Sukses

Beauty

Apa Sih Perbedaan Pria Dengan Wanita Saat Menghadapi Stres?

Ladies, semakin dewasa kita akan merasakan begitu banyak beban tanggung jawab yang harus dilakukan. Tak jarang, pekerjaan, masalah rumah, masalah dengan pasangan maupun dengan rekan, membuat kepala serasa mau pecah. Mau tak mau, kita harus bisa menghadapi dan mengatasinya. Ya, setiap orang cenderung berbeda dalam mengatasi stres. Ada yang menjadi lebih egois, ada juga yang justru menjadi lebih empati dengan memupuk dukungan sosial.  Perempuan, cenderung melakukan yang terakhir, menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Psychoneuroendocrinology.

Dalam studi tersebut, para peneliti mengamati 40 pria dan 40 wanita yang diminta menjalani tes stres. Tes ini terdiri dari kewajiban memberikan pidato dan menyelesaikan soal matematika di depan penonton. Setelah itu, para peserta melewati seri tes yang lain untuk mengukur kemampuan membedakan antara perasaan mereka dan apa yang orang lain inginkan. Misalnya, peserta diarahkan untuk memindahkan barang-barang di dasar rak. Jika mereka melakukannya dengan benar, itu artinya mereka mampu memahami perspektif orang lain dan empati di tingkat tertentu.

Wanita yang stres atau berada bawah tekanan, ternyata dapat melakukan tugasnya dengan lebih baik daripada wanita yang tidak di bawah tekanan. Sebaliknya, pria yang stres tidak bisa melakukan tugasnya sebaik pria yang santai. Temuan ini menunjukkan bahwa pada saat stres, wanita justru memiliki pemahaman yang lebih baik dibanding pria.

Alasan mengapa ini bisa terjadi, masih belum diketahui secara pasti. Namun, para peneliti menduga, wanita memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mencari dukungan sosial. Ada juga kemungkinan bahwa ada perbedaan hormonal yang terjadi antara jenis kelamin di dalam situasi stres.

Psycholgy Today, dalam artikelnya yang berjudul Gender Differences in Responses to Stress, menyebutkan bahwa pria cenderung mengambil sikap "hadapi atau kabur" ketika berhadapan dengan masalah. Psikolog Walter Cannon, pionir penelitian bidang stres, mengatakan bahwa kecenderungan ini tidak hanya dimiliki pria saja. Hewan pun cenderung  memiliki sikap ini saat berada dalam masalah. Respons ini berasal dari sistem saraf simpatetik yang mengatur gerak otomatis, seperti bernapas atau berkedip.

Pada tahun 2000, psikolog sosial dari UCLA, Shelley Taylor, mengungkapkan hasil penelitiannya yang mengatakan bahwa wanita menjadi lebih mungkin untuk mengekspresikan perilaku sosial afiliatif, yaitu berteman atau menjadi musuh. Orang-orang yang dianggapnya menekan, berarti musuh. Lalu mereka akan mencari dukungan teman dan keluarga.

Taylor berpendapat bahwa wanita merespon stres dengan cara mengeluarkan endorfin atau zat neurokimia yang membantu mengurangi rasa sakit dan membuat kita merasa ingin membentuk interaksi sosial. Selain itu, saat stres, wanita juga memroduksi hormon oksitosin, yang memotivasi mereka untuk berperilaku ramah dengan anak-anak atau mitra sosial terdekat.

Nah, selama kita masih hidup dan berinteraksi dengan orang lain, kita tak dapat melepaskan diri dari kemungkinan tekanan yang terjadi dalam hidup. Namun, jika dikelola dengan baik, stres justru dapat menjadi pemacu kerja dan kreativitas yang baik. Bagaimana caramu mengelola stresmu, Ladies? Bagikan tipsmu di kolom komentar di bawah ini yuk.

Ditinjau oleh: dr. Deffy Leksani Anggar Sari
Sumber: http://meetdoctor.com/

(vem/wnd)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading