Didikan Keras Almarhum Ayah Membuatku Jadi Wanita Kuat

Fimela diperbarui 30 Apr 2015, 12:10 WIB

Ladies, mungkin dulu Anda merasa kalau didikan orang tua Anda terlalu keras pada Anda. Tapi seiring perjalanan waktu, semua didikan dan nasihat orang tua sebenarnya adalah bekal kita untuk jadi wanita kuat. Seperti kisah hidup Jerniati Hsb ini. Sebagai anak sulung, ia sempat merasa dianaktirikan oleh sang ayah karena dididik sangat keras. Namun, pada akhirnya itulah yang membuatnya bisa berhasil dan menjadi wanita kuat menghadapi berbagai cobaan hidup.

-oOo-

Saya anak pertama dari lima bersaudara. Saya terlahir di keluarga kurang mampu. Sejak kecil saya selalu mendapat cobaan yang berat dalam hidup. Ayah saya hanya seorang guru swasta dengan gaji kecil setiap bulannya. Sedangkan ibu saya hanya seorang ibu rumah tangga. Saya dan keluarga hidup dengan gaji ayah yang kecil. Agar gaji ayah cukup untuk biaya sekolah saya dan adik-adik,pulang mengajar ayah mengajar lagi di madrasah dan mengajar mengaji.

Terkadang ayah di panggil untuk melatih Nasyid atau Qosidah juga melatih beberapa remaja dan orang dewasa yang akan mengikuti Perlombaan Musabaqah Tilawatil Qur’an. Untuk meringankan beban ayah, saya terbiasa menghemat uang jajan. Demi bisa berhemat, saya sering menyelesaikan tugas teman-teman sekolah saya. Bayaran yang mereka berikan terkadang bukan berupa uang tapi berupa makanan atau jajanan. Meski begitu tetap saya syukuri, setidaknya uang jajan saya utuh, saya tidak perlu beli jajanan lagi dan saya bisa berhemat untuk meringankan beban ayah membiayai sekolah sendiri.

Kebencian dan sakit hati kepada ayah memotivasi saya mengukir prestasi.

 
 
 
(vem/nda)
2 dari 5 halaman

Aku Seperti Dianaktirikan Ayah

Foto: copyright thinkstockphotos.com

Sejak kecil ayah memang mendidik saya dengan kedisiplinan tinggi, kediktatoran, dan didikan agama yang keras. Di lingkungan tempat tinggal saya, asumsi jika anak pertama berhasil maka anak berikutnya dalam keluarga pasti berhasil masih berlaku. Padahal asumsi seperti itu belum tentu benar. Karena karakter dan hidup seseorang itu berbeda-beda tergantung kerja keras dan usahanya dalam hidup. Namun asumsi itu telah memotivasi ayah menanamkan kedisiplinan, kediktatoran, dan didikan agama yang keras kepada saya.

[startpuisi]Semula saya merasa di anak tirikan oleh ayah karena perlakuannya yang begitu berbeda dengan adik-adik saya terutama dengan adik laki-laki. Adik-adik saya begitu dimanja oleh ayah. Perlakuan tidak adil ayah itu membuat saya benci dan sakit hati terhadap ayah. Saking sakit hatinya, saya menutup diri dan fokus pada pelajaran sekolah. Shalat dan tahajud saya tidak pernah saya tinggalkan. Saya tunjukkan berbagai prestasi yang saya raih kepada keluarga terutama ayah. Bahkan saya berhasil bebas ujian masuk kuliah di tiga universitas negeri sekaligus. Saat itulah sikap ayah mulai berubah, ayah mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya yang begitu besar pada saya. Beliau tidak lagi diktator terhadap saya. Malah beliau selalu memberi nasehat-nasehat yang selalu menyejukkan hati saya.[endpuisi]

Agustus 1998

Lulus sekolah, ayah memilihkan satu universitas negeri dari tiga unversitas negeri yang berhasil saya masuki dengan bebas testing. Ayah memilih universitas negeri Medan. Kata ayah kuliah saya tidak usah jauh-jauh sampai ke UGM. Kalau nanti terjadi sesuatu terhadap saya,susah keluarga memantau saya. Meski saya tidak suka pada pilihan ayah,saya tetap jalani kuliah di universitas tersebut. Namun cobaan menimpa saya.

Hanya satu semester saya jalani masa kuliah saya. Saya terpaksa berhenti kuliah karena kondisi ekonomi keluarga yang semakin terpuruk. Ayah diberhentikan dari pekerjaannya sebagai guru swasta di sekolah tempatnya mengajar. Berhenti kuliah saya pulang ke kampung. Dua bulan di kampung saya mendapat tawaran menjadi guru di sekolah dasar. Kebetulan sekali, memang dari kecil saya bercita-cita ingin menjadi guru kalau tidak menjadi dokter.

Saya pun mulai bekerja sebagai seorang guru swasta di sekolah tersebut. Dengan gaji Rp.40.000,- per bulan, saya berusaha membantu ekonomi keluarga. Sedangkan ayah hanya melanjutkan pekerjaan sampingannya yang selama ini dijalaninya selain menjadi guru swasta. Meski ekonomi keluarga dalam masa sulit, ayah tetap menganjurkan saya untuk terus melanjutkan kuliah. Dan adik-adik tetap terus sekolah sampai selesai.

 
 
 
3 dari 5 halaman

Kuliah yang Tak Bisa Terselesaikan

Foto: copyright thinkstockphotos.com

Oktober 2001
Atas anjuran ayah, saya kembali melanjutkan kuliah namun di universitas swasta di Medan. Sambil bekerja saya kuliah. Meski begitu terasa beratnya saya membagi waktu dan biaya untuk kuliah sambil bekerja, tapi melihat ayah,saya terus menjalani pendidikan saya. Adik-adikpun terus melanjutkan sekolah mereka. Tahun demi tahun berganti, tak terasa 4 tahun berlalu. Akhirnya kuliah saya hampir selesai.

Namun, lagi-lagi cobaan menimpa saya. Ketika akan menyelesaikan kuliah, saya tersendat di biaya pembuatan skripsi dan sidang meja hijau. Untuk sementara waktu, saya menunda sidang meja hijau saya. Saya fokus bekerja untuk mengumpulkan biaya sidang meja hijau. Begitu juga dengan ayah, beliau juga berusaha membantu mengumpulkan biaya tersebut.

Maret 2005
Begitu biaya penyelesaian kuliah saya terkumpul, tiba-tiba ayah kecelakaan dan mengalami luka cukup serius. Mengetahui hal itu,kami semua tersentak dan bingung. Akhirnya uang yang terkumpul untuk biaya penyelesaian kuliah pun terpaksa digunakan demi pengobatan ayah.

Sejak mengalami kecelakaan itu, ayah tidak mampu bekerja keras seperti dulu lagi. Meski begitu, ayah tetap berusaha bekerja semampu beliau. Begitu pula dengan saya, meski merasa putus asa tidak dapat menyelesaikan kuliah lagi, saya tetap berusaha mengumpulkan biaya tersebut dengan terus bekerja meski terkadang saya merasa sangat lelah. Suatu hari, karena terlalu lelah bekerja dan stres dengan kondisi ekonomi yang terpuruk, saya jatuh sakit selama 2 minggu.

[startpuisi]Tiba-tiba sekolah mengeluarkan saya dari pekerjaan. Saat itu begitu terpukulnya hidup saya. Saya bingung, bagaimana kami bisa hidup jika saya tidak bekerja? Namun, wajah ibu yang meneduhkan hati saya dengan ikhlas saya terima keadaan itu. Karena tidak lagi mengajar di sekolah, saya mengajar les privat di rumah. Alhamdulillah, gaji dari jasa les cukuplah untuk membantu biaya kebutuhan kami sehari-hari.[endpuisi]

Sedangkan biaya sekolah adik-adik, mereka berusaha mencari uang tambahan dengan berjualan hasta karya yang mereka buat sendiri. Mereka menjualnya di sekolah mereka masing-masing. Alhamdulillah, biaya sekolah mereka terbantu dari usaha itu di tambah lagi dengan bea siswa yang mereka peroleh di sekolah.

 
 
 
4 dari 5 halaman

Kepergian Ayah

Foto: copyright thinkstockphotos.com

November 2006
Akibat kecelakaan yang pernah menimpa ayah, paru-paru ayah terluka sehingga mudah terinfeksi penyakit. Ayah lalu divonis terserang penyakit kanker paru-paru ganas. Kami pun kembali tersentak, bagaimana cara menolong ayah? Namun kami tetap berusaha. Tapi sayang, Tuhan berkehendak lain.

[startpuisi]Tepat di hari ulang tahun saya yang ke-25 tahun, ayah pun dipanggil oleh-Nya. Seketika itu juga, kami merasa hidup kami hancur. Saya begitu tertekan atas kepergian beliau. Belum puas rasanya hati ini memberikan kasih sayang kepada beliau. Marah, kesal, kecewa pada Tuhan, sedih, semua bercampur aduk di hati saya.[endpuisi]

Kondisi ekonomi keluarga saat itu semakin terpuruk. Bahkan saya sampai sakit parah selama dua bulan karena syok atas kepergian beliau. Hari demi hari saya lalui masa penyembuhan saya. Setelah dua bulan kondisi kesehatan saya pun membaik. Kemudian saya mendapat tawaran bekerja sebagai guru sekolah dasar lagi.

Kuliah yang sempat saya jalani dan harusnya saya selesaikan,saya putuskan untuk tidak melanjutkannya lagi. Saya lebih memilih bekerja daripada menyelesaikan kuliah saya. Saya merasa begitu beratnya hidup pada masa itu. Karena begitu ayah meninggal, beban tanggung jawab sebagai kepala keluarga secara otomatis pindah dari pundak ayah ke pundak saya.

Saya harus berjuang sendiri demi ibu dan adik-adik. Berbagai tawaran pekerjaan sampingan selain mengajar pun saya terima. Pagi saya mengajar, pulang kerja saya melatih tari, sore saya mengajar les privat, malam saya mengajar mengaji dan tengah malam saya terbangun untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah yang ditempah orang pada saya. Dari pagi sampai malam saya terus bekerja yang penting saya mendapat rezeki yang halal. Bahkan jam tidur saya hanya tiga sampai empat jam sehari. Makan pun tidak lagi saya utamakan.

Semua saya lakukan demi bisa menghidupi ibu dan adik-adik. Agar mereka tidak makan nasi campur kelapa parut dengan garam atau nasi dicampur dengan ubi parut lagi. Karena setiap kali makan, selalu makanan itu yang dihidangkan ibu demi menghemat beras. Ibu bilang kita tidak punya uang untuk beli beras. Ibu sudah coba hutang di warung, tapi tidak diizinkan pemilik warung. Jadi beras yang ada dihemat. Terkadang untuk menghemat, ibu yang mengalah makan ubi parut saja. Kami yang makan nasi. Kata ibu, saya yang bekerja harus punya tenaga yang lebih supaya tetap sehat dan kuat bekerja. Dan adik-adik saya masih sekolah, butuh energi yang banyak untuk belajar.

Setiap terkenang masa itu,sering tidak saya sadari air mata saya jatuh berlinang. Kalau sudah begitu, saya carilah ibu dan memeluknya dengan erat. Bahkan terkadang saya ziarah ke makam ayah. Bukan untuk menangis tapi menghadiahkan ayat-ayat suci kepada beliau. Dengan melakukan itu, kesedihan saya bisa hilang.

 
 
 
5 dari 5 halaman

Terima Kasih, Ayah

Foto: copyright thinkstockphotos.com

Februari 2008
Setahun kepergian ayah, saya bertemu seorang laki-laki yang memikat hati saya. Saya kira ia mampu menjadi teman dalam hidup saya, sehingga berkuranglah beban kesedihan atas kepergian ayah. Tapi Tuhan berkehendak lain. Laki-laki itu meninggalkan saya dan menikah dengan perempuan lain. Meski usianya lebih tua dari laki-laki itu tapi jabatannya sudah pegawai negeri. Belum lagi hilang kesedihan hati ini atas kepergian ayah, Tuhan memberi cobaan lagi dengan mengambil laki-laki itu dari saya dan memberikannya kepada perempuan lain. Tapi saya tetap berusaha tegar. Sekali lagi hati saya rasanya hancur. Rasa tak terima hati ini atas cobaan tersebut. Namun hari demi hari berlalu kesedihan saya pun memudar kembali.

Maret 2009
Tahun berganti, saya terdaftar dalam program pendidikan bagi guru dalam jabatan yang biaya kuliahnya ditanggung oleh pemerintah. Saya kembali menjalani kuliah lagi. Kali ini saya bertekad untuk menyelesikan kuliah saya walau apapun yang terjadi. Saya fokus mengikuti program ini. Seiring berlalunya waktu, saya pun mampu melupakan segala kepedihan yang saya alami selama beberapa tahun lalu. Tak terasa empat tahun sudah terlewati. September 2013, akhirnya saya lulus kuliah dengan nilai terbaik.

Setelah lulus saya belajar melalui internet untuk persiapan mengikuti ujian seleksi CPNS yang berlangsung di Desember 2013. Demi berhasil lulus ujian seleksi, pulang kerja saya ke warnet untuk belajar. Saya masuk sebagai member cpnsonline.com. Tidak peduli malam, bahkan kadang mati lampu, juga hujan deras, setiap ada jadwal try out cpnsonline selalu saya ikuti. Bukan karena hadiah yang ditawarkan tetapi ilmu yang saya dapatkan dari program tersebut untuk bekal saya mengikuti ujian seleksi CPNS yang akan diselenggarakan. Dan Alhamdulillah berkah Tuhan, saya lulus dalam ujian seleksi tersebut.

Mei 2014
Setelah lulus, kehidupan saya dan keluarga mulai berubah. Kondisi ekonomi keluarga saya pun mulai membaik. Kehidupan kami pun menjadi bahagia. Namun, saya masih dihadapkan pada satu pilihan yang sulit. Saya harus pilih karier atau pendamping hidup. Untuk memutuskan pilihan yang tepat saya istikharah. Meski begitu berat,tapi satu keputusan yang tepat harus saya tentukan.

Sekali lagi Tuhan memberi cobaan kepada saya dengan mengambil orang yang saya sayangi dan memberikannya kepada perempuan lain. Rasanya kembali hati ini rapuh. Dua hari saya jatuh sakit karena syok sekali lagi di tinggal menikah oleh orang yang selama ini saya yakini akan menjadi pendamping hidup saya yang setia. Tapi perhatian keluarga yang begitu besar terhadap saya, kembali menguatkan semangat saya untuk bangkit. Perlahan saya berusaha melupakannya, meski belum sepenuhnya. Kini saya fokus pada perjalanan karir serta membahagiakan ibu dan adik-adik saya sambil menemukan pendamping hidup yang lebih tepat lagi.

Itulah kisah saya. Kini saya mengerti akan sikap diktator ayah dan kerasnya ayah menanamkan ajaran agama terhadap saya selama ini. Jika hal itu tidak ditanamkan dalam diri saya, belum tentu saya mampu melalui begitu banyak cobaan yang diberikan Tuhan kepada saya. Saya juga mulai memahami ternyata selama ini Tuhan menempa diri saya untuk menjadi seperti diri saya yang sekarang.

Semoga kisah perjalanan hidup saya dapat menjadi inspirasi dan motivasi tidak hanya bagi para perempuan tapi bagi banyak pembaca vemale. Teruslah berjuang meski cobaan tak pernah berhenti dan tak mau menjauh dari kehidupan kita. Karena perjuangan keras tidak ada yang sia-sia.      

-oOo-

Semoga kisah ini memberi inspirasi dan motivasi untuk pembaca Vemale. Menjadi Kartini tidak harus dengan membuka sekolah atau melakukan hal-hal super besar. Dengan memperjuangkan impian Anda dan bermanfaat sekecil apapun untuk orang lain, maka Andalah Kartini itu.

 

LOMBA MENULIS VEMALE.COM

ANDALAH KARTINI ITU

 

Dalam rangka menyambut Hari Kartini, Vemale.com mengadakan sebuah lomba menulis kisah nyata yang dapat memberi inspirasi untuk banyak wanita.

Kirimkan kisah Anda mengenai suka duka menjadi wanita dan bagaimana Anda berjuang untuk menjadi wanita mandiri tanpa melupakan kodrat ke email redaksivemale@kapanlagi.net dengan subjek: KARTINI VEMALE 

10 kisah yang ditayangkan akan mendapat bingkisan cantik dari kami. Kami tunggu kisah Anda hingga tanggal 30 April 2015.

 

Some people say I'm not a very pretty woman, but I'm a very beautiful woman inside. - Anne Ramsey