Gangguan Depresi Mayor dengan Pikiran Hingga Perilaku Bunuh Diri Bisa Dicegah

Novi Nadya diperbarui 22 Sep 2022, 07:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Saat ini kesehatan jiwa menjadi salah satu tantangan terbesar di masyarakat dalam skala global. Kurangnya akses untuk perawatan kesehatan jiwa dan stigma di masyarakat menjadi salah satu faktor yang memperparah kondisi kondisi kesehatan jiwa pasien yang dapat menyebabkan tindakan bunuh diri. 

Kesehatan jiwa berdampak pada kesehatan fisik, sosial, dan ekonomi individu dan masyarakat di seluruh dunia. Lebih dari tiga perempat orang yang menderita penyakit jiwa tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah dimana akses untuk perawatan kesehatan jiwa yang berkualitas sangat terbatas.

Bahkan lebih dari 75% orang dengan gangguan jiwa tidak mendapatkan perawatan sama sekali. 1 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat setiap tahun 703.000 orang bunuh diri dan masih banyak lagi orang yang melakukan percobaan bunuh diri.

Setiap tindakan bunuh diri adalah tragedi yang mempengaruhi keluarga, komunitas dan seluruh negara dan memiliki efek jangka panjang pada orang-orang yang ditinggalkan. Kasus bunuh diri terdapat di seluruh rentang usia dan merupakan penyebab kematian keempat di antara usia 15-29 tahun secara global pada tahun 2019.

 

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Lighting the Hope for Depressive Suicidal Individuals Through Collaborative Action

Bunuh diri tidak hanya terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi, tetapi merupakan fenomena global di seluruh wilayah dunia. Faktanya, lebih dari 77% kasus bunuh diri global terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada tahun 2019.

Selama lebih dari 60 tahun, Johnson & Johnson telah berdedikasi untuk meningkatkan tingkat kesembuhan penderita gangguan jiwa. Selama lebih dari setengah abad terakhir, Janssen Pharmaceutical Companies of Johnson & Johnson telah menemukan, mengembangkan, dan meluncurkan banyak perawatan inovatif untuk kondisi yang memengaruhi otak dan sistem saraf pusat. 

Dan memperluas akses ke perawatan kesehatan mental untuk populasi yang paling rentan dan kurang terlayani di dunia, dimulai di Rwanda. Selain itu, Johnson & Johnson mendukung program kesehatan mental yang menyediakan sumber daya untuk mendukung petugas kesehatan garis depan di seluruh dunia.

Melanjutkan komitmennya, PT Johnson & Johnson Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan pada tanggal 10 September 2022 menyelenggarakan Public Webinar on Major Depressive Disorder with Suicidal Ideation and/or Behavior (MDSI): “Lighting the Hope for Depressive Suicidal Individuals Through Collaborative Action”. Acara ini dibuka oleh drg Vensya Sitohang, M.Epid, Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, serta melibatkan moderator, pembicara dan panelis yang mewakili berbagai kalangan yaitu dr. Nova Riyanti Yusuf SpKJ, dr. Lahargo Kembaren SpKJ, Prof Budi Anna Keliat, (Ikatan Perawat Klinis), Ratih Ibrahim (Psikolog Klinis), dr Edu, SpKJ (Direktorat Kesehatan Jiwa Kemenkes RI), Tri Agung (Ketua Komisi III Dewan Pers Indonesia), Benny Perwira (Into The Light Indonesia), Nurul Eka (Pekerja Sosial Independen Indonesia).

Acara ini juga dihadiri oleh masyarakat umum termasuk para orangtua dan keluarga, komunitas orangtua dan/atau ibu-ibu, mahasiswa dan pelajar, kalangan akademisi, organisasi pasien dan NGO yang bergerak di ranah kesehatan jiwa, media dan karyawan swasta.

