Sukses

Beauty

Tahukah Kamu? Ini 3 Jenis Pengaruh Stres Terhadap Kerontokan Rambut Menurut Ahli!

ringkasan

  • Stres dapat memicu tiga jenis kerontokan rambut utama (Telogen Effluvium, Alopecia Areata, Trichotillomania) melalui mekanisme hormonal yang mengganggu siklus pertumbuhan rambut.
  • Para ahli seperti Dr. Michele Green dan peneliti Harvard mengkonfirmasi bahwa stres, khususnya kortisol tinggi, mendorong folikel rambut ke fase istirahat, meskipun ada pandangan kontras dari studi terbaru.
  • Kerontokan rambut akibat stres seringkali bersifat sementara dan dapat diatasi dengan pengelolaan stres yang efektif serta, jika perlu, terapi medis yang direkomendasikan dokter.

Fimela.com, Jakarta - Sahabat Fimela, pernahkah Anda merasa rambut rontok lebih banyak dari biasanya saat sedang dilanda tekanan? Kerontokan rambut berlebihan seringkali menjadi kekhawatiran yang mengganggu, terutama bagi perempuan yang mendambakan tampilan rambut sehat dan kuat. Ini bukan sekadar mitos, sebab stres memang memiliki pengaruh signifikan terhadap kesehatan rambut kita.

Ketika tubuh mengalami tekanan emosional atau fisik yang tinggi, hormon stres seperti kortisol akan meningkat. Peningkatan hormon ini secara langsung dapat mengganggu siklus alami pertumbuhan rambut, mendorong lebih banyak folikel rambut memasuki fase istirahat (telogen) secara prematur. Akibatnya, rambut menjadi lebih rentan rontok atau bahkan berhenti tumbuh untuk sementara waktu.

Para ahli dermatologi dan peneliti internasional telah mengidentifikasi tiga jenis utama kerontokan rambut yang terkait dengan tingkat stres tinggi. Memahami jenis-jenis ini penting agar Sahabat Fimela dapat mengenali gejala dan mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah rambut rontok yang mungkin sedang dialami.

Jenis-jenis Kerontokan Rambut Akibat Stres

Stres tidak hanya memicu satu jenis kerontokan rambut, melainkan dapat menyebabkan tiga kondisi utama yang berbeda, masing-masing dengan mekanisme dan gejala unik. Mengenali perbedaannya akan membantu Sahabat Fimela dalam penanganan yang tepat.

1. Telogen Effluvium (TE)

Telogen Effluvium adalah kondisi di mana stres signifikan mendorong sejumlah besar folikel rambut ke fase istirahat atau telogen. Dalam beberapa bulan, rambut yang terpengaruh dapat rontok secara tiba-tiba saat disisir atau dicuci. Dr. Michele Green, seorang dermatolog bersertifikat internasional, menjelaskan bahwa TE adalah salah satu jenis kerontokan rambut paling umum dan disebabkan oleh folikel rambut yang mengalami fase istirahat berkepanjangan, mengakibatkan kerontokan rambut yang menyebar.

Mekanisme terjadinya TE melibatkan hormon stres, seperti kortisol, yang dapat secara prematur memaksa rambut keluar dari fase pertumbuhan (anagen) dan masuk ke fase istirahat (telogen). Peneliti Harvard University mengidentifikasi bahwa stres kronis mengganggu sel punca folikel rambut, membuat sel-sel ini berada dalam fase istirahat yang berkepanjangan tanpa meregenerasi folikel atau rambut baru. The American Hair Loss Association bahkan menyatakan bahwa TE dan kerontokan rambut akibat stres kemungkinan adalah bentuk kerontokan rambut kedua yang paling umum yang dilihat oleh dermatolog.

Untungnya, kerontokan rambut akibat TE seringkali bersifat sementara. Rambut biasanya akan tumbuh kembali setelah pemicu stres berhasil diatasi. Meskipun kerontokan awal bisa berlangsung beberapa bulan, banyak pasien menemukan bahwa volume dan kesehatan rambut mereka kembali seperti semula setelah stresor dihilangkan.

2. Alopecia Areata

Alopecia Areata merupakan kondisi autoimun di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang folikel rambut, menyebabkan kerontokan rambut berbentuk bercak. Stres dapat memicu atau memperburuk kondisi ini. Dr. Michele Green mencatat bahwa alopecia areata sering dipicu oleh stres dan menyebabkan kerontokan rambut yang tidak terduga dalam bercak melingkar, tanpa meninggalkan bekas luka di kulit kepala.

Meskipun stres dapat memperburuk alopecia areata, para ahli seperti Dr. Jerry Shapiro dan Dr. Kristen Lo Sicco dari NYU Langone menegaskan bahwa stres bukanlah penyebab utamanya. Alopecia areata adalah kondisi autoimun, dan stres hanya berfungsi sebagai "pengubah" yang dapat memperparah gejalanya, mirip dengan bagaimana stres memengaruhi kondisi kulit lain seperti jerawat atau psoriasis.

Dr. Emma Guttman, Profesor Dermatologi di Mount Sinai, juga menyatakan bahwa banyak orang menemukan stres dapat berkontribusi pada memburuknya alopecia. Oleh karena itu, pengelolaan stres menjadi salah satu bagian penting dalam penanganan kondisi ini.

