Tentang Pernikahan dan Masa Depan yang Diimpikan Ibu

Endah Wijayanti diperbarui 08 Jan 2021, 10:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita di balik setiap senyuman, terutama senyuman seorang ibu. Dalam hidup, kita pasti punya cerita yang berkesan tentang ibu kita tercinta. Bagi yang saat ini sudah menjadi ibu, kita pun punya pengalaman tersendiri terkait senyuman yang kita berikan untuk orang-orang tersayang kita. Menceritakan sosok ibu selalu menghadirkan sesuatu yang istimewa di hati kita bersama. Seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba Cerita Senyum Ibu berikut ini.

***

Oleh:  Ruri Kriswanto

Terlahir menjadi anak perempuan pertama dalam keluarga membuatku menyaksikan banyak hal sebelum adik-adik mulai lahir. Memori masa kecil tidak pernah hilang dari ingatanku. Semua masih tercatat baik di kepala. Aku tidak akan lupa tentang pertengkaran ibuk dan ayah pukul dua pagi. Saat ibuk membangunkanku dan menuntunku untuk berjalan perlahan ke rumah tetangga, minta tolong diantar pulang ke rumah simbah. Aku tidak akan pernah lupa bagaimana keruhnya raut muka ibuk dan ayah, saat mulai datang masalah.

Sejak aku duduk di sekolah menengah, Ibuk mulai bertanya tentang pernikahan. Gedung mana yang akan aku pakai untuk resepsi nantinya? Souvenir cantik apa yang akan aku bagikan pada tamu undangan? Juga pernikahan seperti apa yang aku impikan?

“Aku nggak mau nikah,” jawabku singkat, tiap kali ibuk membicarakan itu.

Ibuk terdiam sebentar. Matanya mulai berkaca-kaca dan memandangku dengan penuh kecewa. Aku tahu ia pasti ingin bertanya kenapa, tapi tak bisa. Ibuk yang selalu memanjakanku sejak kecil, memberi apa pun yang aku inginkan, dengan segenap kasih sayangnya, harus menahan kecewa karena anak sulungnya enggan menyentuh pernikahan.

Kata ibu, aku harus mendapatkan pernikahan terbaik, suami yang baik, juga keluarga yang bahagia. Meski ia bersusah payah di tengah pernikahannya dengan ayah, ibuk tidak mau putri sulungnya susah. Ia ingin aku menikah dan berbahagia.

“Nggak mau,” jawabku.

 Ingatan tentang pernikahn bukanlah hal yang baik di kepalaku. Aku masih terlalu takut untuk menemukan keluarga baru di tengah usiaku saat ini. Aku belum siap menghadapi kenyataan bahwa aku (mungkin) akan menjadi seorang istri dari manusia di bumi ini. Aku takut pernikahan akan membuatku terlihat seperti aku melihat ibuk waktu kecil. 

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Soal Pernikahan

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Aku tahu ibuku sangat khawatir. Meski pertengkaran ibuk dan ayah hanya sesekali waktu, tapi tetap saja; bagiku pernikahan bukanlah hal yang akan membuatku bahagia.

Perbincangan tentang pernikahan dengan ibuk berakhir saat aku lulus SMA. Suatu sore, seseorang datang ke rumah dan memberi undangan nikah. Ibuk membuka undangan itu dan mulai menangis. Saat kutanya mengapa, ternyata diam-diam ibuk selalu menyebut satu nama dalam doanya, agar ia menjadi jodohku; agar ia menikah denganku. Yang sore itu kami tahu, ia akan menikah dengan orang lain.

“Cukup Ibuk aja yang sedih, kamu jangan. Tiap malam Ibuk doain biar dia jadi jodohmu, Mbak,” kata Ibuk.

Sejak hari itu, aku mulai berpikir. Sempat terlintas di kepalaku tentang pernikahan sederhana yang penuh makna. Nuansa putih akan memenuhi halaman depan, tamu undangan yang diwajibkan membawa buku untuk hadiah pernikahan, juga panggung sastra untuk mereka saring bertukar prosa. Pasti sangat menyenangkan. Hal itu sempat terlintas di kepalaku.

24 Febuari 2020 menjelang senja, kubilang pada ibu, aku ingin menikah di depan rumah. Ibuk terdiam sejenak. Mulai meneteskan air mata dan tersenyum lebar. Ibuk cantik sekali. Air matanya belum juga berhenti menetes. Begitu pun senyumnya. Senyum ibuk masih menggantung dengan balutan tawa. Ibukku sangat cantik.

“Saat kamu bilang nggak mau menikah, Ibuk sedih sekali. Sekarang Ibuk lega,” katanya sambil mengupas kacang di ruang tamu sore itu.

Buk, putri sulungmu telah tumbuh menjadi manusia yang tak kenal lelah. Kekuatannya mulai terasah, jalannya kini tidak terarah. Aku tahu hidup tidak akan sesempurna itu, tapi setidaknya setiap hari aku bisa berbenah. Terima kasih, Bu Rini.

#ElevateWomen