Pasrah Hilang Pekerjaan Karena Hamil, Allah Tunjukkan Jalan-Nya

Fimela diperbarui 05 Jun 2017, 16:00 WIB

Selalu ada kabar bahagia setelah melewati ujian yang dialami. Kisah ini dialami oleh salah satu sahabat vemale bernama P. F. Diceritakan sebagai bagian dari Lomba Menulis Kisah Ramadan 2017.

***

Alhamdulillah.. tahun ini saya masih diberi kesempatan bertemu kembali dengan bulan Ramadan. Setelah setahun lalu saya mengalami keterpurukan dan putus asa berkepanjangan, saya bersyukur bisa menikmati indahnya Ramadan.

Semua kisah ini berawal setelah saya melahirkan anak kedua. Kehamilan yang tidak saya rencanakan membuat saya harus hengkang dari tempat saya bekerja. Tidak ada firasat sedikit pun bahwa saya yang telah sekian lama mengabdi akan diberhentikan hanya karena direksi takut saya tidak profesional dan nantinya akan sering bolos kantor (karena sibuk mengurus bayi).

Dendam Itu Tumbuh Karena Aku Kecewa dan Marah

Sedih, sakit hati, marah, dendam dan merasa diperlakukan tidak adil menjadi hal yang saya rasakan. Apalagi jika mengingat banyak orang di belakang saya yang menggantungkan hidupnya di pundak saya. Saya baru tahu di-PHK setelah satu bulan menjalani cuti melahirkan. Semuanya seperti badai yang menghempaskan, di mana saya tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Setelah melahirkan, kebanyakan wanita akan menikmati waktu-waktu tenang bersama bayinya, namun saya tidak. Saya harus berpikir bagaimana masa depan keluarga saya, sebab tanggungan saya masih banyak. Bagaimana nasib anak-anak saya, cicilan ini dan itu, juga orang tua dan mertua saya yang hanya mengandalkan nafkah dari pemberian saya dan suami.

Saya hanya bisa menangis dan berbagi dengan suami. Kehilangan pekerjaan berdampak luar biasa besar. Saya sering tidak sadar jadi sering bengong dan suka marah-marah tidak jelas. Bagi saya, kehilangan pekerjaan adalah akhir kehidupan saya.

Sering Saya Menyalahkan Allah SWT Atas Semua Yang Terjadi

Saya sering melampiaskan semua kemarahan dan kekecewaan saya dalam salat tahajud. Bahkan tak jarang pula saya sering menyalahkan Allah SWT atas apa yang menimpa saya.

Hari cepat berlalu. Satu dua bulan saya tidak merasakan kesulitan yang berarti, saya masih bisa memberi nafkah kepada kedua orang tua dan mertua yang sudah tua dan tidak berpenghasilan. Bukannya saya tidak mensyukuri pendapatan suami, tetapi karena terbiasa dengan double income, saya merasa harus putar otak bagaimana caranya agar semua kebutuhan terpenuhi.

Di bulan ketiga saya sudah mulai kelabakan, dompet benar-benar kempes. Jangankan untuk memberi nafkah kepada orang tua, untuk makan dan memenuhi kebutuhan bayi saja rasanya tidak cukup. Saya mencoba berjualan jus buah di depan kampus, tapi hanya bertahan sebulan. Modal pun tidak bisa kembali dan menyisakan utang.

Satu persatu apa yang kami miliki harus kami jual. Mulai dari sepeda motor, perhiasan dan emas batangan. Suami juga harus ngojek sepulang dari kantor. Namun tetap saja, saya merasa tidak dapat memenuhi kebutuhan seperti saat saya bekerja dulu. Di tengah kesulitan yang saya alami, dalam hati saya terus mencaci dan mendoakan hal buruk untuk kantor di mana saya pernah bekerja. Saya belum ikhlas menerima semuanya.

Waktu terus berlalu, tidak terasa sudah 9 bulan saya murni menjadi ibu rumah tangga, hanya mengurus suami, anak dan pekerjaan rumah. Kehilangan pekerjaan membuat saya tidak percaya diri lagi untuk bekerja kantoran. Tapi saya tidak putus asa dan tetap menyebar CV, berharap ada yang mau menerima saya dengan kondisi tersebut.

Jawaban di Tengah Pasrah Sepenuhnya

Saya sudah pasrah dengan apa yang terjadi, toh saya sudah berusaha sekuat mungkin untuk bangkit. Perlahan saya sadar mungkin Allah menegur karena saya selama ini terlalu sombong dan lupa akan Allah. Rasa marah yang dulu membara perlahan sudah mulai reda. Aku isi hari-hari bersama anak, mulai bermain, bernyanyi dan belajar.

Si kakak yang baru berusia 3 tahun sudah mulai hafal doa dan surat Al Fatihah. Si bungsu tumbuh kembangnya sehat seperti bayi pada umumnya.

Saya tersadar, rejeki tidak melulu berupa uang, pekerjaan, jabatan atau materi saja. Kesehatan, kebersamaan dan anak juga rejeki dari Allah yang bisa membuat bahagia.

Di tengah kepasrahan, tiba-tiba saudara saya menawarkan pekerjaan di kantornya. Tanpa pikir panjang saya langsung kirim CV dimana saudara saya bekerja. Saya pun diterima dan bisa langsung bekerja pada tanggal yang saya minta. Subhanallah kabar ini ibarat oase di tengah teriknya padang pasir bagi saya dan suami. Allah menjawab semua doa-doa yang selama ini saya inginkan.

Ternyata dari kesusahan yang kemarin kami lewati, ada hadiah indah yang telah Allah siapkan, saya bekerja jauh lebih baik dari kantor saya sebelumnya dalam hal apapun.

Terkadang kita memang harus digetok dahulu agar sadar bahwa ada AllAh Yang Maha Segalanya. Bahwa semuanya adalah milik-Nya dan kita hanya dititipkan saja. Dan ketika kita percaya akan kekuasaan-Nya kita tidak boleh meratapi apa yang hilang atau diambil oleh-Nya. Semoga Ramadan tahun ini menjadikan kita menjadi orang yang selalu bersyukur dan memaafkan bagi sesama. Aamiin.

(vem/yel)