 

3 dari 4 halaman

Meningkatkan kesadaran masyarakat di Hari Pencegahan Bunuh Diri

Dalam sambutannya, drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid mengatakan, ”Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia yang diperingati setiap tanggal 10 September bertujuan untuk meningkatkan kesadaran seluruh warga dunia akan pentingnya menjaga kesehatan jiwa untuk mencegah pikiran atau tindakan bunuh diri. Bunuh diri dapat dicegah, oleh karena itu perlu dilakukan upaya pencegahan bunuh diri yang komprehensif melibatkan peran serta berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat.”

dr. Rospita Dian, Head of Medical Affairs, PT. Johnson & Johnson Indonesia menambahkan, “Sebagai suatu peyakit, gangguan depresi mayor dengan pikiran hingga perilaku bunuh diri dapat ditangani dengan benar oleh tenaga medis atau tenaga kesehatan jiwa profesional. Selain itu keluarga dan pendamping berperan penting dalam kesembuhan pasien.”

Selain menghadirkan Ratih Ibrahim, M.M., Psikolog, dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ dan Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp, M.App.Sc, acara webinar MDSI ini juga mengundang 4 (empat) orang panelis, yaitu: Tri Agung Kristanto selaku Ketua Komisi Pendidikan dan Pengembangan Profesi Pers – Dewan Pers, Benny Prawira, M.Psi – Into The Light Indonesia Founder dan Nurul Eka H. – Ketua II Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia.

Devy Yheanne, Communications & Public Affairs Leader of Johnson & Johnson Pharmaceutical Indonesia & Malaysia menjelaskan, “Sangat penting untuk memberikan edukasi pada masyarakat awam untuk meningkatkan pengetahuan mengenai Gangguan Depresi Mayor (Major Depressive Disorder/MDD) dengan keinginan untuk bunuh diri. Sehingga dapat menurunkan stigma negatif di masyarakat, agar lebih banyak pasien yang berani untuk berkonsultasi dengan tenaga medis profesional di bidang kesehatan jiwa.”

Pendidikan dan pengetahuan mengenai kesehatan jiwa sangat diperlukan untuk menghapus stigma negatif yang ada di masyarakat untuk mendukung kesembuhan pasien. Pasien kesehatan mental terjadi di berbagai kalangan dan banyak penderita berusia produktif.

Berdasarkan temuan utama dari dokumen White Paper di wilayah Asia Pasifik bertajuk “Rising Social and Economic Cost of Major Depression: Seeing the Full Spectrum” yang disponsori oleh Johnson & Johnson Pte. Ltd. dan dilakukan oleh KPMG di Singapura, terdapat kurang dari separuh pasien yang berjuang melawan Gangguan Depresi Mayor (Major Depressive Disorder / MDD) di kawasan Asia Pasifik menerima diagnosis, yang tepat, dengan 71% pasien MDD menderita gejala yang memburuk karena pengobatan tidak disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

 

4 dari 4 halaman

Gejala Gangguan Depresi Mayor

Devy menambahkan, “Data dari White Paper tersebut mengungkapkan bahwa Asia Pasifik memiliki tingkat penyakit depresi dan penyakit jiwa yang jauh lebih tinggi daripada bagian lain dunia. Dokumen tersebut menyoroti bahwa orang yang hidup dengan depresi 40% kurang produktif daripada individu yang sehat, sedangkan harapan hidup seseorang dengan MDD adalah 20 tahun lebih pendek dari rata-rata."

Dalam ilmu kedokteran jiwa atau psikiatri, untuk mendiagnosis seseorang mengalami gangguan depresi mayor perlu diketahui apa saja gejala-gejala yang dialami. Gangguan depresi mayor tidak hanya merupakan gangguan emosional atau suasana hati, namun umumnya juga menunjukkan gejala, fisik, psikis dan sosial yang khas. 

Beberapa gejala gangguan depresi mayor adalah rasa sedih yang terus menerus, pesimis, rasa tidak berdaya, gampang tersinggung, insomnia, sulit makan, menarik diri hingga melakukan usaha untuk bunuh diri. Jika Anda atau keluarga atau teman Anda mengalami gejala-gejala yang disebutkan di atas dan mencurigai adanya gangguan depresi mayor, terutama bila ada niat untuk melukai diri sendiri dan atau bunuh diri, segeralah berkonsultasi pada tenaga kesehatan jiwa professional, seperti psikiater, dokter umum, atau psikolog.