Sukses

Lifestyle

Kisah Haru Remaja yang Hampir Kehilangan Hidup karena Sepelekan Kesehatan Mental

Fimela.com, Jakarta Pada bulan Mei lalu, Stacia Datskovska mendapati dirinya meringkuk di lantai dapur, mati rasa, dan menangis karena gangguan kesehatan mental yang dialaminya. Ibunya berdiri di sampingnya, memohon agar ia berhenti.

Ketika sang ibu menyadari bahwa Stacia tidak akan menanggapinya, ia memeluk sang anak. Mereka saling berpelukan untuk beberapa waktu dan ini terasa sangat menyedihkan.

Sampai Stacia merasa sangat lelah, jadi ia bangun dari posisinya, dan pergi tidur. Saat itu baru pukul 2 siang.

Episode itu bukan yang akhirnya mendorong orangtua Stacia untuk menyadari bahwa putri mereka membutuhkan intervensi dari luar untuk mengatasi depresi atau gangguan kesehatan mental yang dialaminya. Masih banyak tangisan yang intens dan serangan panik yang menghabiskan tenaga.

Setelah berjuang selama berbulan-bulan, ibunya dan Stacia memutuskan untuk menjadwalkan pertemuan secara virtual dengan dokter keluarga mereka. Itu adalah sesi singkat yang tidak lebih dari 15 menit dan setelah itu, Stacia diberikan resep Prozac, dosis harian sebanyak 10mg.

Prozac adalah antidepresan yang menjadi populer di tahun 1990-an dan saat ini merupakan satu-satunya obat dari jenisnya yang disetujui oleh FDA untuk digunakan oleh anak dan remaja. Stacia menemukan bahwa efek pengobatan tersebut mencengangkan untuk mengatasi gangguan kesehatan mental yang dialaminya, bukan dalam arti hiperbolik.

 

 

Stacia dan keluarga memerlukan waktu cukup lama untuk menyadari bahwa mereka membutuhkan bantuan

Ia lebih terkejut bahwa ia dan orangtuanya membutuhkan waktu cukup lama untuk menyadari bahwa mereka membutuhkan bantuan, tidak hanya konsultasi dengan dokter, namun juga perawatan kimia yang invasif. Padahal, pandangan keluarga Stacia tentang kesehatan mental secara umum sangat konservatif.

Mereka melihat dari sudut pandang yang terpisah dan memikirkan masalah yang terkait dengannya adalah sesuatu yang terjadi pada orang lain, namun yang pasti bukan diri mereka. Jadi, orangtuanya dan Stacia menghindari topik ini dalam diskusi harian dan menjadi tidak nyaman dengan cerita tentang masalah kesehatan mental seorang teman atau kenalan.

Meskipun sudah cukup dewasa, namun Stacia menyerap pandangan keluarganya tanpa pertanyaan. Hal ini membuatnya mengabaikan serangan kesedihan atau kecemasan sebagai sesuatu yang sementara dan bisa dihilangkan, jika ia berkemauan keras.

Setiap kali merasa sedih, ia akan menyalahkan diri sendiri karena tidak berterima kasih, karena tidak menemukan kegembiraan dan kepuasan dari apa yang dimilikinya sekarang, seolah-olah kesedihan dan rasa syukur adalah hal yang eksklusif. Seolah-olah kesedihan selalu menjadi pilihan.

Gangguan mental yang dialami Stacia di tengah pandemi adalah panggilan untuk bangun. Orangtuanya juga menjadi berpikiran lebih terbuka tentang masalah kesehatan mental, setelah menyaksikan putri mereka berjuang sangat keras dan menjadi lebih baik berkat perawatan medis.

Sejak Stacia mulai mengonsumsi antidepresan, ia dan keluarganya bicara terus terang tentang emosi mereka, ketakutan, kekhawatiran, kegembiraan, dan kesedihan sehari-hari yang muncul dalam diri masing-masing, seringkali tanpa peringatan. Melalui percakapan ini, mereka menjadi lebih berempati satu sama lain daan lebih memahami orang lain yang sedang mengalami hal serupa.

Secara keseluruhan, Prozac mengubah hidupnya dengan membantu Stacia menstabilkan suasana hati dan mempertahankan pandangan yang positif. Transparansi baru keluarganya dan kemauan untuk membahas kesehatan mental juga menjadi kekuatan pendorong di balik pemulihan Stacia.

Stacia bersyukur ia dan keluarganya mengambil langkah yang tepat

Antidepresan bukan untuk semua orang dan terkadang perlu beberapa saat bagi seseorang untuk menemukan antidepresan yang tepat untuknya. Beberapa orang bahkan mungkin mengabaikannya sama sekali.

Meskipun efek dari berbagai perawatan untuk masalah kesehatan mental sangat personal, dapat dikatakan bahwa penyakit mental itu sendiri menjadi semakin umum, terutama di kalangan anak muda. Menurut sebuah studi dari University of Michigan, sekitar 1 dari 7 anak dan remaja di Amerika Serikat menderita setidaknya 1 penyakit mental yang dapat diobati pada tahun 2016.

Namun, sekitar setengah dari anak dan remaja ini tidak menerima perawatan atau konseling. Statistik yang lebih baru justru lebih tidak menghibur, survei tahunan di tahun 2020 oleh American Psychological Association mengungkapkan bahwa generasi Z adalah kelompok usia yang paling rentan terhadap stres, menunjuk pada krisis kesehatan mental remaja yang berpotensi semakin buruk.

Ada kemungkinan untuk menafsirkan temuan ini, terutama jumlah anak muda dengan penyakit mental yang tidak diobati. Kaitannya dengan tantangan seperti harga perawatan kesehatan yang tinggi atau alat diagnostik yang terbatas untuk mendeteksi gangguan mental.

Namun, bagaimana jika penyebab lainnya adalah menghindari topik penyakit mental seperti di keluarga Stacia? Banyak orangtua seperti orangtua Stacia, mungkin merasa tidak nyaman memulai percakapan dengan anak mereka tentang kesehatan mental dan hal ini justru dapat membuat masalah tidak diperhatikan terlalu lama.

Saat membahas tentang kesehatan mental, terutama pada saat seperti ini, ketika orang dewasa muda semakin menemukan diri mereka terbatas pada rumah, keluarga harus membuat pilihan sadar akan kejujuran, transparansi, dan kerentanan. Stacia senang keluarganya membuat pilihan tersebut, karenanya, ia dan orangtuanya menjadi lebih bahagia dan sehat daripada sebelumnya.

#ChangeMaker

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading