Sukses

Lifestyle

Diary Fimela: La Dame in Vanilla, Populerkan Ekstrak Vanila Asli Indonesia hingga ke Kancah Internasional

Fimela.com, Jakarta Tahukah kamu, Indonesia adalah salah satu penghasil vanila terbesar kedua di dunia? Bahkan Indonesia menyumbang 23 persen kebutuhan vanila di dunia. Vanila dari Indonesia dikenal akan kualitasnya yang baik sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor.

Namun mirisnya, ekstrak vanila justru sulit ditemukan di Indonesia. Kalaupun ada, ekstrak vanila tersebut merupakan produk impor dengan harga yang cukup mahal dan memiliki kandungan alkohol. Padahal, ada banyak sekali resep kue yang membutuhkan ekstrak vanila sebagai salah satu bahan utamanya.

Berawal dari fakta tersebut, Lidya Angelina Rinaldi memutuskan untuk mencoba membuat ekstrak sendiri. Perempuan yang memiliki hobi baking ini bereksperimen setelah menemukan vanila beans di supermarket.

“Waktu itu aku bikinnya banyak banget, karena bertepatan dengan hari natal akhirnya aku berikan kepada beberapa kolegaku. Mereka ternyata suka dan beberapa bahkan menyarankan untuk dijual,” cerita Lidya saat dihubungi langsung oleh Tim Fimela.

Tantangan merintis bisnis ekstrak vanila

Pada tahun 2014 Lidya mulai memasarkan ekstrak vanila miliknya dengan nama La Dame Vanilla di daerah tempat tinggalnya di Bali. Namun ternyata, hal tersebut cukup sulit. Pada tiga bulan pertama penjualan tidak ada satu pun yang membeli ekstrak vanila buatannya.

Lidya menilai, ekstrak vanila masih terdengar asing di telinga masyarakat Indonesia yang terbiasa dengan artificial vanila. “Vanila yang diketahui masyarakat Indonesia adalah yang memiliki aroma seperti ice cream, padahal mereka lupa bahwa vanila merupakan rempah-rempah,” jelasnya.

Tantangan Lidya tak berhenti sampai disitu. Enam bulan kemudian, stok bahan baku vanila yang ada di supermarket sudah tidak tersedia lagi. “Akhirnya aku menghubungi dinas pertanian yang ada di Bali untuk menanyakan kebun vanila. Dan yang mengejutkan, mereka mengatakan tidak ada,” kata Lidya.

“Ternyata vanila yang aku beli kemarin merupakan sisa-sisa panen dari tahun lalu. Ini tentu mengejutkan, padahal Indonesia salah satu penghasil vanila terbesar di dunia,” sambungnya.

Perjalanan memperbaiki harga vanila di Indonesia

Meski demikian, hal ini tidak memutus impian Lidya untuk mempopulerkan vanila di Indonesia. Hingga pada akhirnya, Lidya pergi ke Jawa Timur untuk mengunjungi perkebunan yang pernah memproduksi vanila.

Setelah bertemu dengan salah satu petani bernama Marji, Lidya kini mengetahui alasan dibalik raibnya kebun vanila ialah karena harganya yang jatuh dan penanamannya yang sulit. “Tidak seperti kopi dan cokelat yang pada saat itu sedang tren di Indonesia,” ujar perempuan kelahiran 9 November 1987 itu.

Bahkan, vanila yang diproduksi di Indonesia juga jauh lebih banyak diekspor ke luar negeri. “Jadi diproduksi di Indonesia, branding di luar negeri, dan selanjutnya balik lagi ke Indonesia dengan harga yang mahal. Ini sangat enggak masuk akal,“ keluhnya.

Kenyataan pahit tersebut membuat Lidya semakin semangat bergerak. Setelah melalui proses panjang untuk meyakinkan para petani lokal, akhirnya para petani menyetujuinya untuk kembali membudidayakan vanila.

“Aku meyakinkan para petani akan memperbaiki harga vanila di pasaran. Dan impian tersebut terwujud. La Dame in Vanilla akhirnya bisa memperbaiki harga vanila di indonesia. Meskipun dengan perjuangan dan usaha yang cukup sulit, para petani sangat senang. Bahkan, saat ini mulai banyak orang yang menanam vanila,” kata Lidya dengan wajah sumringahnya.

Proses panjang untuk menghasilkan ekstrak vanila

Perlu diketahui, vanila merupakan rempah termahal kedua di dunia setelah safron. Bukan tanpa sebab, vanila memiliki proses yang cukup panjang mulai dari penanaman hingga panen.

Ibu dari dua anak tersebut menyebutkan bahwa vanila membutuhkan waktu 9 hingga 12 bulan untuk penanaman. Proses penyerbukan bunga vanila pun juga harus dilakukan secara manual dengan tangan.

Setelah berbunga dan mengeluarkan polongnya, vanila yang dipanen harus segera diproses. Proses vanila pun juga memakan waktu yang cukup lama, yakni 3 hingga 6 bulan. Setelah vanila menghitam, barulah vanila tersebut bisa melalui proses ekstraksi.

“Dalam proses ekstraksi, aku harus menempuh waktu hingga 3 bulan lamanya untuk dapat menghasilkan ekstrak vanila. Dan yang jelas, kami tidak menggunakan alkohol dalam setiap prosesnya, jadi La Dame in Vanilla halal MUI dan PIRT Certified,” pungkas Lidya.

Harapan Lidya untuk masyarakat Indonesia: Cintai produk lokal

Tak bisa dipungkiri lagi, market La Dame in Vanila selain domestik juga ekspor. Pada awal pandemi, Lidya mengaku mengalami kesulitan pengiriman barang karena banyaknya ekspedisi yang menutup pengiriman di beberapa negara. Namun hal itu justru membuat La Dame in Vanilla semakin fokus untuk domestic market.

“Karena memang misi La Dame in Vanila sendiri adalah untuk masyarakat Indonesia. Aku ingin masyarakat menikmati hasil bumi kita sendiri, jangan sampai hasil bumi kita yang memakai justru orang-orang luar," imbuhnya.

Di tahun 2017, peningkatan perkebunan vanila di Indonesia membuat negara kita sempat menempati posisi pertama sebagai penghasil vanila terbesar di dunia. Dan yang membanggakan, La Dame in Vanilla menjadi bagian dari proses tersebut.

Dengan kembali berkembangnya vanila di Indonesia, Lidya berharap masyarakat semakin sadar dan mulai mencintai produk-produk dalam negeri. “Selain itu, hal ini juga menjadi aksi kita untuk berdayakan petani lokal. Masyarakat juga patut bangga akan produk-produk lokal yang enggak kalah bagusnya dengan produk luar negeri.” harapnya.

Kini, La Dame in Vanila sukses melebarkan sayap hingga ke kancah internasional. Beberapa negara yang dijelajahi di antaranya Singapura, Malaysia, Australia, Brunei Darussalam, Jepang, Italia, Belanda, Jerman, Korea, Katar, Spanyol, Inggris, Dubai, Saudia Arabia dan masih banyak lagi.

#Elevate Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading