Flirting Style Ala Gen Z vs Millennials, Siapa yang Lebih Jago Bikin Baper?

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, flirting atau menggoda gebetan kini bukan lagi sekadar tatap-tatapan malu-malu seperti di film tahun 2000-an. Di era digital saat ini, cara seseorang menunjukkan ketertarikan bisa berubah—bahkan tergantung dari latar belakang generasinya. Gen Z dan Millennials, dua kelompok usia yang sama-sama aktif secara online, ternyata punya pendekatan yang sangat berbeda dalam urusan menarik perhatian lawan jenis, lho.

Perbedaan ini tak hanya soal gaya komunikasi, tapi juga menyangkut nilai-nilai, cara berpikir, hingga ekspektasi mereka terhadap hubungan. Gen Z yang lahir di era media sosial tumbuh dengan kecepatan komunikasi instan, sementara Millennials dibentuk oleh pengalaman berkirim pesan yang lebih lambat dan emosional. Maka tak heran jika gaya flirting mereka pun mencerminkan kebiasaan masing-masing.

Dilansir dari beberapa sumber termasuk partner.native.fm dan theknot.com, berikut adalah lima aspek utama yang menunjukkan perbedaan gaya flirting Gen Z dan Millennials—mulai dari cara memulai obrolan sampai tujuan akhir dari hubungan itu sendiri.

Bagi Gen Z, flirting dimulai dari hal yang sederhana, seperti mengirim emoji, GIF yang lucu, atau sekadar me-reply story Instagram gebetan dengan sticker. Hal itu dilakukan bukan sekadar iseng, melainkan mengandung pesan yang tersirat alias kode. Mereka percaya bahwa flirting tak harus berat; cukup memberikan sinyal yang playful dan santai.

Sedangkan, Millennials biasanya lebih mengandalkan kata-kata dan kalimat pembuka yang sopan tapi punya makna, seperti, “Hai, boleh kenalan?” atau “Kamu suka baca buku jenis apa?”. Sehingga, bentuk flirting-nya terasa lebih dewasa. Dalam arti lain, mereka suka flirting yang bukan sekadar fun, tetapi juga thoughtful.

2. Gaya Komunikasi: Cepat vs Bertahap

Gen Z terbiasa dengan komunikasi yang cepat, bahkan instan. Sehingga, bagi mereka, membalas dalam hitungan detik dianggap normal, namun jika seseorang membalas pesan dengan lambat, bisa dianggap tidak tertarik. Mereka juga lebih nyaman berpindah dari teks ke voice note atau video pendek untuk menunjukkan ekspresi yang lebih nyata.

Sementara itu, Millennials terbiasa dengan gaya komunikasi yang lebih pelan dan bertahap. Mereka tak terlalu memusingkan jeda waktu balas pesan, dan justru menikmati obrolan panjang yang mendalam. Bagi mereka, flirting bukan soal cepat dapat respons, tapi tentang membangun koneksi secara perlahan dan bermakna.

Menariknya, Gen Z mulai mengalami kejenuhan terhadap aplikasi kencan dan justru lebih memilih bertemu secara langsung, misalnya di kampus, komunitas, atau lewat pertemanan. Mereka menganggap pertemuan langsung lebih jujur dan tidak mudah dimanipulasi seperti halnya profil online, karena mereka percaya bahwa chemistry akan terasa lebih real saat bisa melihat ekspresi lawan jenis secara langsung.

Sedangkan Millennials—yang tumbuh saat Tinder mulai naik daun—menganggap dating apps sebagai tempat sah untuk memulai. Mereka tidak merasa risih mencari cinta dari platform digital. Bahkan banyak yang menemukan pasangan hidup dari obrolan ringan via chat. Bagi mereka, aplikasi bukan masalah; yang penting kualitas interaksinya.

4. Nilai dalam Hubungan: Fleksibel vs Komitmen

Meski dikenal fleksibel dalam menjalin relasi, Gen Z sebenarnya tetap menghargai komitmen. Hanya saja, mereka tidak terburu-buru. Mereka ingin mengenal seseorang tanpa tekanan untuk segera punya label. Situationship, talking stage, bahkan FWB masih dianggap wajar selama ada komunikasi yang jujur dan sehat.

Millennials cenderung lebih tegas, maka flirting biasanya jadi pintu masuk ke hubungan serius. Mereka umumnya sudah punya visi—entah itu menikah, punya rumah, atau membangun keluarga. Jadi saat mereka flirting, niatnya sudah jelas. Itu kenapa Millennials juga lebih cepat merasa ilfeel jika seseorang terlalu “main-main” atau tidak transparan sejak awal.

Bagi Gen Z, flirting sering kali jadi cara untuk mengeksplorasi dinamika sosial dan bersenang-senang tanpa tekanan. Flirting bisa terjadi hanya karena iseng, penasaran, atau ingin menguji vibe seseorang. Namun ketika merasa cocok, mereka bisa cepat menunjukkan ketertarikan secara terang-terangan.

Sebaliknya, Millennials menjadikan flirting sebagai fondasi awal dalam membangun koneksi emosional. Mereka lebih jarang flirting hanya untuk main-main. Bahkan ketika bercanda, seringkali ada niat mendalam untuk mengenal karakter orang tersebut. Bagi mereka, flirting adalah bagian dari proses mengenal dengan serius.

Sahabat Fimela, jadi siapa yang lebih jago bikin baper? Jawabannya adalah tergantung siapa yang kamu temui dan apa yang kamu cari dalam sebuah hubungan. Kalau kamu lebih suka sinyal cepat dan vibes yang playful, Gen Z bisa jadi andalan. Tapi kalau kamu mencari kedekatan emosional yang hangat dan konsisten, Millennials siap bikin kamu luluh!