Wanita Bisa Sukses Bukan karena Keberuntungan, Tapi Ketekunan

Fimela diperbarui 31 Mar 2018, 11:15 WIB

Terlahir dari sebuah keluarga yang kurang beruntung memang bukan pilihan, namun berjuang untuk kehidupan yang lebih baik lagi adalah pilihan. Ini kisahku, dan ini perjuanganku.

Perkenalkan namaku Geby, aku hanya mempunyai seorang kakak laki-laki yang selisih umurnya 5 tahun. Dia sangat support aku apapun keinginanku, hanya jika menurutnya kurang baik saja dia akan memberikan nasihat untukku, dan itu memang hanya sebuah nasihat saja, dia tidak pernah memaksaku untuk mengikuti kehendaknya. Hingga pada saat tiba waktunya untukku menentukan sekolah lanjutan, aku terjebak dengan keinginanku sendiri yang padahal dari awal sudah diperingatkannya supaya aku memilih kampus yang kelasnya lebih mungkin untuk menerimaku. Dari sinilah kumulai perjuanganku, perjuangan untuk bisa masuk di sekolah yang sangat diidamkan oleh banyak lulusan SMA.



Sekolah kedinasan yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan ini mungkin cukup kalian kenal dengan kampus STAN, aku yang mendengar namanya saja sudah merinding, aku minder, mana mungkin orang kampung sepertiku bisa masuk kampus favorit itu. Memang, di daerahku kampus STAN sangat terkenal dengan kesuksesan orang-orangnya hingga beratnya persaingan untuk bisa masuk ke dalamnya. Bayangkan saja, dari 150 ribu pendaftar, hanya enam ribu orang saja yang diterima sebagai mahasiswa.

Aku, berbekal dari semangat kekecewaan karena ditolak oleh kampus sebelumnya, dan dengan support kakakku tercinta tentunya, aku perjuangkan waktu, tenaga, perasaan dan pikiran untuk bisa lolos dari seleksi masuk STAN. Mulai dari puasa tiap hari Senin dan Kamis seperti yang diajarkan oleh almh. nenekku, putus dengan pacarku yang waktu itu sering ribut karena aku lebih mentingin fokus belajar rutin mengerjakan soal ujian sehari 3x (udah kayak minum obat aja, ya) daripada menuruti kemauan pacar untuk main keluar rumah. Hingga pada pengumuman seleksi tahap I aku dinyatakan lolos, perjuanganku masih berlanjut untuk seleksi tahap II yaitu tes kebugaran.



Aku mempersiapkannya dengan rutin lari keliling lapangan sepak bola depan rumah tiap pagi dan sore masing-masing 5-10 kali putaran banyaknya, ditambah konsumsi telur ayam kampung mentah tiap selesai lari, bisa kebayang kan gimana rasanya hiii... . Itu semua kupersiapkan demi mencapai impian masuk sekolah kedinasan tersebut.

Dengan semua usaha yang telah kulakukan, puji syukur aku bisa lolos semua tahap seleksi masuk. Tidak hanya sampai di sini saja, perjuanganku dilanjutkan ketika masa kuliah berlangsung. Aku yang dari kecil sampai lulus SMA tidak pernah keluar kota, namun ketika kuliah harus siap menginggalkan daerah untuk berangkat ke Jakarta demi menuntut ilmu di sekolah kedinasan tersebut.

Bayangkan saja, aku wanita daerah yang baru di ibukota tanpa saudara harus survive dengan uang pas-pasan. Untunglah saat itu kakakku dapat rezeki, jadi aku bisa dapat kos murah dekat kampus dan bisa untuk biaya hidup disana. Aku sadar diri dengan kondisi ekonomi kami, maka dari itu aku memilih jurusan DI yang ditempuh hanya dengan satu tahun saja. Dengan bayangan drop out selama setahun di kampus, puji syukur aku bisa melaluinya dan bisa lulus dari kampus itu dengan cumlaude.



Sungguh merupakan kebanggaan bagiku bisa melewati masa-masa sulit waktu itu, mulai dari mempersiapkan diri untuk bisa lolos seleksi masuk kuliah, masa-masa sulit persiapan ujian dengan bayang-bayang drop out dari kampus bila IPK tidak di atas rata-rata, hingga proses seleksi ujian pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil. Memang hanya orang-orang pilihan saja yang bisa melewati semua rangkaian ujian tersebut untuk bisa menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan, tidak sedikit kujumpai teman-teman seperjuanganku yang collaps tidak bisa mencapai goalsnya menjadi Pegawai Negeri Sipil karena tidak lulus dari beberapa ujian tersebut.

Sekarang usiaku 22 tahun dan aku telah menikah dengan salah satu pegawai yang satu kantor denganku, dia adalah suami yang sangat menerimaku, kini aku telah menjadi seorang ibu, aku punya anak laki-laki yang sangat kusayangi. Hingga saat ini rumah tanggaku sangat harmonis, karierku dan suami sama-sama mulai merangkak naik, dan kami adalah happy family. Memang benar kata pepatah, bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian. That’s real, aku sudah membuktikannya sendiri. Perjuangan demi masa depan gemilang, kini aku sudah menuai hasil jerih payah perjuanganku tersebut. Inilah kisahku, ini perjuanganku. Terima kasih.



(vem/nda)