Ramadan yang Berlalu dan Aku yang Masih Merindu

Endah Wijayanti diperbarui 27 Mei 2020, 12:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Punya kisah atau kesan tak terlupakan terkait bulan Ramadan? Atau mungkin punya harapan khusus di bulan Ramadan? Bulan Ramadan memang bulan yang istimewa. Masing-masing dari kita pun punya kisah atau pengalaman tak terlupakan yang berkaitan dengan bulan ini. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam My Ramadan Story: Berbagi Kisah di Bulan yang Suci ini.

***

Oleh: Dwi Purwati

Duapuluh-an kali melewati Ramadan.

Ketika usiaku masih kanak-kanak, menantikan bulan Ramadan dengan penuh sukacita. Sukacita karena dekat dengan hari raya, di mana akan ada banyak kue dan makanan lezat, akan ada baju dan sandal baru. Melakukan kebiasaan Ramadan bersama kawan-kawan di masjid, berlomba memenuhi tanda tangan imam masjid sebagai bukti mengikuti salat tarawih dan tadarus sebulan penuh. Habis subuh, jalan pagi menyusuri jalanan desa menikmati sejuk udara pagi dengan canda dan gurau.

Masuk usia remaja, mulai merasakan indah dan syahdunya bulan Ramadan, semangat dan sukacita semakin bertambah-tambah. Semakin memahami suci dan sakralnya bulan Ramadan. Dulu mengikuti salat tarawih dan tadarus sebatas semangat kanak-kanak dan tugas sekolah, ketika beranjak dewasa mulai menyadari kalau itu semua sudah menjadi kewajiban bahkan kebutuhan. Bersemangat dan bahagia sekali bisa menjalani rutinitas Ramadan, seperti membuat target khatam Al-Quran, mengikuti kajian menjelang buka bersama dan kuliah tujuh menitan usai salat subuh. Terlebih menjalani Ramadan di rantau ketika kuliah 8 tahun yang lalu.

Empat kali diberikan nikmat untuk menjalani Ramadan di kampus, membuatku kini menyadari kalau diriku yang sekarang tidak terlepas dari aktivitasku di masa lalu. Ramadan di kampus selama empat kali telah mengajarkan banyak hal. Dulu aku yang malas dan ngantuk ketika imam salat tarawih membacakan ayat-ayat panjang, karena Ramadan di kampus aku menjadi kecanduan dengan bacaan merdu imam yang bahkan mungkin empat halaman surah dibacakan. Dulu aku yang mencatat kajian usai salat tarawih karena tugas dari sekolah, menjadi begitu rapi dan detail dan tidak rela melewatkan satu hari pun kajian meskipun berhalangan. Sungguh nikmat dan kesempatan yang tiada kira kalau aku renungkan sekarang.

2 dari 2 halaman

Meningkatkan Kualitas Diri

Ilustrasi/copyright shutterstock.com

Tetap menjadi perantau, namun dengan kondisi yang berbeda. Kalau dulu fokus belajar dan ibadah. Menjalani ibadah Ramadan di lingkungan dan sahabat yang kondusif. Banyak pilihan aktivitas positif yang meningkatkan kekusyukan beribadah di bulan suci. Kini sudah empat tahun terakhir menjalani Ramadan di tanah rantau. Jauh dari kerabat dan sanak saudara. Hari-hari yang penuh dengan deadline pekerjaan siang dan malam. Merasakan hari-hari Ramadanku di sini benar-benar diuji. Fokus hati yang ingin beribadah terdistraksi dengan telpon dari atasan yang menagih deadline pekerjaan.

Merenungi dan merunut Ramadan-ku dari fase kehidupan yang telah terlewati, seperti memberikan jawaban kalau semakin ke sini seperti mengalami ujian naik tingkat. Di mana ketika semakin dewasa kini kurasakan Ramadan adalah momen dan kesempatan spesial dari Allah untukku agar benar-benar bisa mengatur diri untuk bisa fokus beribadah dan mengumpulkan sebanyak-banyak amal kebaikan. Dengan berbagai “ujian” yang di depan mata.

Aku menulis ini ketika Ramadan sudah berlalu tiga hari yang lalu di tahun ini. Namun, masih menyisakan rindu yang menggebu. Semua pasti mengalami dan tahu. Ramadan tahun ini sungguh berbeda dan baru. Tidak ada salat tarawih berjamaah, sahur on the road sampai kumpul bukber seru. Namun, aku merasakan ini adalah kesempatan dari Allah yang sungguh membuat terharu. Allah memberikan lebih banyak waktu. Waktu untukku agar lebih bisa mendekat, memohon ampun dan mengadu. Tentang segala khilaf, segala dosa, segala pinta dan semua yang kusimpan dalam kalbu.

#ChangeMaker