Be Wise, Be Healthy

Fimela diperbarui 30 Jun 2013, 13:00 WIB

You heard it, seiring dengan kedewasaan – dan wawasan – yang bertambah, tentu Anda tak akan pernah menyepelekan faktor kesehatan Anda, kan?

Hari sudah malam. Anda sedang berdiri di depan lemari es yang terbuka, mengamati lekat segala makanan yang ada di dalamnya. You’re hungry; dan rasanya Anda bisa melahap semuanya: Roti putih dengan peanut butter; sepotong paha ayam - minus nasi karena Anda penganut “sekte” antikarbohidrat – dan french fries yang mesti Anda goreng dulu (umm, terlalu effort, selalu ada opsi delivery fast food yang nomornya sudah masuk speed dial); kue brownies buatan anak kantor dan segelas susu hangat; mie instan favorit tiap warga tanah air yang sekarang tersedia dalam beragam rasa. ATAU, Anda bisa memilih satu mangkuk buah-buahan tropis; Pepaya, semangka, jeruk, melon, pisang, dan sebagainya. Hmm, kenapa pilihan sebelumnya jauh lebih menarik, ya? Tapi, di satu sisi, hati Anda juga berteriak, “I don’t want to be faaaaat....”

Sementara itu, selama Anda kelimbungan mempertimbangkan makanan apa yang bakal lolos seleksi masuk ke perut, terus terngiang kata-kata yang baru Anda singkap hari ini: “Saat Anda sehat, maka tubuh akan mencari berat idealnya sendiri, turun atau naik.” Suatu konsep yang sangat menggugah pikiran lantaran asing bagi Anda (begitupun Cosmo!), selama ini motivasi di balik menjalani diet baru tak jauh-jauh dari misi mengurangi digit pada timbangan. Supaya kurus. Supaya nggak gendut. Supaya berat badan ideal. Tapi tak pernah terpikir tuh tujuan utamanya supaya....sehat.

“Ya, itulah miskonsepsi utama selama ini yang berkaitan dengan orang diet, penekanannya selalu adalah, supaya kurus,” ujar Erikar Lebang, praktisi yoga dan pengarang buku Mitos dan Fakta Kesehatan. “Padahal, kalau tubuh sehat, dan fungsi organ tubuh semuanya berjalan dengan sempurna, maka berat ideal pun akan datang dengan sendirinya.”

Namun, sayangnya, mayoritas orang zaman sekarang – terutama yang tinggal di perkotaan – cenderung memilih tidak mau direpotkan atau semata tidak mengacuhkan makanan apa yang baik baik mereka. Akhirnya mereka  berpaling ke makanan cepat saji dan cepat produksi (yang dengan mudah Anda dapatkan di minimarket), ke obat-obat pelangsing tubuh yang menawarkan solusi instan. Dampaknya mungkin tak Anda rasakan saat ini, tapi waspadailah masa tua Anda nantinya.

There ara healthier ways, ladies, dan triknya adalah tahu – dan mengerti – apa yang dimakan, kapan dimakannya, dan bagaimana memakannya. Setelah membaca artikel ini, coba buka lagi pintu kulkas Anda – it’s time to rejuvenate!

PICK YOUR FOOD

Sekarang, Anda berdiri di salah satu lorong supermarket, galau menatapi opsi makanan yang ditawarkan. Hati-hati, dear, karena menurut banyak ahli gizi, yang Anda lihat sebenarnya bukanlah makanan, tapi sebuah “produk” yang telah diproses sedemikian rupa sehingga kandungan vitamin dan nutrisinya mendekati nol.

“Tren comfort food cukup marak saat ini,” ujar J. Michael Zenn di bukunya The Self Health Revolution. “Orang makan bukan karena lapar, tapi malah untuk comfort. Makanya kian banyak yang berpaling ke ‘dead food’, yaitu  jenis makanan yang terlalu intensif diproses sehingga tak ada khasiat kesehatannya sama sekali bagi manusia. Kita mesti menyeimbangkannya dengan menu living food.”

Apa saja yang termasuk living food? You guessed it, segala jenis buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian – yang tidak diproses. Organic is better, karena itu akan menjamin makanan Anda bebas pestisida, tapi kalaupun sulit mendapatkannya, tak perlu khawatir, pastikan saja Anda membersihkannya secara menyeluruh di bawah air yang mengalir.

Tapi, menurut Zenn, tidak apa-apa kok sesekali mengonsumsi dead food. Semakin Anda menahan diri untuk mencoba, maka akan semakin besar craving Anda – right, ice cream lovers? Just don’t forget to eat your living foods afterwards...

PREPARE YOUR FOOD

Yes, Anda boleh berpikir kalau dengan menyantap sajian sayur-sayuran dari restoran dekat kantor sudah mencukupi kebutuhan nutrisi Anda. Tapi, Anda tak pernah tahu kan seberapa panas – dan sering – mereka memasak sayuran tersebut. Dalam suhu panas 118 derajat celcius, segala vitamin yang terkandung di dalamnya akan menguap.

Cosmo mengerti, ritme kerja Anda terlalu padat untuk memikirkan hal itu, that’s why, cobalah imbangi dengan menyiapkan menu makan malam yang mayoritas terdiri dari salad mix (romain lettuce, endive, paprika, baby kailan, kol merah, wortel – the choice is endless!), olesi dengan olive oil (sarat vitamin E) atau apple cider sesuai selera. Kalaupun mau dimasak atau direbus, do not overheat it.

Tak perlu bertransformasi menjadi vegetarian kok, kalau mau Anda boleh saja menambahkan irisan steam tuna. Jadilah seorang flexitarian, yang menurut Dawn Jackson Blatner dalam buku The Flexitarian Diet, “Tidak akan menghilangi atau mengurangi apa yang jadi menu sehari-hari Anda, justru akan menambah isi piring Anda, terutama dengan jenis sayuran dan buah yang lebih  bervariasi.” Interesting, right?

WHEN TO EAT...

Tubuh Anda memiliki siklus fisiologis berdurasi 24 jam yang disebut ritme sirkadian, yang kurang lebih serupa dengan ritme aktivitas harian Anda: Bangun jam 06.00, sarapan jam 07.00, berangkat kerja jam 08.00, bekerja 9 – 5 yang diselingi waktu lunch sejam. Nah, semakin Anda “mematuhi” ritme sirkadian - yang berarti tahu waktunya makan dan waktunya beristirahat – maka semakin lancar organ internal Anda beroperasi. Here’s how it works...

12.00 – 20.00. waktu tubuh menyerap bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhannya.

20.00 – 04.00 Tubuh memproses makanan dan memilih-milih mana yang baik dan buruk.

04.00 – 12.00. “Sisa proses” dibuang dari tubuh dalam bentuk kotoran, urine, keringat, atau napas.

FUN TO CHEW

Mengunyah makanan mungkin adalah salah satu hal yang kebanyakan dari Anda take for granted – nggak usah repot-repotlah mengunyah berlama-lama (mana ada waktu!), toh nanti juga dicerna oleh tubuh. WRONG, ladies, justru mengunyah yang baik itu bisa menentukan apakah Anda bersahabat dengan toilet di pagi hari, yang akan membuang segala toksin dan “ampas” makanan dari tubuh. Usahakan kunyah makanan dengan baik (termasuk yang lunak seperti bubur) supaya tercampur dengan air liur dan enzim yang diproduksi bisa maksimal mencerna makanan tersebut.

WHAT TO EAT

So, berdasarkan ritme sirkadian di atas, berikut tip santapan yang layak dijadikan rutinitas Anda...

BREAKFAST. Put fruit on your plate, karena penyerapan buah pada perut kosong akan lebih maksimal. Selain itu, “Kandungan fructose (gula buah) menjadi pemasok energi yang sangat cepat dan cairan enzimnya (pemicu reaksi kimia dalam tubuh) membantu membersihkan tumpukan kotoran pada usus besar,” ujar Erikar. Jangan jadikan buah sebagai dessert karena akan mengganggu proses pencernaan makan besar Anda. Better to eat them before.

LUNCH. Di buku Mitos dan Fakta Kesehatan, Erikar menjelaskan mengenai perpaduan makanan yang serasi. “Perpaduan antara protein hewani plus sayur dan pati (nasi) plus sayur sangat tepat,” ujarnya.”Yang pertama karena kandungan protein padat dan lemak hewani terimbangi oleh sayuran, sementara yang terakhir karena keduanya berbasis karbohidrat – kombinasi yang lebih mudah cerna.” A big NO adalah menu pati  dan protein hewani saja lantaran memiliki dua enzim yang berbeda yang “musuhan” kalau masuk di saat yang bersamaan.

DINNER. Menurut ritme sarkadian tubuh, Anda semestinya berhenti makan pada pukul 20.00, karena saat inilah tubuh Anda akan beristirahat untuk perlahan memproses segala makanan yang masuk. Oleh karena itu, ringankan tugas organ pencernaan dengan menu dinner yang ringan, seperti salad (cek lagi poin Prepare Your Food sebelumnya).

 

Source : Cosmopolitan Edisi Maret 2013 halaman 274

(vem/cosmo/dyn)