Fimela.com, Jakarta - Menjelang akhir tahun, layar bioskop kembali diramaikan oleh kehadiran film epik “Avatar: Fire and Ash”. Disutradarai oleh James Cameron, film ini melanjutkan perjalanan panjang semesta Avatar yang sejak kemunculan perdananya pada 2009 telah menjelma menjadi fenomena global. Kesuksesan tersebut berlanjut lewat “Avatar: The Way of Water” pada 2022, yang tak hanya menegaskan kekuatan visual khas Cameron, tetapi juga memperdalam hubungan antarkarakter. Kini, melalui “Avatar: Fire and Ash”, penonton diajak memasuki fase baru yang disebut sebagai bagian paling besar sekaligus paling emosional dalam keseluruhan saga Avatar.
Kisah ini kembali membawa penonton Avatar ke Pandora, dunia yang kini terasa semakin luas, kompleks, dan penuh konflik. Pertentangan yang dihadirkan tidak lagi semata soal manusia melawan alam, melainkan menyentuh ranah yang lebih personal tentang kehilangan, luka batin, dan pilihan hidup yang sulit. Keluarga Sully menjadi poros utama cerita, memperlihatkan upaya mereka untuk bertahan setelah tragedi besar yang mengubah kehidupan mereka selamanya. Duka yang belum sepenuhnya sembuh, emosi yang terpendam, serta ancaman baru membuat perjalanan ini terasa lebih intim dan relevan.
Lewat “Avatar: Fire and Ash”, Pandora diperlihatkan dari sisi yang lebih kelam dan penuh gejolak. Kehadiran klan-klan baru, benturan nilai dan keyakinan, serta ancaman perang yang kembali membayangi menjadikan film ini sebagai refleksi mendalam tentang arti keluarga, pengorbanan, dan keberanian menghadapi perubahan. Dengan skala cerita yang semakin luas dan muatan emosi yang kian intens, Avatar kembali menegaskan posisinya sebagai saga epik yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
Luka keluarga Sully dan munculnya musuh baru
Cerita “Avatar: Fire and Ash” berlatar beberapa waktu setelah kejadian dalam “The Way of Water”, saat keluarga Sully masih menetap bersama klan Metkayina. Kepergian Neteyam meninggalkan luka yang mendalam, memengaruhi setiap anggota keluarga dengan cara yang berbeda. Jake dan Neytiri berusaha tetap berdiri sebagai orang tua di tengah rasa kehilangan, sementara Lo’ak, Kiri, Tuk, dan Spider bergulat dengan emosi mereka masing-masing. Situasi ini menyoroti bagaimana dampak perang tidak hanya terasa secara fisik, tetapi juga perlahan mengubah ikatan dan dinamika keluarga.
Di tengah proses penyesuaian tersebut, keluarga Sully mulai menyadari bahwa kehadiran Spider dapat membawa risiko besar. Pertemuan mereka dengan klan Tlalim, yang dikenal sebagai Wind Traders, membuka jalan menuju keputusan sulit yang sarat konsekuensi. Pilihan untuk mengantar Spider kembali ke High Camp menjadi awal dari perjalanan berbahaya yang mempertemukan mereka dengan klan Mangkwan atau Ash People. Dipimpin oleh Varang, klan ini terbentuk dari puing-puing tragedi letusan gunung berapi yang menghancurkan tanah leluhur mereka, menyisakan amarah, kekecewaan, serta kehilangan keyakinan terhadap Eywa yang mereka rasa telah meninggalkan mereka.
Antusiasme perilisan dan pengalaman spesial di Indonesia
Menyambut penayangan “Avatar: Fire and Ash”, 20th Century Studios Indonesia menghadirkan serangkaian inisiatif khusus yang dirancang untuk membawa penggemar lebih dekat dengan dunia Pandora. Salah satu sorotan utamanya adalah Gala Premiere Night yang digelar di Jakarta, menghadirkan para figur publik, kreator, serta tamu undangan terpilih. Acara ini tidak hanya menjadi penanda penayangan perdana film, tetapi juga menjadi ajang perayaan visual dengan busana-busana yang terinspirasi dari karakter dan klan dalam “Avatar: Fire and Ash”.
Selain itu, kolaborasi eksklusif dengan IKAT Indonesia by Didiet Maulana menjadi wujud pertemuan antara semesta Avatar dan kekayaan budaya lokal. Koleksi terbatas yang dihadirkan memadukan teknik tenun ikat khas Indonesia dengan interpretasi visual yang terinspirasi dari klan Ash People, menghasilkan karya yang merepresentasikan kekuatan, emosi, dan dinamika cerita film. Melengkapi rangkaian tersebut, instalasi imersif The “Avatar: Fire and Ash” Experience di Senayan City menghadirkan pengalaman multisensori yang memungkinkan pengunjung merasakan atmosfer Pandora secara langsung. Rangkaian aktivitas ini menjadi bagian dari perayaan besar yang menegaskan antusiasme penggemar Indonesia terhadap salah satu film paling dinantikan tahun ini.