Tak Ada yang Perlu Kusesali dengan Keputusan Menjadi Ibu Rumah Tangga

Endah Wijayanti diperbarui 09 Jan 2019, 19:33 WIB

Fimela.com, Jakarta Apapun mimpi dan harapanmu tidak seharusnya ada yang menghalanginya karena setiap perempuan itu istimewa. Kita pun pasti punya impian atau target-target yang ingin dicapai di tahun yang baru ini. Seperti kisah Sahabat Fimela ini yang kisahnya ditulis untuk mengikuti Lomba My Goal Matters: Ceritakan Mimpi dan Harapanmu di Tahun yang Baru.

***

Oleh: Gayuh Yustia - Balangan

Saya adalah ibu dari dua balita. Tak pernah terbayang sebelumnya bahwa saya harus berhenti dari pekerjaan, melepas status sebagai wanita karier, dan harus ikut suami merantau ke sebuah tempat yang letaknya lumayan jauh dari ibu kota provinsi. Sedih, senang, takut, semua bersatu padu saat itu dalam benak ini.

Sedih tentunya karena harus meninggalkan teman-teman kantor, sedih karena harus meninggalkan hiruk pikuk keramaian kota, takut karena dari segi finansial pasti akan ada perubahan yang signifikan akibat saya berhenti bekerja dan tidak lagi mendapat penghasilan. Di sisi lain, memutuskan untuk berhenti berkarier dan mengikuti suami membuat hati saya berbunga-bunga. Ya, tentu saja saya senang karena impian saya untuk bisa tinggal serumah dan hidup bersama dengannya bisa menjadi nyata setelah kurang lebih sembilan tahun lamanya kami menjalani Long Distance Relationship. Mulai dari masa pacaran, hingga awal menikah pun kami sempat tinggal berjauhan demi karier.

Well, segala keputusan yang saya ambil tentunya tidak jauh-jauh dari hak dan kewajiban, terlebih saat ini kami sudah memiliki dua balita yang hanya berjarak delapan belas bulan usianya. Hak suami dan anak-anak untuk mendapat perhatian penuh dari saya, dan kewajiban saya untuk menyanyangi serta melayani mereka dengan sepenuh hati. Saya dan suami sudah berkomitmen akan mengurus anak-anak tanpa babby sitter maupun asisten rumah tangga. Kami ingin benar-benar menikmati kerepotan dan keseruan masa-masa golden age-nya mereka, meski untuk mewujudkan hal itu saya dan suami harus memiliki kesabaran ekstra tentunya.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com

Melakoni peran sebagai istri sekaligus ibu dari dua balita tentu membuat hidup saya bagaikan roller coaster, kadang di atas, kadang di bawah. Bahkan bagi saya semua keadaan bisa saja berlalu begitu cepat. Tiba-tiba suasana rumah hening hingga saya bisa berselancar ria di media sosial, namun tiba-tiba mendadak menjadi ramai karena kakak adik menangis dalam waktu bersamaan. Nah kalau sudah seperti ini bagi saya ada tiga kata yang harus selalu melekat dalam diri ini, yaitu dijalani, dinikmati, disyukuri.

Semenjak menjadi ibu rumah tangga dan meninggalkan hiruk pikuk kota, membuat saya seolah terasa begitu jauh dari mimpi-mimpi yang belum terwujud. Namun harapan itu selalu ada. Meski seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, saya ingin hidup saya bermanfaat bagi orang banyak, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Apalah gunanya ilmu kalau tidak dibagikan.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com

Berbekal ilmu pengetahuan tentang psikologi perkembangan yang saya dapatkan sewaktu kuliah dulu, saya ingin membangun mimpi saya di awal tahun ini, menjadi penulis, menjadi narasumber yang bisa berbagi ilmu kepada siapa saja yang membutuhkan. Kini saya mulai mewujudkannya secara perlahan tapi pasti. Saya mulai dengan mensugesti diri sendiri untuk selalu berpikir positif, membagikan postingan positif untuk orang lain, menulis blog, berusaha untuk selalu berpastisipasi dalam kompetisi menulis, berbagi ilmu serta pengalaman kapan saja dan di mana saja selama ada kesempatan, hingga menerima dengan senang hati bagi siapa saja yang ingin konsultasi dengan saya. Meski tidak melulu soal materi, namun terasa ada kedamaian dan kebahagiaan saat berbagi, karena bagi saya kekayaan bukanlah apa yang kita miliki, namun apa yang bisa kita berikan untuk orang lain.