Fimela.com, Jakarta Dalam podcast YouTube Nikita Willy baru-baru ini, percakapan bersama Vicky Nastasha menarik perhatian banyak orangtua. Vicky, seorang Early Childhood Educator dan Parenting Consultant di Jerman, membagikan pandangan yang menarik dan penuh inspirasi tentang bagaimana sistem pendidikan dan pola asuh di Jerman memberi ruang bagi anak untuk tumbuh mandiri. Dengan pengalaman lebih dari sebelas tahun sebagai guru taman kanak-kanak, ia menyoroti bahwa mendidik anak bukanlah tentang mencetak kesempurnaan, melainkan menuntun manusia kecil untuk merasa mampu, dicintai, dan dihargai.
Gaya parenting di Eropa sering dianggap ideal oleh keluarga modern. Gaya parenting apa pun bisa dipahami nilai-nilainya dan diadaptasi sesuai dengan kebutuhan. Di balik setiap praktik pengasuhan yang tampak sederhana, ada filosofi yang menekankan keseimbangan antara kebebasan, kemandirian, dan kasih sayang. Tugas utama orang tua bukan mengatur setiap langkah anak, melainkan mendampingi mereka menemukan ritme hidupnya sendiri.
Dari Jerman hingga Denmark, Eropa memberikan banyak inspirasi bagi keluarga Indonesia untuk membangun pola asuh yang menumbuhkan anak dengan jiwa kuat dan hati yang hangat. Kali ini kita akan bahas lima gaya parenting dari Eropa yang sekiranya bisa menginspirasi para keluarga Indonesia. Simak uraiannya berikut ini, ya.
1. Gaya Parenting Jerman: Kemandirian yang Berakar pada Kepercayaan
Vicky menggambarkan bahwa di Jerman, anak-anak sejak dini diajarkan untuk percaya pada kemampuan diri. Mereka diberi tanggung jawab kecil seperti menyiapkan bekal, merapikan mainan, atau membantu di dapur. Kegiatan sederhana ini membangun rasa mampu yang menjadi dasar kepercayaan diri.
Ritual harian memiliki arti penting dalam kehidupan keluarga di Jerman. Rutinitas yang konsisten memberi anak rasa aman dan struktur. Orang tua hadir bukan untuk mengendalikan, melainkan untuk mendampingi. Saat anak frustrasi, mereka tidak langsung ditenangkan atau diselamatkan, tetapi diberi ruang untuk belajar mengelola emosi sendiri.
Vicky juga menekankan pentingnya pola pikir bertumbuh (growth mindset), yaitu menghargai proses, bukan sekadar hasil. Anak diajak untuk menikmati perjalanan belajarnya, bukan hanya berfokus pada pencapaian. Dengan begitu, anak tumbuh dengan ketahanan emosi dan rasa percaya diri yang sehat.
2. Gaya Parenting Belanda: Hidup tanpa Tekanan Berlebihan dan Anak yang Bahagia
Belanda dikenal dengan gaya hidup yang tenang dan seimbang, sebagaimana digambarkan dalam buku "The Happiest Kids in the World". Anak-anak di sana tumbuh tanpa tekanan akademik yang berlebihan. Mereka menghabiskan waktu bermain, bersepeda, dan menikmati kebersamaan keluarga.
Bagi Moms, pendekatan ini bisa menjadi pengingat bahwa masa kecil bukanlah ajang perlombaan, melainkan masa belajar mengenal diri.
Orangtua di Belanda menghargai keseimbangan antara kehidupan pribadi dan keluarga. Mereka tidak menuntut kesempurnaan, tetapi menikmati proses bersama anak-anak mereka.
Ketika anak membuat kesalahan, mereka tidak dimarahi, melainkan diajak memperbaikinya bersama. Dari sini, anak belajar bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya, melainkan bagian alami dari perjalanan tumbuh dewasa.
3. Gaya Parenting Prancis: Kesopanan dan Batasan Sangat Penting Diajarkan sejak Dini
Buku "Bringing Up Bébé" menggambarkan gaya pengasuhan Prancis yang elegan dan penuh kesabaran. Orang tua di Prancis menanamkan nilai kesopanan dan disiplin dengan cara yang lembut namun tegas. Mereka memberikan batasan yang jelas kepada anak, tetapi tidak kehilangan kehangatan dalam prosesnya.
Makan bersama keluarga, misalnya, menjadi ajang belajar sopan santun dan kontrol diri. Anak diajarkan mendengarkan, menunggu giliran berbicara, dan menikmati makanan dengan tenang. Semua ini dilakukan dengan konsistensi, bukan paksaan.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa disiplin tidak harus identik dengan kekakuan. Bagi Moms, cara ini bisa diterapkan dengan menciptakan rutinitas yang menenangkan, memberi batasan yang tegas namun tetap penuh kasih. Anak akan belajar menghargai aturan karena merasa aman, bukan karena takut.
4. Gaya Parenting Finlandia: Alam sebagai Ruang Belajar Terbaik
Finlandia sering disebut memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia, dan salah satu rahasianya adalah kebebasan anak untuk bereksplorasi di alam.
Anak-anak di sana terbiasa bermain di luar ruangan dalam segala cuaca. Mereka belajar mengenal lingkungan, bekerja sama, dan menemukan keindahan dari hal-hal sederhana di sekitar mereka.
Moms bisa mengadaptasi nilai ini dengan memberi anak kesempatan menjelajahi alam. Tidak harus jauh, cukup di halaman rumah, taman kota, atau kebun kecil di belakang rumah.
Aktivitas sederhana seperti menanam, memungut daun, atau mengamati awan dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dan kepekaan terhadap kehidupan.
Anak-anak yang dekat dengan alam cenderung lebih tenang dan memiliki kemampuan beradaptasi yang baik. Mereka belajar tentang kesabaran, ketekunan, dan rasa syukur, nilai-nilai yang akan mereka bawa hingga dewasa.
5. Gaya Parenting Denmark: Kebahagiaan yang Tumbuh dari Empati
Denmark dikenal sebagai salah satu negara paling bahagia di dunia, dan rahasia itu banyak ditemukan dalam pola asuh mereka. Dalam buku "The Danish Way of Parenting", dijelaskan bahwa orang tua Denmark membangun hubungan dengan anak melalui empati, komunikasi terbuka, dan kepercayaan.
Mereka tidak menekan anak dengan target tinggi atau hukuman berat. Sebaliknya, mereka membantu anak memahami emosinya dan memberi ruang untuk berekspresi dengan aman. Saat anak marah atau kecewa, orang tua tidak langsung mengalihkan perhatian, tetapi mendengarkan dan memvalidasi perasaan itu.
Pendekatan ini bisa Moms terapkan di rumah dengan meluangkan waktu mendengarkan anak tanpa menghakimi. Anak yang merasa didengar akan tumbuh lebih percaya diri, stabil secara emosi, dan mampu membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.
Menemukan Esensi Parenting untuk Keluarga Indonesia
Setiap gaya parenting dari Jerman, Belanda, Prancis, Finlandia, dan Denmark memiliki benang merah yang sama: menumbuhkan kemandirian dengan kasih sayang dan kepercayaan. Nilai-nilai ini dapat diserap dan disesuaikan dengan budaya Indonesia yang kaya akan kehangatan dan kebersamaan.
Kita sebagai orangtua tidak harus meniru budaya luar sepenuhnya. Yang terpenting adalah memahami makna di baliknya. Anak-anak membutuhkan orang tua yang autentik, bukan sempurna. Mereka belajar bukan dari kata-kata, melainkan dari cara kita hadir, mendengar, dan menghargai setiap proses tumbuh mereka.
Ketika kasih sayang berpadu dengan kebebasan yang terarah, anak tidak hanya tumbuh menjadi cerdas, tetapi juga berjiwa kuat dan bahagia. Di sanalah esensi parenting sesungguhnya: menciptakan rumah yang menjadi tempat anak merasa aman untuk menjadi dirinya sendiri, dan tempat orang tua terus belajar menjadi versi terbaik dari diri mereka setiap hari.