Sukses

Lifestyle

Kate Middleton dan Prince William, Cerminan Pernikahan Moderen?

The wedding of the 20th century, pada tahun 1981, yaitu pernikahan Pangeran Charles dan Lady Diana Spencer, begitu meriah dan dielukan oleh dunia ternyata tidak seindah cerita dongeng. Sebuah hubungan yang berakhir sangat buruk: skandal, perceraian dan, kematian serta tangisan di seluruh dunia.

royal wedding

Sehingga saat anak pertama dari pernikahan tersebut, Pangeran William, seperti berusaha mengulang kemegahan pernikahan 30 tahun yang lalu saat mengumumkan pertunangan dengan Catherine Middleton, sang Pangeran melakukan banyak hal beda. Dia memilih pasangan yang lebih tua (enam bulan), lulusan universitas yang sama dan sudah berpacaran cukup lama. Walaupun Kate Middleton bukan berasal dari keluarga berdarah biru, dia bisa menjadi Ratu Inggris pertama yang memiliki gelar sarjana, sehingga bisa dibilang, pernikahan mereka merupakan pernikahan dua orang yang setara. Dalam hal tersebut, pasangan baru ini merefleksikan perubahan faham pernikahan yang sudah merebak di dunia selama beberapa dekade. Yaitu sebuah hubungan yang setara.

Pada saat kecil kita sering berkhayal tentang pasangan hidup kita di saat dewasa nanti. Menikah dengan laki-laki idaman yang sempurna, membangun keluarga dengan anak-anak and happily ever after. Begitu menikah, merasa kecewa karena tidak memiliki hubungan yang sempurna dan beralih berusaha menjadi ibu dan istri yang ideal. Berusaha menjadi sesuai dengan apa yang diajarkan dan dianggap umum oleh lingkungan. Laki-laki bekerja dan mengharapkan agar perempuan melakukan hal-hal yang sama seperti ibu mereka dulu. Memasak, bebersih, mengurus anak dan melayani suami. Tapi jaman sudah berubah.

Perempuan sekarang punya lebih banyak kendali dalam pernikahan dibanding dulu. Perempuan bebas untuk menikahi siapa pun yang dia inginkan. Bisa memilih menikah dan juga punya karir. Kalau perempuan nggak bisa mempunyai anak, ada banyak opsi yang bisa membantu untuk hamil. Bahkan memilih untuk tidak mempunyai anak juga merupakan pilihan yang semakin wajar. Cukup mengejutkan juga betapa banyak yang sudah berubah, dari pakem yang dulu dimana laki-laki sebagai pemegang kendali sampai sekarang dimana perempuan dan laki-laki punya hak yang sama dalam menentukan suatu keputusan. Lingkungan tidak lagi memiliki banyak peranan dalam kehidupan pernikahan sebuah pasangan. Orang punya banyak pilihan dan lingkungan semakin menerima apapun pilihan yang ada. Agama masih memainkan peranan dalam pernikahan dimana perempuan harus mematuhi suaminya tapi dengan catatan si suami pun harus menghormati istri. Perempuan nggak cuma dipandang sebagai ‘sumber penghasil’ anak. Perempuan sekarang bebas untuk berada dalam profesi yang dilakukan laki-laki. Perempuan semakin educated dan dihormati.

Batasan pembagian ‘tugas’ secara gender pun semakin tipis. Perempuan nggak melulu mengurus rumah tangga, tapi juga mencari nafkah. Begitu pun laki-laki, nggak hanya jadi tulang punggung tunggal dalam mencari nafkah, tapi juga mengurus anak dan urusan domestik lainnya.

Perempuan di jaman moderen menikah untuk alasan yang berbeda dengan jaman dulu.  Perempuan menikah karena cinta dan ketertarikan fisik. Perempuan sekarang juga nggak harus menikah di usia muda. Bahkan kalau sekarang menikah saat masih remaja malah dipandang aneh. Walaupun dari dulu sampai sekarang, tetap tidak ada pernikahan yang sempurna, yang bersih dari masalah. Kebiasaan yang berbeda, karakter yang bertolak belakang, ego pribadi, sering menjadi masalah dalam pernikahan.

Cukup jelas terlihat kalau institusi pernikahan akan terus berubah dan berkembang. Agama dan lingkungan nggak memegang peranan yang besar dalam pernikahan. Perempuan punya lebih banyak pilihan dibanding dulu. Merupakan partner setara dalam pernikahan dibanding dulu. 

Perceraian juga lebih bisa diterima. Sudah banyak keluarga yang berubah karena perceraian.  Bahkan pandangan akan perceraian pun sudah berubah. Sebelumnya perceraian dianggap tabu but it has become just the way things are. Lebih dari 50% perceraian akan berlanjut lagi ke pernikahan berikutnya.

Sekarang, saat satu pasangan bercerai, perempuan biasanya yang memegang hak asuh. Pengadilan dan hukum yang ada sangat berhati-hati dan jarang mengambil seorang anak dari asuhan ibu kecuali pada situasi tertentu. Perceraian dilihat sebagai cara keluar dari pernikahan yang tidak mendatangkan kebahagiaan.

Couples are less likely to stick it out than they used to be. Untuk seorang perempuan perceraian memang berat tapi lebih mudah dibanding dulu. Seorang perempuan nggak akan dikucilkan karena bercerai dan biasanya menikah lagi setelahnya. Lingkungan nggak memegang peranan besar dalam perceraian seperti dulu.

Perempuan yang semakin punya kendali dan diakui oleh masyarakat tidak merasa harus bertahan pada pernikahan yang tidak membuat bahagia; dua pertiga dari perceraian, diajukan oleh perempuan. Bukan hanya tipe Sandra Bullock yang diperlakukan tidak baik oleh pasangannya, tapi juga tipe Tipper Gore yang anak-anaknya sudah besar dan tidak berpikir untuk menikah lagi. 

Pangeran William kabarnya sengaja berpacaran lama sebelum memutuskan untuk meresmikan hubungannya dengan Kate Middleton. Dia ingin Kate punya waktu untuk beradaptasi dan punya suara, "I wanted to give her a chance to see in and to back out if she needed to before it all got too much,"jelasnya November lalu.

Pernikahan adalah suatu proses kompromi terus-menerus yang harus dilakukan sejak awal. Pernikahan merupakan suatu ‘tugas’ yang harus dipikul oleh kedua belah pihak. Tidak ada yang lebih atau pun kurang. Kedua belah pihak berada dalam posisi yang setara, partner yang saling membantu dan menghormati untuk menjaga dan merawat hubungan pernikahan.

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading