyothai dan Putri Suphankalaya.

Kisah mereka telah menyentuh banyak orang. Wanita seperti ini, sangat bernilai dan berdedikasi.

Perempuan menjadi pahlawan nasional, karena mereka memiliki jenis karakter feminin dan menampilkan nilai-nilai positif, yang diharapkan oleh masyarakat.

Ratu Suriyothai dan Putri Suphankalaya, adalah contoh wanita yang berani, penyayang, dengan segala kebaikan, dan rela mengorbankan dirinya, untuk keluarga, dan kedaulatan bangsa.

Menurut Dr Chalidaporn Songsamphan, dosen pada isu-isu perempuan di Fakultas Ilmu Politik di Universitas Thammasat, kisah ini, adalah contoh bagaimana wanita mencapai status yang lebih dari pada laki-laki. Dimana nilai karakteristik yang berhubungan dengan feminitas.

Menjadi seorang perempuan, harus dapat merepresentasikan kehangatan dan komitmen terhadap keluarga dan masyarakat. Jadi, akan mampu menunjang urusan keluarga dan menjadi kekuatan masyarakat.

(vem/chi)
What's On Fimela