Fimela.com, Jakarta Di balik selembar kain batik, ada ratusan tahun sejarah, filosofi, dan rasa yang dirajut dalam motif-motif penuh makna. Dan di balik upaya pelestariannya, ada sosok seperti Era Soekamto yang mendedikasikan hidupnya untuk menjaga agar warisan budaya ini tetap hidup di tengah arus zaman. Pada 20 Juni 2025, UNESCO memberikan penghargaan istimewa kepada Era dalam acara Gala Nusantara: A Tribute to Indonesia’s Heritage. Batik for the World, sebagai bentuk pengakuan atas dedikasinya yang konsisten dalam menghidupkan batik tak hanya sebagai busana, tapi sebagai bagian dari jati diri bangsa.
Digelar di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City, acara ini menjadi ruang selebrasi warisan budaya yang tak hanya melibatkan para artisan, desainer, dan pemerintah, tetapi juga menjembatani lintas generasi.
Di sinilah, Era Soekamto menampilkan kembali koleksi khasnya Adi Manungsa, yang lahir dari kesadaran akan nilai spiritual dan keagungan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna. Bersama Rinaldy Yunardi, ia memadukan narasi batik dengan aksesori penuh detail, menjadikan panggung malam itu lebih dari sekadar pertunjukan fashion, melainkan panggilan untuk kembali mengingat akar budaya dan merayakan nilai luhur.
Advertisement
Advertisement
“Adi Manungsa” dan Kolaborasi Penuh Rasa
Lebih dari koleksi busana, Adi Manungsa adalah refleksi dari perjalanan batin Era Soekamto dalam memahami jati diri budaya Nusantara. Koleksi ini pertama kali diperkenalkan pada 2022, namun kembali ditampilkan di Gala Nusantara 2025 sebagai penanda bahwa nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tetap relevan, bahkan semakin mendesak untuk disuarakan.
Dalam pagelaran terbarunya, Era menggandeng Rinaldy Yunardi, desainer aksesori yang telah menjadi rekan seninya selama lebih dari dua dekade. “Kami bukan hanya berkolaborasi dalam bentuk visual. Tapi ini tentang rasa, tentang menghargai karya satu sama lain,” ujar Era Soekamto dalam acara temu media di butiknya yang berlokasi di Menara Danareksa (25/6).
Bagi Rinaldy, Adi Manungsa adalah ajakan untuk tidak sekadar menciptakan karya, tetapi menyelami dan menerjemahkan cerita dari dalam.
Karya-karya dalam koleksi ini menampilkan harmoni antara busana batik dengan aksesori yang dirancang Rinaldy berdasarkan narasi Era. Ini bukan sekadar pertemuan dua desainer besar, tapi dua penjaga budaya yang menyampaikan filosofi lewat karya. “Kami mengolah rasa bersama. Karena semakin lama mengolah rasa, semakin tajam karya kita,” tambah Era.
Batik Sebagai Cerita Visual yang Hidup
Salah satu gagasan paling kuat dari Era Soekamto adalah menjadikan batik bukan sekadar motif, melainkan media bercerita. Di tengah generasi muda yang semakin visual-oriented, Era menyadari bahwa cara menyampaikan budaya pun harus berubah. Ia memanfaatkan kekuatan batik sebagai cerita visual, menyampaikan filosofi, sejarah, dan makna yang kaya melalui gambar dan motif yang indah.
“Anak muda zaman sekarang itu short attention span, jadi mereka gamau tuh lama-lama cari makna batik di buku, pasti pilihnya media sosial. Jadi bagaimana kita bisa tetap menyampaikan sejarah Nusantara? Lewat batik,” ujar Era. Dari motif kawung hingga inspirasi dari relief candi dan kisah kerajaan Majapahit, batik yang ia buat mengandung lapisan-lapisan makna yang bisa dirasakan, meski tak selalu terlihat secara kasat mata.
Baginya, batik adalah medium spiritual. Setiap pola, setiap garis, adalah bentuk doa dan kesadaran. “Motif yang saya buat adalah hasil riset mendalam, bukan sekadar indah. Ada nilai tanggung jawab dalam setiap desain yang lahir,” jelasnya. Ia bahkan melibatkan arkeolog muda dalam proses kreatifnya, agar sejarah yang terekam dalam karya benar-benar akurat dan relevan untuk diteruskan.
Advertisement
Nusantara Wisdom: Merekam, Merawat, dan Menghidupkan Kembali
Penghargaan dari UNESCO bukan akhir perjalanan, melainkan awal dari langkah baru yang lebih besar. Bagi Era Soekamto, pengakuan ini adalah tanggung jawab. Ia kini tengah mengembangkan Nusantara Wisdom, sebuah platform edukatif dan diplomasi budaya yang mendampingi institusi dan komunitas dalam menggali potensi budaya mereka secara mendalam dan kontekstual.
Melalui platform ini, Era ingin agar budaya Indonesia tidak hanya dikagumi di luar negeri, tetapi juga dipahami dan dicintai di dalam negeri, oleh generasi muda, oleh komunitas bisnis, hingga oleh pemerintah daerah. “Terlalu banyak kearifan lokal yang belum terangkat. Lewat Nusantara Wisdom, kami ingin menyampaikannya dengan cara yang relevan, mudah dimengerti, dan tetap menghormati pakem,” tuturnya.
Dari Batik Royal Java hingga kerja kreatif lintas bidang, Era menjadikan seluruh perjalanannya selama lebih dari 26 tahun sebagai pondasi untuk terus berkarya dan melestarikan budaya dengan cara yang hidup. Dalam visinya, fashion bukan hanya tentang estetika, tetapi juga tentang misi. To create is to serve the highest purpose, begitu filosofi hidup yang ia pegang teguh.
Dan kini, dengan pengakuan dari UNESCO di tangan, Era Soekamto tak hanya membuktikan bahwa budaya bisa disampaikan lewat fashion, tapi juga bahwa cinta pada negeri bisa diwujudkan lewat tiap helai kain yang dikerjakan dengan hati.