Mengungkap Jalan Panjang Perjuangan Korban Pelecehan Seksual

Ayu Puji Lestari diperbarui 10 Jun 2021, 08:16 WIB

Fimela.com, Jakarta Sejak kemarin (9/6) publik dikejutkan dengan kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Gofar Hilman. Berdasarkan utas yang dibuat oleh QJ, ia mengalami pelecehan seksual pada tahun 2018 saat menghadiri acara yang juga dihadiri oleh Gofar. Saat dihubungi lewat pesan elektronik (9/6), QJ menjelaskan alasan mengapa baru sekarang mengungkap kejadian 2018 lalu.

“Aku beraniin diri secara publik sekarang aja, dari dulu nahan karena takut,” jelasnya.

QJ perlu waktu hampir 3 tahun untuk mengungkap pelecehan seksual yang dialami. Ini bukan persoalan sepele, karena rasa takut dan stigma terhadap korban pelecehan seksual bukanlah mitos. Victim blaming terhadap korban pelecehan seksual kerap membuat korban memilih diam alih-alih mengungkapkannya.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Keberanian Korban Mengungkap Pelecehan Seksual yang Dialaminya

Ilustrasi/copyright shutterstock

Keberanian QJ untuk speak up dengan kasus pelecehan seksual yang dialaminya patut didukung. Dukungan dari beberapa pihak membuat QJ lebih tenang dan berani menghadapi beberapa tekanan dari pihak yang kontra dengannya.

“LBH udah nawarin pendampingan psikolog, alhamdulillah.” Ungkapnya.

Tak hanya itu, keberanian QJ untuk speak up pun membuat banyak korban pelecehan seksual untuk berani mengungkap kejadian yang menimpanya. Meskipun banyak juga yang kontra dengan keberanian QJ.

3 dari 3 halaman

Percaya pada Korban Pelecehan Seksual

Ilustrasi pertemanan./Copyright shutterstock.com/g/prostock_studio

Dukungan publik terhadap QJ sangat tinggi, bahkan Lawless Jakarta dalam unggahan instagramnya (9/6) membuat pernyataan resmi jika mendukung korban dan menyatakan Gofar bukan lagi bagian dari mereka.

Believe the Victim mungkin menjadi perdebatan panjang terutama bagi kasus pelecehan seksual. Percaya pada korban seakan mengesampingkan fakta, tapi bagaimana keakuratannya?

Sandra Newman dalam "What kind of person makes false rape accussation?" yang dikutip dari magdalene.co mengungkapkan jika laporan perkosaan yang terbukti palsu sangat jarang terjadi. Sejak tahun 1989 di Amerika Serikat hanya terdapat 52 kasus dimana pelaku akhirnya dibebaskan karena laporan terbukti palsu, dibandingkan dengan 790 kasus pembunuhan pada periode yang sama.

Sikap menyalahkan korban pelecehan seksual seharusnya berani kita lawan. Mulai untuk mendukung penyintas yang berani untuk speak up. Mendampingi penyintas untuk bangkit dari trauma dan tekanan publik yang kontra dengannya.

Be kind, Sahabat Fimela.

#ElevateWomen