3. Trichotillomania

Trichotillomania adalah dorongan yang tidak tertahankan untuk mencabut rambut sendiri, seringkali dari kulit kepala, alis, atau area tubuh lainnya. Tindakan mencabut rambut ini bisa menjadi mekanisme koping untuk perasaan negatif seperti stres, ketegangan, kesepian, kebosanan, atau frustrasi yang dialami seseorang. Kondisi ini sering diklasifikasikan sebagai gangguan terkait obsesif-kompulsif.

Beberapa ahli terkemuka telah mendedikasikan penelitian mereka untuk trichotillomania. Dr. Suzanne Mouton-Odum, seorang psikolog berlisensi, sering menangani individu dengan gangguan ini dan telah menerbitkan artikel tentang kondisi suasana hati yang terkait dengannya. Demikian pula, Dr. Melinda Stanley dari Baylor College of Medicine dan Dr. Nancy Keuthen dari Harvard Medical School adalah pemimpin dalam bidang pengobatan trichotillomania, menunjukkan kompleksitas dan pentingnya penanganan kondisi ini.

Memahami bahwa trichotillomania adalah gangguan mental yang dipicu oleh stres dapat membantu individu mencari bantuan profesional. Penanganan yang tepat melibatkan terapi perilaku dan strategi pengelolaan stres untuk menghentikan kebiasaan mencabut rambut.

Mekanisme Umum dan Pandangan Ahli Lainnya

Selain ketiga jenis kerontokan rambut spesifik tersebut, stres secara umum dapat memengaruhi kesehatan rambut melalui beberapa mekanisme biologis. Dr. Michele Green menekankan bahwa stres kronis, jangka pendek, maupun emosional dapat merusak kesejahteraan fisik dan mental. Meskipun kerontokan rambut tidak selalu menyertai masa-masa stres, hal itu adalah kejadian umum dan dapat menyebabkan perasaan frustrasi bagi banyak orang.

Peningkatan kadar kortisol, hormon stres utama, berperan penting dalam proses ini. Dr. Michele Green menjelaskan bahwa tingkat kortisol yang tinggi dapat mendorong folikel rambut dari fase pertumbuhan aktif ke fase dorman atau istirahat, yang pada akhirnya mengakibatkan kerontokan rambut yang banyak. Ya-Chieh Hsu dari Harvard University menambahkan bahwa stres pada dasarnya meningkatkan "sumbu kelenjar adrenal–folikel rambut" yang sudah ada, sehingga semakin sulit bagi sel punca folikel rambut untuk memasuki fase pertumbuhan guna meregenerasi folikel rambut baru.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengakui stres sebagai faktor utama yang memengaruhi tidak hanya kesehatan mental, tetapi juga sistem fisik, termasuk keseimbangan hormon, kesehatan kulit, dan pertumbuhan rambut. Selain itu, stres juga dapat meningkatkan kadar DHT (Dihydrotestosterone), bahan kimia yang diketahui dapat menyebabkan kerontokan rambut. Ini menunjukkan betapa luasnya dampak stres terhadap tubuh, termasuk pada rambut.

Reversibilitas dan Penanganan

Kabar baiknya, kerontokan rambut akibat stres seringkali bersifat sementara dan dapat kembali normal setelah stres berhasil dikelola. Dr. Michele Green menyatakan bahwa kerontokan rambut yang dipicu stres seringkali bersifat sementara dan akan membaik setelah pemicu stres berhenti. Ini berarti, fokus utama dalam penanganan adalah pada pengelolaan stres itu sendiri.

Penanganan seringkali melibatkan kombinasi strategi. Pengelolaan stres melalui teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau aktivitas fisik secara teratur sangat dianjurkan. Selain itu, terkadang terapi topikal, obat oral, atau suntikan plasma kaya trombosit (PRP) dapat membantu merangsang pertumbuhan rambut dan meningkatkan kesehatan folikel. Konsistensi dalam perawatan dan pengelolaan stres adalah kunci.

Penting bagi Sahabat Fimela untuk tidak mengabaikan gejala kerontokan rambut yang signifikan. Jika Anda mengalami kerontokan rambut yang tiba-tiba, berbentuk bercak, atau lebih banyak dari biasanya saat menyisir atau mencuci rambut, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter. Hal ini penting untuk menyingkirkan kemungkinan kondisi medis mendasar lainnya yang mungkin memerlukan penanganan khusus.

Pandangan Kontras

Meskipun banyak bukti menunjukkan hubungan antara stres dan kerontokan rambut, ada pula penelitian yang menyajikan pandangan kontras. Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti internasional, dan diterbitkan dalam New Scientific Journal, menemukan bahwa tingkat stres tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kerontokan rambut pada individu dewasa. Penelitian ini menantang asumsi umum yang selama ini menyebutkan bahwa stres adalah faktor utama penyebab kerontokan rambut yang parah.

Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa meskipun beberapa peserta mengalami peningkatan kerontokan rambut, kenaikan tersebut tidak terkait dengan tingkat stres yang mereka rasakan. Temuan ini menekankan bahwa faktor lain, seperti genetika dan kondisi kesehatan umum, mungkin memiliki peran yang lebih besar dalam kerontokan rambut dibandingkan dengan stres. Ini menunjukkan kompleksitas masalah kerontokan rambut yang tidak bisa disederhanakan hanya pada satu faktor.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading