Menghapus Trauma dan Kesedihan untuk Menciptakan Senyuman

Fimela diperbarui 27 Agu 2018, 11:15 WIB

Apakah ada sosok pahlawan yang begitu berarti dalam hidupmu? Atau mungkin kamu adalah pahlawan itu sendiri? Sosok pahlawan sering digambarkan sebagai seseorang yang rela berkorban. Mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini.

***

Apa yang lebih dirindukan dan diinginkan selain berkumpul dengan keluarga kala di tempat tinggalmu ada musibah besar yang meluluhlantakkan bangunan bahkan nyawa orang-orang di sekitarmu? Apa yang lebih menakutkan kala orang-orang di sekitarmu ingin diungsikan ke tempat lain sementara kamu harus bertahan di tempat yang berbahaya tersebut untuk membantu kebutuhan warga dis ana? Aku yakin semua orang pasti akan memilih berkumpul dengan keluarga kemudian meninggalkan tempat yang bahaya menuju tempat yang aman. Aku yakin semua orang akan melakukan dua hal tersebut.

Semua orang. Kecuali mereka, relawan yang membuatku benar-benar terinspirasi. Dokter, paramedis, relawan trauma healing dan peran-peran yang lain. Mereka membantu tanpa mengharapkan imbalan. Mereka membantu sampai terkadang mereka terkapar kelelahan bahkan sampai ada yang diinfus. Tanpa mempedulikan gempa bumi yang terus saja mengguncang dan kian menambah jumlah korban mereka tetap bertahan mengulurkan bantuan demi keselamatan korban. Dengan perlengkapan yang masih tergolong sangat terbatas, satu demi satu jahitan terus mereka kerjakan pada luka-luka robek yang berdatangan.



Malam itu, tepatnya minggu malam tanggal 05 Agustus 2018, bumi Lombok kembali berguncang setelah sebelumnya juga terjadi guncangan 6,4 SR dengan pusat di Lombok Timur. Kali ini dengan magnitude yang lebih kuat bahkan sampai ada peringatan akan adanya tsunami. Gempa bumi 7,0 SR yang pusatnya ada di Lombok Utara.

Tidak terbayang, mereka yang saat itu masih berada di Lombok Timur dalam misi menyelamatkan warga yang terdampak gempa 6,4 SR sebelumnya harus merasakan gempa lagi yang kekuatannya lebih besar dari gempa sebelumnya. Rasa cemas untuk keluarga sudah tentu mereka rasakan. Ingin menengok sekadar untuk tahu keadaan keluarga yang ada di belahan Lombok lain sangat diinginkan. Namun seolah tanpa punya pilihan, kaki mereka seolah sudah tertanam tidak mungkin meninggalkan tempat tersebut sementara jumlah warga yang terluka semakin bertambah.

Sementara melakukan pengobatan pada warga di Lombok Timur, kondisi di Lombok Barat dan Lombok Tengah ternyata tidak kalah parah. Sebagian besar bangunan di Lombok Utara ambruk. Korban jiwa mencapai ratusan, belum lagi yang mengalami luka-luka. Relawan mulai kewalahan menangani korban yang terus saja bertambah jumlahnya terlebih mereka juga harus mengirim tim ke Lombok Utara. Lombok membutuhkan relawan lebih.



Gempa 7 SR tidak hanya meruntuhkan bangunan dan nyawa tetapi juga mental. Trauma karena kehilangan rumah dan atau bahkan keluarga. Tidak ada yang berani tidur di dalam rumah. Tenda-tenda pengungsian mulai berjejer di sepanjang lapangan bahkan juga ada yang terpaksa tidur di jalan karena sudah tidak adanya tempat untuk membangun tenda.

Seorang teman yang merupakan salah satu anggota dari relawan pernah mengatakan, “Terkait kondisi Lombok sekarang ini, persoalannya bukan terletak pada betapa sedihnya kondisi Lombok, tapi lebih kepada hal apa yang mampu kita lakukan untuk menghapus kesedihan tersebut." Aku sangat setuju dengan ungkapan temanku.

Sekarang pilihan ada di tangan kita sendiri. Sebagai bagian dari warga Lombok, mau terus-terusan larut dalam kesedihan ataukah mau bangkit dan menjadi relawan yang membatu para korban. Dan iya, aku memilih pilihan yang kedua. Menjadi relawan. Walau tidak memiliki latar belakang dokter, perawat ataupun bidan aku tetep ingin ikut membantu menyembuhkan. Aku pikir menjadi tim trauma healing cukup menyenangkan. Membantu mereka keluar dari trauma dan kesedihan lalu menciptakan senyuman.




(vem/nda)
What's On Fimela