Kadang Kita Harus Patah Hati Dulu Sebelum Bertemu Jodoh Sempurna

Fimela diperbarui 21 Mei 2018, 13:10 WIB

Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.

***

Aku tidak pandai dalam mengungkapkan perasaan. Aku lebih sering memendam perasaanku. Sebenarnya tidak hanya perasaan suka terhadap orang lain, tapi hampir semua masalah yang kualami jarang aku ceritakan ke orang lain. Aku lebih suka memendamnya sendiri. Apalagi yang berhubungan dengan perasaan suka terhadap lawan jenis. Aku pasti tidak berani mengungkapkannya terhadap orang tersebut.

Menyukai seseorang adalah hal yang normal bagi setiap orang. Sebagai manusia memiliki rasa suka atau cinta terhadap lawan jenis merupakan hal yang wajar. Rasa suka atau cinta itupun merupakan pemberian dari Tuhan. Aku sewaktu masa-masa kuliah pernah menyukai seorang laki-laki. Sebut saja namanya Ari. Dia orangnya baik. Secara tampang mungkin biasa-biasa saja, tapi aku suka badannya yang tinggi. Karena badanku pendek maka aku suka dengan laki-laki yang tinggi. Tetapi aku tidak pernah berani mengungkapkannya.

Aku hanya bisa memendam rasa suka itu sendiri. Ada kalanya aku bercerita dengan sahabatku. Sahabatku pun menyarankanku untuk mengutarakan perasaanku itu, tetapi aku tidak seberani itu. Aku hanya memilih untuk diam. Aku berharap dia akan sadar dan mau melihatku. Akan tetapi mana mungkin dia bisa tahu kalau aku menyukainya jika aku tidak mengutarakannya. Itu aku tahu, tapi aku tetap tidak berani mengungkapkannya.



Aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar menjadikan dia jodohku. Itu berjalan hingga hampir dua tahun. Iya aku cuma menahan perasaanku. Hingga suatu hari aku mendengar jika dia akan pergi dari Jogja. Harapanku semakin tipis. Mungkin sahabatku mulai jengkel denganku. Akhirnya sahabatku mengutarakan perasaanku pada lelaki itu. Aku sempat marah pada sahabatku itu, tapi aku juga berpikir tidak ada waktu lagi.

Akhirnya aku hanya menurut pada sahabatku itu. Aku menunggu jawaban dari lelaki itu. Beberapa hari kemudian aku mendapatkan jawabannya. Ya, jawabannya memang seperti aku duga. Dia menolakku. Dia sudah memiliki calon di tempat asalnya sana. Aku sedih karena ditolak. Sempat menangis, tapi berpikir tidak usah galau, pasti ada gantinya. Dan ya aku bisa memulai lagi rutinitasku. Dan mulai membuka hati untuk yang lain.
 
Kemarin memang sudah berlalu. Biarkan yang sudah lalu menjadi kenangan. Aku bisa menerimanya. Selang setahun setelah itu aku sudah melupakan dia. Aku mulai lagi mengenal laki-laki lain dari masa lalu. Ian namanya. Dia teman lama yang pernah sekolah di Jogja. Ian orang yang baik dan humoris. Aku berteman dengan dia sudah agak lama. Dulu aku sama sekali tidak menaruh perasaan apa-apa dengannya. Entah kenapa kini ada sedikit hati kepadanya.



Aku mulai mengenal dia lagi. Awalnya aku hanya memendamnya sendiri. Aku tidak mengatakan pada siapapun. Aku berpikir keras tentang hal ini. Aku ingin mengatakan tapi takut ditolak, atau hanya diam, tapi kapan dia bisa tahu perasaanku. Aku mulai bimbang. Akhirnya aku mulai bisa memberanikan diri memulai. Lewat temanku aku mulai pertemanan lagi dengan dia. Jadi aku meminta temanku untuk jadi mak comblang.

