Berusahalah Semampumu, Jangan Bandingkan Dirimu dengan Orang Lain

Endah Wijayanti diperbarui 25 Feb 2019, 15:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Nasihat orangtua atau tradisi dalam keluarga bisa membentuk pribadi kita saat ini. Perubahan besar dalam hidup bisa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya yang ada di dalam keluarga. Kesuksesan yang diraih saat ini pun bisa terwujud karena pelajaran penting yang ditanamkan sejak kecil. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Culture Matters: Budayamu Membentuk Pribadimu ini.

***

Oleh: Lutfiah Urbaningrum - Magetan

Semangat Kerja Ayahku yang Membuatku Tersadar

Kebimbangan mulai kurasakan setelah pengumuman dari universitas keluar. Antara sedih dan senang menghadapinya. Melihat aku diterima di salah satu universitas aku senang, tapi melihat biaya yang harus dikeluarkan aku pun menangis. Berasal dari keluarga sederhana yang harus menunggu hasil panen yang tak seberapa, aku semakin tak tega untuk mengatakannya kepada orangtua. Tak ada yang bisa kulakukan, jujur kepada orang tua adalah yang terbaik. Dengan berat hati aku mengatakannya, dan orangtuaku tersenyum kepadaku, “Nak, uang itu bisa dicari. Urusan biaya itu masalah orangtua. Tugas kamu hanya belajar,” seperti itulah jawaban kedua orang tuaku satu tahun yang lalu. Melalui nasihat itulah aku semakin mantap untuk melanjutkan sekolah lagi.

Setelah satu semester kulalui, hatiku goyah lagi. Antara rasa kasihan, tak tega campur menjadi satu. Melihat orangtuaku yang harus kerja setiap hari, ada keinginan untuk berhenti kuliah. Aku pun memberanikan diri untuk bilang kepada orang tuaku bahwa aku tak usah kuliah, cukup taruh aku di pesantren saja. Waktu itu aku bilang kepada ibuku dan ibuku pun menjawab, "Kita sebagai orang tua semangat kerja kamu yang tinggal belajar malah tak semangat." Sejenak hatiku pun terpukul mendengar hal tersebut. Aku ingat nasihat ustazku dulu, bahwa rezeki itu sudah ada yang ngatur kita tinggal berusaha. Dan jika orangtua meridhoi apa yang kita lakukan maka Allah pun juga akan meridhoinya. Teringat itu, kutarik semua ucapan yang pernah aku katakan dan pikiran yang selama ini menghantuiku. Aku yakin ini adalah jalanku yang harus kulalui dengan penuh kesabaran.

 

Ilustrasi./Copyright pexels.com/@minan1398

Memang dalam pandangan ayahku tak pernah beliau menuntutku mendapatkan nilai yang sempurna, menjadi seorang mahasiswa yang mendapatkan beasiswa atau pun yang punya pekerjaan. Setiap kali aku perlihatkan hasil ujian, beliau selalu berkata, "Wah sudah bagus ini." Suatu ketika aku pun bilang, "Ini lho nilai terjelek di kelas, Yah." Satu nasihat yang selalu kuingat dari kejadian ini, "Berusahalah semampumu. Jangan bandingkan dirimu dengan orang lain, karena yang terpenting adalah adanya peningkatan yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya." Hanya itulah yang membuatku bertahan, apalagi aku masuk di kelas khusus atau bisa dikatakan kelas unggulan.

Saat memasuki kelas tersebut pun, aku tak menyangaka bahwa aku bisa masuk kelas tersebut. Aku ingat saat interview aku ditanya apa alasan ingin masuk kelas tersebut, dengan sederhana aku menjawab karena ingin membahagiakan orangtua. Setelah aku pikir, benar Tuhan itu tidak tidur, niat yang benar-benar tulus pasti akan dikabulkan. Hingga kini aku hanya pasrah kepada Allah, berdoa, berusaha, berkeyakinan bahwa aku bisa.

Ayahku pun tak ada hentinya memberiku nasihat. Setiap saat, setiap waktu, beliau selalu memberikan petuah. Apalagi saat posisi aku mau kembali ke perantauan. "Tak perlu takut untuk mencoba, kegagalan adalah awal dari kesuksesan. Tak perlu takut akan masa depan, semuanya sudah ada yang mengatur, kamu belajar jangan berpikir jadi apa, tak penting jadi apa yang terpenting kamu bisa memberikan manfaat kepada sesama," nasihat ayah untukku. I love you, my father.