Tokyo Camii, Jejak Islam Tepat di Jantung Jepang

Asnida Riani diperbarui 09 Jun 2016, 21:08 WIB

Fimela.com, Jakarta Kubah biru lembut dengan kelabu abu bercampur putih sebagai 'selimut utama', serta 'tubuh' bangunan yang terbilang berisi, apakah ini Blue Mosque? Namun kemarin kamu apply visa Jepang, bukan Turki? Tenang saja, kamu tak sedang tersesat di Istanbul sana kok, melainkan benar sedang berada di negeri matahari terbit.

Berada di kawasan yang terbilang tenang di Yoyogi Uehara, hanya terpisah sedikit dari sibuk metropolitan Tokyo di antara Shinjuku dan Harajuku, julangan menara dan kubah Tokyo Camii menarik di antara bangunan monoton di sekitarnya. Ya, ini merupakan masjid terbesar di Jepang.

 

Sempat disinggung di awal, tak heran kalau banyak orang yang langsung mengidentikkan Tokyo Camii dengan Blue Mosque. Pasalnya, sebagaimana diwartakan nippon.com, terlepas dari air, beton, dan dan baja, semua material Tokyo Camii dibawa langsung dari Turki.

Selanjutnya nippon.com pun melaporkan, sekitar ratusan seniman Turki bekerja selama setahun untuk membangun tingkat ke-dua Tokyo Camii dan pusat budaya di lantai dasar. Bangunan ini sendiri sebenarnya adalah hasil karya seni. Di samping itu, atap Tokyo Camii juga didatangkan langsung dari Asia Tengah.

 

"Sayangnya, dari sekian banyak sejarah Jepang, tak ada satu pun yang bersentuhan langsung dengan Islam. Ajaran ini dibangun oleh muslim Tartar yang jadi pengungsi setelah Revolusi Rusia di tahun 1917," papar Nurullah Ayaz, imam Tokyo Camii kepada nippon.com. Asli etnis Turki, yang pertama dilakukan muslim Tartar, yakni membangun masjid. Maka rampunglah Tokyo Camii di tahun 1938.