Microshifting: Tren Kerja Fleksibel Gen Z yang Mengubah Lanskap Tempat Kerja, Apa Itu?

Vinsensia DianawantiDiterbitkan 10 Desember 2025, 12:42 WIB

ringkasan

  • Microshifting adalah tren kerja fleksibel yang memecah hari kerja menjadi blok singkat, disesuaikan dengan kebutuhan individu untuk meningkatkan produktivitas dan keseimbangan hidup-kerja.
  • Tren ini didorong oleh keinginan Gen Z dan Milenial akan fleksibilitas, serta kebutuhan untuk mengatasi burnout dari model kerja 9-to-5 tradisional.
  • Manfaatnya meliputi peningkatan keseimbangan hidup-kerja bagi karyawan, kemampuan perusahaan untuk menarik talenta, memperpanjang cakupan layanan, serta mendorong manajemen berbasis hasil.

Fimela.com, Jakarta - Sahabat Fimela, dunia kerja terus berevolusi, dan kini muncul sebuah tren baru yang menarik perhatian, terutama di kalangan pekerja muda. Fenomena ini dikenal sebagai Microshifting, sebuah pendekatan inovatif terhadap fleksibilitas kerja yang melampaui model kerja jarak jauh atau hibrida tradisional.

Konsep ini menawarkan kebebasan kepada individu untuk memecah hari kerja mereka menjadi blok-blok waktu yang lebih singkat dan fleksibel. Tujuannya adalah menyesuaikan pekerjaan dengan tingkat energi pribadi, kebutuhan, serta kewajiban di luar pekerjaan, memastikan produktivitas tetap optimal.

Tren Microshifting ini tidak hanya sekadar menggeser jam kerja, melainkan memberikan otonomi penuh atas jadwal. Hal ini berpotensi mengubah cara kita berinteraksi dengan lingkungan profesional, menciptakan keseimbangan hidup-kerja yang lebih baik bagi banyak orang.

What's On Fimela
2 dari 5 halaman

Apa Itu Microshifting dan Bagaimana Cara Kerjanya?

Ilustrasi Pemecatan Karyawan Credit: pexels.com/Anna

Microshifting adalah praktik membagi hari kerja menjadi segmen-segmen waktu yang lebih pendek dan adaptif. Ini memungkinkan karyawan untuk bekerja saat mereka merasa paling produktif atau ketika tuntutan hidup mengharuskan mereka untuk istirahat sejenak, seperti mengantar anak atau berolahraga.

Sebagai contoh, seorang karyawan mungkin memulai pekerjaan pukul 07.00 hingga 09.00 pagi, kemudian mengambil jeda untuk urusan pribadi, kembali bekerja beberapa jam di siang hari, dan menyelesaikan sisa pekerjaan setelah anak-anak tidur. Pendekatan ini sangat berbeda dari jam kerja fleksibel tradisional yang hanya mengubah waktu mulai atau berakhirnya jam kerja delapan jam.

Menurut Helen Coffey dari independent.co.uk, "Ini disebut 'microshifting' – karena tren tempat kerja yang layak tidak memiliki terminologi baru yang menarik – dan praktik ini adalah tentang bekerja dalam blok-blok singkat dan fleksibel, yang disesuaikan untuk menyeimbangkan kebutuhan tempat kerja dengan tugas individu dan produktivitas karyawan." Bagi pekerja pengetahuan, ini lebih tentang otonomi atas jadwal daripada sekadar lokasi kerja mereka.

3 dari 5 halaman

Mengapa Microshifting Semakin Populer di Kalangan Pekerja Muda?

Popularitas Microshifting didorong oleh beberapa faktor utama yang mencerminkan perubahan prioritas di dunia kerja. Salah satunya adalah keinginan kuat akan fleksibilitas, di mana lebih dari dua pertiga pekerja di Inggris tertarik pada model kerja semacam ini, berdasarkan survei Owl Labs.

Penelitian dari Owl Labs juga menunjukkan bahwa Generasi Z dan Milenial adalah kelompok yang paling antusias, dengan 72 persen menyatakan minat mereka terhadap Microshifting. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Gen X (45 persen) dan baby boomer (19 persen), menunjukkan bahwa generasi muda menjadi pendorong utama tren ini.

