Sukses

FimelaMom

Saat Konten Viral Jadi Gambaran dalam Tindakan, Begini Pola Pikir Anak Terbentuk

Fimela.com, Jakarta Di tengah pesatnya perkembangan era digital, konten viral telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, khususnya bagi anak-anak. Hanya dengan beberapa kali sentuhan pada layar, mereka mampu menjelajahi berbagai tren, tantangan, atau kisah yang sedang populer di seluruh penjuru dunia. Fenomena ini bukan hanya menghadirkan hiburan semata, tetapi juga secara perlahan memengaruhi cara anak berpikir, mengolah informasi, serta memandang realitas di sekitar mereka. Konten yang mereka tonton, sukai, maupun bagikan bisa menjadi gambaran nilai dan pandangan yang kelak diwujudkan dalam perilaku nyata.

Bagi anak-anak, perkembangan otak dan pola pikir masih berada dalam tahap pembentukan, sehingga setiap stimulus termasuk yang datang dari media sosial mempunyai potensi besar untuk membentuk karakter dan sikap.

Dikutip melalui sumber bircu-journal.com, konten yang bersifat positif dapat memacu kreativitas, menanamkan rasa empati, maupun menumbuhkan rasa ingin tahu. Sebaliknya, paparan berlebihan terhadap konten yang tidak layak, sarat sensasi, atau mengutamakan nilai-nilai dangkal dapat mendorong munculnya perilaku impulsif, peniruan tanpa pertimbangan, serta pandangan yang keliru mengenai kehidupan.

Atas dasar itulah, memahami peran konten viral dalam membentuk pola pikir anak menjadi hal yang sangat penting, baik bagi orang tua, pendidik, maupun masyarakat secara umum. Dengan pendampingan dan kesadaran yang tepat, konten viral dapat diarahkan menjadi sarana pembelajaran dan pengembangan diri, bukan sekadar mengikuti arus tren tanpa pertimbangan matang. Artikel ini akan membahas secara lebih mendalam keterkaitan antara konsumsi konten viral dan pembentukan pola pikir generasi muda.

Meningkatkan kreativitas

Konten viral yang membawa pesan positif dapat menjadi pemicu lahirnya ide-ide baru bagi anak dalam berkarya. Melalui tren, tantangan, atau hasil karya kreatif yang mereka saksikan, anak termotivasi untuk mencoba hal-hal berbeda, bereksperimen dengan gagasan, serta menyalurkan ekspresi diri lewat berbagai bentuk media, seperti gambar, video, maupun tulisan. Proses meniru lalu mengadaptasi konten yang mereka temukan di ranah digital tidak hanya mengasah imajinasi, tetapi juga menumbuhkan kemampuan memecahkan masalah, berpikir kreatif, dan keberanian untuk menampilkan karya mereka sendiri.

Mendorong kepedulian sosial

Konten yang menampilkan aksi kemanusiaan atau kisah inspiratif mampu menumbuhkan kepedulian anak terhadap orang lain dan alam di sekitarnya. Melalui tayangan semacam ini, anak belajar memahami arti empati, rasa kebersamaan, dan tanggung jawab sosial. Saat menyaksikan banyak orang terlibat dalam gerakan positif, mereka terinspirasi untuk turut berperan, baik lewat aksi nyata maupun dukungan sederhana seperti menyebarkan informasi. Pengalaman ini tidak hanya membangun kepekaan sosial, tetapi juga menanamkan kesadaran bahwa langkah kecil sekalipun dapat memberikan pengaruh besar bagi kehidupan orang lain.

Memperluas wawasan

Tontonan pada media kerap menghadirkan informasi, budaya, atau sudut pandang baru yang mungkin belum pernah dikenal anak sebelumnya. Melalui berbagai video, kisah, atau percakapan daring, mereka dapat mengetahui peristiwa di berbagai belahan dunia, memahami keragaman budaya, hingga mempelajari keterampilan yang belum pernah dicoba. Paparan terhadap beragam tema ini mendorong anak melihat dunia dari perspektif yang lebih luas, menumbuhkan rasa ingin tahu, serta membentuk sikap yang lebih terbuka terhadap perbedaan. Dengan demikian, konsumsi konten viral yang tepat berpotensi menjadi jendela pengetahuan yang memperluas wawasan mereka.

Meniru perilaku negatif

Tidak semua konten viral memberikan teladan yang baik, sementara anak-anak seringkali belum memiliki kemampuan untuk menyaring informasi secara bijak. Saat mereka menyaksikan perilaku sensasional, berisiko, atau tidak pantas yang mendapat sorotan luas dan banyak diikuti, timbul kemungkinan mereka tergoda untuk menirunya tanpa memikirkan konsekuensinya. Dorongan ini dapat muncul karena rasa ingin tahu, hasrat memperoleh pengakuan, atau keinginan mengikuti tren agar terlihat “kekinian.” Pada akhirnya, perilaku negatif tersebut berpotensi terbawa ke kehidupan sehari-hari dan memengaruhi proses pembentukan sikap maupun karakter mereka.

Rentan terpengaruh opini massa

Anak-anak sering kali mudah terpengaruh oleh arus opini yang beredar di media sosial, khususnya saat sebuah konten viral mendapatkan banyak dukungan atau komentar positif. Dalam kondisi seperti ini, mereka cenderung menerima pandangan tersebut tanpa menilai kebenaran maupun relevansinya. Minimnya keterampilan berpikir kritis membuat anak rentan mengikuti pendapat mayoritas semata-mata untuk merasa diterima atau menjadi bagian dari suatu kelompok. Jika terus berlanjut, kebiasaan ini dapat membentuk pola pikir yang bergantung pada pengakuan publik, alih-alih pada penilaian objektif dari diri sendiri.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading