Fakta Mengejutkan: Kesehatan Gigi Ibu Hamil yang Buruk Meningkatkan Risiko Terhadap Stunting Bayi

Fimela.com, Jakarta Kesehatan gigi dan mulut ibu hamil bukan sekadar masalah estetika atau kenyamanan pribadi. Kondisi ini memiliki dampak serius terhadap perkembangan janin dan kesehatan bayi setelah lahir. Pemahaman akan korelasi ini menjadi sangat penting, terutama dalam upaya pencegahan masalah gizi seperti stunting dan berat badan lahir rendah (BBLR).

Di beberapa daerah, seperti Lombok Utara, minimnya akses terhadap layanan dokter gigi dan kurangnya edukasi menjadi faktor yang memperparah masalah ini. Padahal, perawatan gigi selama kehamilan merupakan bagian esensial dari upaya menjaga kesehatan ibu dan calon buah hati. Ini adalah langkah proaktif untuk memastikan tumbuh kembang optimal sejak dalam kandungan.

Oleh karena itu, penting bagi Sahabat Fimela untuk memahami bagaimana kesehatan gigi ibu hamil dapat memengaruhi risiko stunting pada bayi. Artikel ini akan mengulas lebih dalam mengenai kaitan antara kesehatan gigi ibu hamil dengan stunting, serta faktor-faktor lain yang turut berkontribusi pada kondisi gagal tumbuh ini.

Kesehatan gigi ibu hamil memiliki hubungan erat dengan risiko kelahiran prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), dan stunting pada bayi. Menurut drg. Safira Khairina, M.Kes, Co-Founder Kembara Nusa, perawatan gigi selama kehamilan bukan hanya urusan estetika. Ia menjelaskan bahwa penyakit gusi seperti periodontitis, yaitu infeksi kronis pada jaringan penyangga gigi, dapat memicu kelahiran prematur dan bayi BBLR.

“Gigi yang sehat dimulai sejak dalam kandungan. Maka penting bagi ibu hamil untuk menjaga kebersihan mulut dan memeriksakan gigi secara rutin,” ujar drg. Safira. “Kami berharap para kader bisa menjadi penerang informasi di lingkungannya untuk menurunkan angka stunting dan BBLR melalui edukasi gigi yang lebih merata.”

Periodontitis, peradangan serius pada gusi dan tulang penyangga gigi, dapat menyebabkan peradangan sistemik pada tubuh ibu hamil. Kondisi ini berisiko menurunkan fungsi plasenta, mengganggu metabolisme zat gizi, dan menurunkan efisiensi penyerapan nutrisi ke janin. Akibatnya, janin tidak mendapatkan asupan gizi yang optimal, yang berujung pada pertumbuhan yang terhambat.

Kondisi peradangan ini pada akhirnya dapat memicu kelahiran prematur, yaitu bayi lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, dan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi yang lahir dengan BBLR atau mengalami stunting cenderung berisiko mengalami gangguan tumbuh kembang gigi, seperti enamel yang tipis, keterlambatan pertumbuhan gigi, hingga karies dini. Gangguan ini dapat menghambat asupan gizi anak karena kesulitan makan, yang pada akhirnya memperparah masalah gizi dan stunting.

Temuan tersebut juga didukung oleh data Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Utara yang menunjukkan bahwa BBLR merupakan komplikasi neonatal tertinggi di kabupaten ini (49,7% dari seluruh kasus pada 2022), dengan Kecamatan Bayan mencatat angka tertinggi sebesar 63,2%. Sementara itu, prevalensi stunting di Lombok Utara pada tahun 2024 tercatat sebesar 14,69%, meski telah menunjukkan tren penurunan.

Minimnya akses terhadap layanan kesehatan gigi dan kurangnya kesadaran akan pentingnya merawat gigi selama kehamilan menjadi salah satu penyebab tersembunyi di balik tingginya angka stunting dan BBLR, khususnya di daerah-daerah terpencil. Dokter Gigi drg. Safira Khairina, M.Kes, menyoroti bahwa minimnya kesadaran serta akses ibu hamil untuk memeriksakan diri ke dokter gigi telah memperparah kasus stunting dan kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Lombok Utara.

Edukasi mengenai pentingnya menjaga kebersihan mulut dan memeriksakan gigi secara rutin selama kehamilan sangat krusial. Gigi yang sehat dimulai sejak dalam kandungan, sehingga penting bagi ibu hamil untuk menjaga kebersihan mulut dan memeriksakan gigi secara rutin. Ini adalah investasi jangka panjang untuk kesehatan anak.