Selain itu, meningkatnya beban kerja dan risiko burnout juga menjadi pemicu. Sembilan puluh persen karyawan melaporkan tingkat stres yang sama atau lebih buruk dari tahun sebelumnya. Microshifting menawarkan solusi dengan memungkinkan karyawan beristirahat saat dibutuhkan, membantu mereka mengisi ulang energi dan kembali bekerja dengan fokus yang lebih baik.

Pergeseran dari model kerja 9-to-5 tradisional yang merupakan peninggalan Revolusi Industri juga berperan besar. Pekerjaan pengetahuan tidak lagi beroperasi seperti jalur perakitan, sehingga karyawan kini ingin menata pekerjaan di sekitar kehidupan mereka, bukan sebaliknya.

4 dari 5 halaman

Manfaat Microshifting bagi Karyawan dan Perusahaan

Penerapan Microshifting membawa keuntungan signifikan, baik untuk individu maupun organisasi. Bagi karyawan, ini berarti peningkatan produktivitas karena mereka dapat menyelaraskan tugas dengan pola energi dan gaya hidup mereka.

Seorang pekerja bernama Palmer menjelaskan, "Saya tahu saya bekerja jauh lebih baik ketika saya melakukan pekerjaan dalam blok-blok singkat itu, padahal jika saya harus duduk di meja selama delapan jam, saya tidak terlalu produktif. Ini tentang bekerja dengan otak saya." Kemampuan untuk mengintegrasikan tanggung jawab pribadi seperti mengasuh anak atau janji temu juga meningkatkan keseimbangan hidup-kerja dan mengurangi stres.

Bagi perusahaan, Microshifting dapat memperpanjang cakupan layanan dengan karyawan yang bekerja di luar jam tradisional, melayani pelanggan di zona waktu berbeda. Ini juga menjadi alat ampuh untuk menarik dan mempertahankan talenta, mengingat 44 persen pekerja bersedia menolak peran yang tidak menawarkan jam kerja fleksibel.

Dengan memungkinkan karyawan bekerja pada puncak produktivitas mereka, perusahaan dapat melihat peningkatan output secara keseluruhan. Pendekatan ini juga mendorong manajemen berbasis hasil, bukan sekadar waktu yang dihabiskan di meja kerja, sehingga mengurangi kebutuhan akan micromanaging.

5 dari 5 halaman

Tantangan dan Kunci Sukses Implementasi Microshifting

Meskipun menjanjikan, implementasi Microshifting memerlukan perencanaan dan komunikasi yang cermat. Batasan harus eksplisit, artinya manajer dan rekan kerja perlu tahu dengan jelas kapan seseorang tersedia dan kapan tidak.

Duris dari independent.co.uk menekankan, "Batas harus eksplisit. Manajer dan rekan kerja perlu tahu dengan jelas kapan seseorang tersedia dan tidak tersedia, dan harus ada kebijakan sederhana tentang apa yang terjadi jika sesuatu yang 'mendesak' muncul saat mereka tidak bekerja." Ini menuntut departemen HR untuk beralih dari manajemen berbasis waktu ke manajemen berbasis hasil, mengukur kualitas dan dampak pekerjaan.

Selain itu, Microshifting membutuhkan budaya kepercayaan yang kuat antara atasan dan karyawan. Perusahaan perlu melengkapi manajer dengan keterampilan untuk menetapkan ekspektasi yang jelas, berkomunikasi secara efektif di seluruh jadwal fleksibel, dan mengevaluasi pekerjaan berdasarkan kualitas serta dampak.

Kerangka kerja yang jelas harus diterapkan untuk mendefinisikan hal-hal yang tidak dapat dinegosiasikan, seperti rapat tim atau tenggat waktu penting, sambil memberikan kebebasan untuk hal lainnya. Dengan mengelola fleksibilitas baru ini secara strategis, perusahaan dapat mengubah potensi kekacauan menjadi budaya kerja yang sangat dipercaya dan berkinerja tinggi.