Bahaya Pemasaran Produk Makanan Tidak Sehat bagi Anak

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, pemasaran produk makanan yang tidak sehat kepada anak-anak di Indonesia menjadi perhatian serius. Mengapa demikian? Karena hal ini dapat mengancam kesehatan generasi muda. Sebagian besar produk makanan dan minuman yang diiklankan kepada anak-anak di Indonesia mengandung kadar gula, lemak jenuh, lemak total, natrium, dan kalori yang melebihi batas aman yang ditetapkan oleh WHO.

Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena dapat meningkatkan risiko obesitas dan penyakit tidak menular seperti diabetes tipe 2, hipertensi, dan penyakit jantung pada usia muda. 

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa,  19,7% anak usia 5-12 tahun dan 14,3% anak usia 13-18 tahun mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. 97,6% anak di Indonesia berusia 5-19 tahun tidak mengonsumsi lima porsi buah dan sayur yang direkomendasikan setiap hari.

Lebih dari separuh (54,6%) anak usia 5-19 tahun mengonsumsi setidaknya satu minuman berpemanis setiap hari. 

Perusahaan makanan menggunakan berbagai strategi pemasaran yang agresif dan persuasif untuk menargetkan anak-anak. Salah satu taktik yang sering digunakan adalah dengan menggandeng selebriti dan influencer yang populer di kalangan anak-anak. Selain itu, mereka juga memanfaatkan ajakan emosional, memberikan hadiah menarik, dan menciptakan visual yang menarik perhatian.

Anak-anak, yang umumnya belum memiliki pemahaman yang mendalam mengenai tujuan promosi dalam iklan, sangat rentan terhadap pengaruh ini. Iklan seringkali menampilkan produk secara mencolok, membangun kesadaran merek dan loyalitas sejak usia dini. Hal ini membuat anak-anak cenderung meminta atau memilih produk tersebut saat berbelanja bersama orang tua mereka.

Selain itu, penggunaan maskot atau karakter kartun yang lucu dan menggemaskan juga menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak. Mereka merasa lebih dekat dan tertarik dengan produk yang menampilkan karakter favorit mereka. Strategi ini terbukti efektif dalam meningkatkan penjualan produk makanan tidak sehat di kalangan anak-anak.

Pemasaran makanan yang tidak sehat adalah pendorong utama di balik meningkatnya angka kelebihan berat badan dan obesitas. Saluran digital, termasuk media sosial, memperkuat pengaruh pemasaran makanan yang tidak sehat. Indonesia memiliki 167 juta pengguna media sosial aktif, merupakan 60,4% dari populasi, menjadikan platform digital sebagai ruang iklan utama (DataReportal, 2023).

Remaja adalah pengguna internet yang paling sering di antara semua kelompok umur, dengan tingkat penetrasi internet sebesar 99,1% di antara mereka yang berusia 13-18 tahun pada tahun 2021-2022 (DataIndonesia, 2022).

Studi terbaru dari UNICEF mengatakan penggunaan media sosial untuk mempromosikan konsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat di kalangan anak-anak di Indonesia 295 iklan media sosial dari 20 merek makanan dan minuman terkemuka dianalisis di tiga platform: Facebook, Instagram, X. Empat kategori makanan: makanan ringan, makanan olahan, minuman ringan, dan makanan cepat saji.

Di antara 20 merek besar, 85% mempromosikan setidaknya satu produk yang tidak sesuai untuk target pemasaran anak-anak Mayoritas dari produk tersebut melebihi ambang batas WHO untuk satu atau lebih zat gizi yang menjadi perhatian: Gula total – 96%, Lemak jenuh – 100%, Lemak total – 77%, Natrium – 77%, dan Energi – 100%

Regulasi di Indonesia terkait iklan makanan tidak sehat masih tergolong lemah, terutama dalam hal pengawasan dan penegakan hukum di media digital. Kebijakan yang ada saat ini belum sepenuhnya mengatur seberapa sering dan luas jangkauan iklan, serta seberapa kuat strategi yang digunakan untuk memengaruhi perilaku anak. Hal ini menjadi celah bagi perusahaan makanan untuk terus melakukan pemasaran yang agresif dan menargetkan anak-anak.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan regulasi yang lebih ketat dan efektif untuk membatasi pemasaran makanan tidak sehat kepada anak-anak. Beberapa negara lain, seperti Chile, telah menerapkan kebijakan yang melarang iklan makanan tidak sehat di televisi dan media sosial pada jam-jam yang banyak ditonton oleh anak-anak. Selain itu, mereka juga mewajibkan adanya label peringatan pada produk makanan yang tinggi gula, lemak, dan garam.

Kurangnya pengawasan dan penegakan peraturan yang ada telah mengakibatkan pembatasan yang tidak efektif terhadap pemasaran makanan yang tidak sehat kepada anak-anak, terutama melalui media digital dan media sosial. Peraturan yang ada saat ini tidak cukup mengatur paparan (frekuensi dan jangkauan) atau kekuatan (strategi yang dirancang untuk memengaruhi perilaku) dari pemasaran produk makanan ini.

Rekomendasi

· Memperkuat peraturan untuk pemasaran digital makanan tidak sehat.

· Menegakkan pembatasan penggunaan taktik persuasif (misalnya, influencer, imbalan) dalam iklan media sosial.

· Mengembangkan Model Profil Gizi nasional untuk memberikan dasar ilmiah dalam mengklasifikasikan produk yang tidak sesuai untuk dipasarkan kepada anak-anak.

· Meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya pemasaran makanan yang tidak sehat, dengan fokus pada anak-anak dan orang tua/pengasuh mereka.