Dalam hal ini aku sedikit menghilangkan gengsiku. Aku hanya berpikir aku ingin memulai hubungan yang baik, memiliki hubungan yang berujung pada pernikahan. Aku berdoa dan berusaha sabar untuknya. Jadi aku berani memulai duluan. Melalui temanku aku tahu tentang kabar dan keadaan dia. Aku berharap ini berjalan sesuai dengan yang seperti aku bayangkan. Tak lupa aku pun meminta restu dan doa dari orangtuaku. Walaupun awalnya orang tua tidak menyetujui tapi dengan penjelasanku akhirnya mereka setuju.

Ketika semua sudah bisa menerimanya, aku hanya tinggal menunggu jawaban darinya. Setelah menunggu akhirnya temanku memberikan kabar kepadaku. Aku akan menerima semua jawaban darinya. Entah itu diterima atau ditolak. Aku sudah pasrah dan menyerahkan semua pada Tuhan. Temanku memberikan jawaban darinya. Ternyata jawabannya sama. Dia meminta maaf belum bisa menerimaku. Ok, bisa menerima itu.

Aku pikir aku akan bersedih dan kecewa, tetapi malah sebaliknya aku tidak bersedih mendengar jawabannya. Aku entah bagaimana aku bisa menerima semua itu dengan sangat lapang dada dan tanpa menyesal sama sekali.

Setelah semua kejadian itu aku merasa bahwa sabar dan doa saja tidak cukup. Sabar tak ada habisnya. Doa harus disertai dengan usaha. Dan setelah itu pasrahkanlah semua pada Tuhan. Tak lupa ikhlaslah dengan hasil yang diterima nanti. Pasti akan ada kejutan setelah itu. Itu pasti.

Aku berpikir, "Ok ya Allah aku kini nggak menyebutkankan nama seseorang di dalam doaku. Aku hanya memohon pertemukan aku dengan jodoh yang telah Engkau ciptakan untukku. Entah itu sekarang nanti atau besok atau bahkan di tahun-tahun yang akan datang, aku tak tahu. Aku hanya dapat memohon seperti itu. Tidak menuntut dan tidak memaksa-Nya."



Tuhan memang keren dengan segala yang Dia rencanakan untuk hamba-Nya. Dia tahu apa yang dibutuhkan hamba-Nya, tahu kapan waktu yang tepat mengabulkan doa hambanya. Ya, memang aku tidak ditakdirkan menikahi orang yang aku sukai, tapi Tuhan mempertemukan aku dengan seseorang yang dapat aku cintai setelah aku mengenalnya.

Ya setelah Ian menolakku. Aku dipertemukan dengan seorang laki-laki. Teman orangtuaku yang memperkenalkannya kepadaku. Entah kenapa aku langsung bisa menerimanya. Atau mungkin sudah jodoh, aku langsung merasa klik dengan lelaki yang dikenalkan padaku itu. Dari pertemuan itu akhirnya kami berproses dan merencanakan sebuah pernikahan. Tidak butuh waktu lama. Dan kami akhirnya menikah. Aku memang belum terlalu kenal dengan lelaki itu, tapi ternyata Tuhan memberikan kejutan-kejutan hebat setelah pernikahanku. Ya aku merasa ini adalah jawaban dari Tuhan.

Dari semua proses yang aku alami itu, aku belajar banyak. Sabar, pasrah, ikhlas, doa dan usaha. Bahwa Tuhan itu ingin tahu bagaimana usahaku mengambil jodohku dari tangan-Nya. Bagaimanakah kita berpasrah kepada-Nya dan hanya minta kepada-Nya. Usia bukanlah patokan yang bisa dipakai untuk siap atau belum dalam menikah. Tidak perlu bersedih dan galau jika memang belum menikah di usia yang mungkin dibilang tua. Tapi bagaimana kita bisa menyikapi apa yang telah Tuhan takdirkan untuk kita.





(vem/nda)
What's On Fimela