Sukses

Lifestyle

Tuhan Selalu Punya Cara Terindah Memberikan Apa yang Kita Butuhkan

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Maret 2013, kala itu hampir setiap siswa kelas 12 tingkat SMA/MA sederajat tegah disibukkan dengan Ujian Nasional, tak terkecuali aku. Aku pun sangat bersemangat menyambut kisah baru dalam hidup dengan lulus dari seorang siswa menjadi seorang mahasiswa. Iya, mahasiswa, tepatnya mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Aku sangat bercita-cita bisa kuliah jurusan Psikologi di PTN.

Beruntung sekolahku memiliki jalur penyaluran siswanya ke beberapa PTN dengan sistem seleksi nilai rapor. Aku pun mengikutinya, aku mengikuti seleksi Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi negeri (SNMPTN) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (SNM PTAIN). Aku sangat bersemangat memilih jurusan favoritku yaitu psikologi, diikuti pilihan kedua bahasa Inggris.

Ilustrasi./Copyright pexels.com
Hari demi hari aku menunggu pengumuman. Hingga hari pengumuman tiba, aku belum berani melihat hasilnya secara online. Satu per satu aku tanya temanku bagaimana hasilnya. Iya, beberapa temanku lulus seleksi tersebut dan masuk kampus favorit, namun ada juga yang belum lulus. Hingga aku pun memberaniman diri melihat hasil tesku. Hm… kecewa, sangat kecewa. Aku dinyatakan belum lulus melalui kedua seleksi itu.

Sebulan kemudian, aku  kembali mengikuti seleksi PTN melalui jalur SBMPTN dan mandiri. Kedua tes ini, selain dengan cara mengerjakan soal yang tidak mudah, juga biayanya yang cukup mahal bagiku. Namun aku bertekad dan pecaya diri bahwa aku akan lulus masuk PTN melalui salah satu jalur ini. Setiap hari aku belajar, memperdalam materi, bertanya pada senior yang lebih dulu lulus, hingga mengikuti pembekalan bimbingan tes yang diadakan oleh organisasi mahasiswa. Waktu berjalan, aku mengikuti ujian seleksi, sampai akhirnya pengumuman tiba. Sama seperti pengumuman sebelumnya, pengumuan kelulusan kali ini pun secara online. Aku bergegas membuka website-nya. Kali ini teramat sedih, aku dinyatakan belum lulus lagi dalam kedua tes ini. Kali ini kekecewaan sangat mendalam, aku merasa telah belajar giat dan berdoa hingga ku yakin pasti lulus. Namun Allah SWT menginginkan hal lain.

Hingga beberapa hari setelah itu, aku memutuskan untuk masuk Perguruan Tinggi Swasta (PTS), namun karena kekalutan dan kekecewaan diri ku masih terasa. Aku tidak bisa berpikir jernih untuk memilih jurusan idamanku lagi. Ditambah PTS tersebut adalah kampus dengan biaya tinggi. Hingga saat di tempat pedaftaran, aku yang datang bersama ayahku mendaftar dengan memilih jurusan Pendidikan Bimbingan Konseling, sungguh sebenarnya aku tidak ingin jurusan ini, namun hanya ini jurusan dengan biaya paling murah di kampus tersebut. Akhirnya ayahku pun membayarkan pendaftaran dengan jumlah yang tidak sedikit.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Sepanjang perjalanan pulang dari pendaftaran, aku melihat ayahku menunduk terus. Nampaknya aku tahu apa yang ayahku pikirkan. Iya, ayahku sedang menghitung jumlah gajinya untuk bisa dibagi biaya asrama, uang saku, dan kuliah nanti. Sungguh sebenarnya aku tak tega melihat ayahku saat itu. Karena kutahu gaji ayahku yang pas-pasan sebagai seorang karyawan swasta. Hingga sampai di rumah, setelah ayah dan ibuku berunding memutuskan untuk menjual emas dan motor untuk biaya kuliah ku di PTS tersebut.

Saat itu hatiku sangat teriris, betapa kedua orangtuaku sangat ingin anaknya sukses hingga mau menjual apapun yang dimilikinya. Setelah aku berpikir bolak-balik, aku memutuskan untuk membatalkan niatku kuliah di PTS tersebut, lagi-lagi aku gagal dan mengecewakan kedua orangtuaku. Aku sangat tahu motor dan emas adalah materi keluargaku yang berharga selain rumah, kedua orangtuaku bersusah payah menabung untuk membelinya, apalagi keluargaku hanya memiliki satu kendaraan saja, yaitu motor tersebut.

Jadi Mahasiswa
Dengan berat hati aku memutuskan untuk masuk salah satu PTS yng berada lebih dekat dengan rumah dan biaya pendidikan yang terjangkau. Aku mengambil jurusan Sastra Inggris. Terus terang saat itu yang aku rasakan adalah malu, iya malu. Karena PTS tersebut telah ter-stereotip kurang berkualitas. Namun kucoba ikhlas menjalaninya, aku belajar dengan tekun dan giat. Semua di luar dugaan, hari demi hari ku alui sebagai mahasiswa dengan bahagia, aku pun sangat akrab dengan teman-teman sekelasku, kami sering menghabiskan waktu berkumpul setelah kuliah selesai. Aku betul-betul menemukan keluarga baru dan melupakan kekecewaanku.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Hingga pada semester dua, aku berpikir untuk mencoba mengikuti tes PTN kembali, namun aku masih dihantui takut merasakan kekecewaan mendalam yang dulu. Namun aku rubah mindset-ku. Saat itu aku berpikiir jika memang Allah SWT menakdirkan untuk bisa duduk di bangku kampus PTN aku akan sangat bersyukur, namun jika memang tidak lulus kembali juga tidak masalah, aku akan menjalani kuliah yang saat ini aku jalani dengan bahagia dan semangat.