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Utara mengonfirmasi urgensi masalah ini. Pada tahun 2022, BBLR tercatat sebagai komplikasi neonatal tertinggi dengan angka 49,7 persen, dan Kecamatan Bayan mencatat angka tertinggi yakni 63,2 persen. Selain BBLR, komplikasi neonatal lainnya yang tercatat dalam Profil Kesehatan Kabupaten Lombok Utara Tahun 2022 meliputi asfiksia, infeksi, tetanus neonatorum, dan kelainan kongenital. Meskipun menunjukkan tren penurunan, prevalensi stunting di Lombok Utara pada tahun 2024 masih tercatat sebesar 14,69%.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis. Selain pengaruh kesehatan gigi ibu hamil, berbagai faktor lain turut berkontribusi terhadap kejadian stunting, yang dapat dikelompokkan menjadi faktor ibu, anak, dan lingkungan. Memahami faktor-faktor ini akan membantu Sahabat Fimela dalam upaya pencegahan yang lebih komprehensif.

Faktor Ibu:

• Asupan Gizi yang Tidak Memadai: Kurangnya zat gizi pada ibu selama kehamilan berdampak negatif pada perkembangan janin.
• Usia Ibu saat Hamil: Usia ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atau terlalu tua (lebih dari 35 tahun) saat hamil dapat meningkatkan risiko stunting.
• Tinggi Badan Ibu: Ibu dengan tinggi badan pendek (di bawah 145 cm) memiliki risiko lebih tinggi melahirkan anak stunting.
• Stres Selama Kehamilan: Stres pada ibu hamil juga dapat menjadi faktor penyebab stunting.
• Riwayat BBLR pada Kehamilan Sebelumnya: Riwayat bayi lahir rendah merupakan faktor risiko stunting.

Faktor Anak:

• Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau Prematur: Bayi yang lahir dengan BBLR atau prematur memiliki risiko lebih tinggi mengalami stunting.
• Infeksi Berulang: Penyakit infeksi seperti diare dan ISPA yang sering dan berulang pada anak dapat menyebabkan stunting.
• Kurangnya Asupan Gizi pada Bayi: Kurangnya pemberian ASI eksklusif dan pola pemberian makanan yang tidak tepat.

Faktor Lingkungan:

• Sanitasi Buruk dan Akses Air Bersih Terbatas: Lingkungan yang tidak sehat dan kurangnya akses terhadap air bersih dapat menyebabkan infeksi berulang pada anak.
• Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga: Pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan keluarga yang rendah dapat memengaruhi akses terhadap gizi dan pelayanan kesehatan.
• Pelayanan Kesehatan: Kurangnya akses atau kualitas pelayanan kesehatan juga berkontribusi pada stunting.

Dengan demikian, penanganan stunting memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan perbaikan gizi ibu hamil, peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan gigi, serta intervensi pada faktor-faktor risiko lainnya baik pada tingkat individu maupun lingkungan. Kesadaran dan tindakan kolektif dari seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini.

Sebagai aksi nyata untuk mendorong kesehatan gigi pada ibu hamil, digelar layanan pemeriksaan dan pengobatan gigi secara gratis, mulai dari pencabutan, penambalan gigi, perawatan gigi anak dan dewasa, hingga pemberian obat-obatan untuk lebih dari 450 warga Desa Senaru oleh Yayasan Kembara Nusa bersama GIGI.ID pada 16–20 Juli 2025 di Desa Senaru, dengan dukungan penuh dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM).Kegiatan ini juga melibatkan lebih dari 30 relawan medis dan non-medis dari berbagai wilayah di Indonesia, seperti Jakarta, Lampung, Riau, Bandung, Bali, dan Mataram, yang secara sukarela hadir untuk memperluas akses layanan kesehatan gigi di wilayah yang masih kekurangan tenaga medis.Antusiasme warga tampak tinggi, terutama dalam sesi edukasi menyikat gigi yang benar kepada seluruh siswa SD Negeri 1 Senaru, sebagai upaya membentuk kebiasaan sehat sejak dini. Selain menyasar anak-anak, kegiatan penyuluhan juga diberikan kepada puluhan kader desa yang dinilai memiliki peran strategis dalam mengedukasi masyarakat, khususnya ibu hamil dan orang tua balita.