Fimela.com, Jakarta Batuk pertusis, atau batuk rejan, adalah infeksi saluran pernapasan yang sangat menular. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri dan sering menyerang bayi serta anak-anak. Kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi serius, bahkan mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan tepat.
Infeksi ini menyebar melalui droplet dari batuk atau bersin penderita. Bakteri Bordetella pertussis menyerang paru-paru dan saluran pernapasan. Oleh karena itu, penularannya sangat cepat di lingkungan padat.
Gejala biasanya muncul 5-10 hari setelah terpapar bakteri, ditandai batuk keras tak terkendali. Batuk ini sering diikuti tarikan napas melengking khas, menyerupai suara “whoop” atau rejan. Penting untuk mengenali tanda-tanda awal ini, Sahabat Fimela.
What's On Fimela
powered by
Mengenali Tiga Fase Gejala Batuk Pertusis pada Anak
Gejala batuk pertusis pada anak umumnya berkembang dalam tiga fase berbeda. Memahami setiap fase membantu deteksi dini dan penanganan yang tepat. Fase awal seringkali mirip flu biasa, sehingga sulit dibedakan.
Fase pertama, kataralis, berlangsung sekitar 1-2 minggu. Gejalanya meliputi pilek, hidung tersumbat, bersin, demam ringan, dan batuk ringan, terutama malam hari. Pada fase ini, infeksi sangat mudah menular ke orang lain.
Selanjutnya adalah fase paroksismal, yang bisa berlangsung 1-6 minggu. Batuk menjadi sangat parah, kering, dan terus-menerus, disertai suara “whoop” saat menarik napas. Wajah anak bisa memerah atau membiru, diikuti muntah dan kelelahan ekstrem.
Fase terakhir adalah pemulihan atau konvalesens, sekitar 2-3 minggu. Intensitas batuk berangsur menurun, namun batuk bisa bertahan hingga 3 bulan. Batuk juga dapat kambuh jika anak mengalami infeksi pernapasan lain.
Pentingnya Diagnosis dan Pengobatan Dini Batuk Pertusis
Diagnosis batuk pertusis yang cepat dan akurat sangat krusial untuk mencegah komplikasi serius. Mengingat gejalanya mirip flu, pemeriksaan lebih lanjut seringkali diperlukan. Dokter akan menanyakan riwayat kesehatan dan gejala yang dialami.
Pemeriksaan yang umum dilakukan adalah swab nasofaring untuk mendeteksi bakteri B. pertussis. Tes darah juga dapat membantu melihat peningkatan sel darah putih. Kultur hidung atau tenggorokan menjadi baku emas diagnosis.
Pengobatan utama batuk pertusis adalah antibiotik untuk melawan bakteri penyebabnya. Jenis antibiotik seperti eritromisin, azitromisin, atau klaritromisin sering diresepkan. Pemberian antibiotik paling efektif pada fase awal infeksi.
Pada bayi dan anak-anak, rawat inap mungkin diperlukan, terutama untuk isolasi dan bantuan pernapasan. Perawatan di rumah meliputi istirahat cukup, asupan cairan dan gizi, serta menghindari iritan. Penting juga untuk menjaga kebersihan diri.
Vaksinasi dan Waspada Komplikasi Batuk Pertusis pada Anak
Pencegahan adalah langkah terbaik untuk melindungi anak dari batuk pertusis yang berbahaya. Vaksinasi menjadi cara paling efektif untuk membangun kekebalan tubuh. Vaksin ini tersedia dan sangat direkomendasikan.
Bayi mendapatkan vaksinasi pada usia 2, 4, dan 6 bulan, diikuti dosis booster pada usia 15-18 bulan, 4-6 tahun, dan 11 tahun. Ibu hamil juga disarankan vaksin Tdap pada trimester ketiga untuk melindungi bayi. Orang dewasa yang kontak dengan bayi juga perlu booster.
Batuk pertusis yang tidak ditangani dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama pada bayi di bawah 6 bulan. Komplikasi meliputi radang paru-paru, henti napas, dehidrasi, kejang, hingga kerusakan otak. Sekitar 50% bayi di bawah satu tahun memerlukan rawat inap.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah pneumonia, kekurangan oksigen ke otak, infeksi telinga, dan patah tulang rusuk. Batuk yang kuat juga bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Oleh karena itu, deteksi dini dan pencegahan sangat penting, Sahabat Fimela.