Hingga jadwal pun tiba, kebetulan teman sekelasku ada yang ingin mecoba kembali daftar ke PTN yang sama denganku, dia pun sama belum lulus tahu lalu. Akhirnya kami pun daftar dan mengurus administrasi bersama. Jadwal ujian tiba, aku mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Ada sedikit peredaan yang aku rasa dengan tahun lalu. Jika tahun lalu aku dihantui rasa takut tidak lulus dan menanggung malu. Namun saat ini aku lebih tenang dan memasrahkan semuanya pada Allah SWT.

Hingga pengumuman pun tiba, saat itu bertepatan dengan bulan Ramadan. Setelah salat tarawih, aku membuka website pengumuman. Aku membaca sholawat selama menunggu loading koneksi internet tersebut. Hingga aku perhatikan dari daftar nama-nama yang lulus ada salah satu namaku. Sangat berucap syukur aku utarakan. Allah menakdirkan aku untuk bisa duduk berkuliah di PTN, dan temanku juga lulus dalam tes tersebut.

Setelah beberapa hari pengumuman, aku belum mengabari orangtuaku. Karena memang aku tidak bilang sama sekali bahwa aku mengikuti tes PTN lagi, untuk biaya pendaftaran pun, aku memakai uang tabungan sendiri. Beberapa minggu, akhirnya aku kabari kedua orangtuaku. Dan kedua orangtuaku pun menyerahkan semua keputusannya padaku. Karena ini menyangkut diri dan masa depanku, beliau hanya bisa mendukung dan berdoa apa pun keputusan anaknya semoga adalah yang terbaik. Akhirnya, aku pun pindah kuliah. Awalnya terasa sangat sedih, karena memang aku sungguh menemukan keluarga baru di kampus pertamaku kuliah. Dengan dosen-dosen pun kami merasa dekat. Inilah titik aku merasakan Allah SWT sengaja menitipkanku untuk mencicipi dan mengubah mindset untuk tidak mudah berpersepsi secara dangkal.

Babak Baru
Tahun ajaran baru aku pun kuliah di kampus PTN dengan jurusan Komunikasi, iya pilihan pertama memang aku memilih Psikologi lagi, dan pilihan kedua ku oba memilih Komunikasi dan baru di pilihan kedua ini aku lulus. Sebuah jurusan yang memang sempat kupikirkan sebelumnya. Waktu demi waktu ku nikmati sebagai mahasiswa baru, mengikuti berbagai diskusi, seminar, dan mendaftar organisasi ekstra mau pun intra. Di sinilah ku merasa rencana Sang Pencipta begitu indah. Aku mengikuti salah satu organisasi mahasiswa di bidang broadcasting, di sinilah aku menemukan passion-ku.

Ilustrasi./Copyright pexels.com

Sejak Aliyah, aku memang menyukai dunia kepenulisan, jurnalistik, dan public speaking, dengan mengikuti ekstrakurikuler Jurnalistik. Namun aku merasa itu bukanlah pilihan cita-cita ku, itu hanya selingan kegiatan anak sekolah seperti biasanya. Kemudian saat masuk kuliah, berkat jurusan komunikasi dan organisasi broadcasting tersebut, aku merasa jalan Allah SWT sangat indah. Dasar-dasar ilmu ini sejak Aliyah sangat berguna. Ternyata  Allah SWT tidak meloloskanku tahun lalu karena saat itu aku memilih Psikologi dan Bahasa Inggris, bukan komunikasi, kemudian Dia menakdirkanku untuk berkuliah terlebih dulu di salah satu PTS yang di mana aku menemukan kelarga baru yang nyaman dan harmonis sampai sekarang, kami sangat akrab.

Saat itu terlintas Jurusan Komunikasi untuk kuambil, tanpa kupikirkan lama sebelumnya. Ternyata di sinilah aku menemukan passion. Aku berlatih public speaking, broadcasting, menulis, teknik kamera, berani mengenal dan mengikuti pelatihan komunikasi di berbagai tempat, semua ada di sini. Hingga aku pun tercatat sebagai reporter salah suatu komunitas yang meliput di tingkat Parlemen dan beberapa tulisanku mampu tembus dalam media nasional. Saat ini aku sedang merampungkan skripsiku yang juga bertema jurnalisik sesuai passion-ku. Semoga ridho orangtua dan Allah SWT senantiasa menyertaiku.

Aku merasakan alur hidup yang Allah SWT takdirkan padaku sangatlah apik. Satu per satu Dia berikan secara bertahap, agar aku mampu untuk terus bersyukur dan bekerja keras. Hingga suatu saat aku akan merasakan bahagia dan bermanfaat bagi orang lain dari usahaku.




(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading