Sukses

Lifestyle

Saat Hidup Terasa Berat, Tuhan Memberi Kekuatan Melalui Senyuman Seseorang

Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita di balik setiap senyuman, terutama senyuman seorang ibu. Dalam hidup, kita pasti punya cerita yang berkesan tentang ibu kita tercinta. Bagi yang saat ini sudah menjadi ibu, kita pun punya pengalaman tersendiri terkait senyuman yang kita berikan untuk orang-orang tersayang kita. Menceritakan sosok ibu selalu menghadirkan sesuatu yang istimewa di hati kita bersama. Seperti tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba Cerita Senyum Ibu berikut ini.

***

Oleh: Gloria Fharida Angelia

Aku adalah seorang perempuan yang berusia hampir tiga puluh tahun. Aku sudah menjadi seorang istri dari laki-laki terbaik pilihanku sekaligus ibu dari sosok gadis kecil bernama Elea. Ibu menyebut namamu dalam sepenggal tulisan ini supaya mereka yang membacanya mengetahui betapa aku sangat beruntung menjadi ibumu. Ini bukan menceritakan diriku yang utama, tetapi seseorang yang membuatku menjadi sosok seperti ini. Ya, dia adalah ibuku.

Ibuku memiliki empat permata hati, begitu sebutannya pada kami anak-anaknya. Aku beruntung menjadi anak kedua dalam keluarga ini karena memiliki seorang kakak perempuan dan dua orang adik yang sangat menggemaskan. Hidup kami bisa dibilang berkecukupan hingga sampai titik dimana bapak jatuh sakit, tidak berdaya, dan tidak bisa bekerja lagi untuk sementara waktu.

Sebagai orang tua yang memiliki tanggungan empat orang anak, ibuku berinisiatif untuk menafkahi keluarga. Ibu meminta izin kepada bapak untuk menjual perhiasannya agar dapat digunakan sebagai modal usaha. Seingatku saat itu semua uang tabungan orangtua kami habis untuk biaya pengobatan bapak.

Kegiatan pagi keluargaku pun berubah semenjak bapak sakit. Kakakku yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama harus membantu ibu menyiapkan sarapan dan makan siang untuk ketiga adiknya sedangkan aku menjaga dua adikku saat ibu menyiapkan semua kebutuhan bapak. Setelah aktivitas pagi di rumah selesai, barulah kami berangkat ke sekolah. Kebetulan sekolah dasarku bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Sebelum bapak sakit, beliaulah yang mengantarkan aku dan kakakku ke sekolah karena kedua adikku belum mengenyam bangku pendidikan.

Sepulang bersekolah aku membantu ibu berjualan keliling. Ibuku membawa barang jualannya berupa pakaian daster, baju dan celana anak kecil bahkan sampai seprei yang dibelinya dari Pasar Tanah Abang dan dimasukkannya ke dalam sebuah tas besar. Saat itu aku mendapat tugas untuk membantu ibu berjualan sembari memegang buku catatan berisi info barang jualan apa saja yang sudah laku terjual sedangkan kakakku mendapat tugas untuk menemani kedua adik kami yang masih kecil di rumah sambil menjaga bapak yang hanya bisa terbaring lemah di tempat tidurnya.

Aku dan ibu berjalan memasuki gang demi gang, menawarkan barang jualan ke orang-orang yang kami temui. Tidak dapat dipungkiri bahwa lelah itu datang menghampiri tubuh kecilku namun genggaman tangan ibu seakan memberi kekuatan meski matahari bersinar dengan teriknya. Senyum bahagia terpancar dari wajah ibu tiap kali ada orang yang hendak membeli barang dagangannya.

Ibu Selalu Menyemangatiku

Menjadi seorang ibu dan memiliki anak yang mempunyai banyak keinginan tidaklah mudah. Suatu ketika aku ingat betul pernah menangis meminta uang untuk membayar les bahasa Inggris di sebuah lembaga kursus. Sebelum bapak sakit, ibu selalu tepat waktu membayar uang les aku dan kakakku.

Semua berubah dalam seketika dan mungkin naluriku sebagai anak kecil waktu itu belum bisa mengerti benar kondisi keuangan keluarga kami yang sangat terhimpit. Saat itu ibuku hanya tersenyum sambil berkata, "Ditunda sebentar ya nak bayar lesnya, tunggu ada hasil jualan ibu dulu pasti nanti akan dibayar." Kemudian kedua tangan ibu memeluk tubuh ini dengan hangatnya. Andai aku lebih bijak saat itu, mungkin aku akan berkata lebih baik les tambahan ini diberhentikan sehingga tidak akan menambah beban pikiran kedua orangtuaku. Ibu maafkan aku yang dulu.

Waktu terus berjalan dan kehidupan berubah. Kini aku dan suamiku sudah membangun keluarga kecil bersama anak yang dititipkan Sang Pencipta. Masih terasa jelas dalam ingatanku saat hendak melahirkan buah hati kami. Ibu dan adik bungsuku yang menemani ke rumah sakit karena saat itu aku dan suamiku terpisah jarak karena tuntutan pekerjaannya.

Setiap kata yang keluar dari mulut ibu seperti endorfin sehingga datangnya "gelombang cinta" bisa aku rasakan dengan hati yang tenang. Ibu tersenyum sambil mengusap kepalaku dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Senyuman ibu membuatku kuat melalui proses persalinan hingga lahirlah bayi kecil mungil nan cantik, cucu perempuan pertama dalam keluarga orangtuaku setelah sebelumnya sudah ada tiga cucu laki-laki yang mana ketiganya adalah anak kakakku. 

Senyuman Ibu

Sekarang aku merasakan bagaimana menjadi seorang ibu yang juga bekerja di kantor. Tidak jarang ketika tiba di rumah dengan rasa lelah dan mata yang menahan kantuk, anakku yang masih berusia tujuh belas bulan dengan wajah polosnya mengajakku bermain. Aku tersenyum dan dia memelukku seakan dia tahu bahwa senyuman itu adalah tanda bahwa aku menerima ajakannya bermain.

Bukan hal yang mudah menjalankan peran seorang ibu, kita tidak hanya bertugas melahirkan sosok manusia kemudian melepasnya begitu saja tetapi lebih dari itu, ada cinta tulus yang tidak bisa dinilai dengan apa pun dan dorongan dari dalam diri untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik. Seorang ibu rela menahan laparnya demi anak-anaknya, rela menahan sakitnya demi keutuhan sebuah keluarga, rela menahan sedihnya demi melihat anak-anaknya hidup berkecukupan, dan banyak lagi pengorbanan yang dilakukan.

Jika Sang Pencipta izinkan, aku hanya ingin selalu bisa melihat dan merasakan senyum hangat ibuku. Senyuman ibu saat aku lulus wisuda sarjana, senyuman ibu saat aku menceritakan ada pria yang sedang mendekatiku, senyuman ibu saat melepasku untuk menikah dan hidup dengan pria yang aku cintai, senyuman ibu saat mendengar kabar bahwa aku sedang mengandung calon cucunya, senyuman ibu saat melihatku menangis memeluk anak perempuanku untuk pertama kalinya dan banyak lagi senyuman ibu yang ingin aku lihat dengan kedua mataku.

Terima kasih ibuku, senyumanmu menjadi salah satu penolong untuk jiwaku tetap tegar menjalani kehidupan ini. Ibu selalu mengingatkan keempat anaknya bahwa ujian hidup mungkin bisa merampas harta duniawi seseorang. Tidak peduli seberapa sering air mata kesedihan menghampiri, ada kalanya Tuhan memberikan kekuatan melalui senyuman seseorang. Itulah alasan ibuku tetap tersenyum saat keadaan tidak baik sekali pun. Selamat Hari Ibu untuk perempuan terbaik yang pernah aku kenal. Semoga senyuman yang aku miliki ini pun bisa menjadi "lilin" yang menyinari sekitarnya.

#ElevateWomen

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading