Diary Fimela: Lestarikan Tren Berbatik pada Generasi Muda Jadi Alasan Berdirinya Batik Ratu

Fimela Reporter diperbarui 14 Jun 2023, 15:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Cepatnya arus pergerakan globalisasi memberikan pengaruh besar pada perubahan gaya berpakaian masyarakat lokal menjadi lebih kebarat-baratan atau westernisasi. Menjadi isu yang cukup penting karena bisa memberikan spekulasi seakan-akan lupa dengan kekayaan budaya lokal yang padahal juga memiliki tata busana tak kalah cantik. Salah satunya yang paling familiar di semua kalangan adalah batik

Sesuai sebutannya, Indonesia sebagai negara kepulauan diperkaya dengan warisan budaya dan adat istiadat yang tidak ada habisnya.Tak sekadar pemberian nama, terbukti dengan banyaknya kain-kain batik yang dihasilkan dari segala penjuru daerah. Kini dengan maraknya pecinta fashion telah menyorot batik menuju kancah internasional. 

Pasalnya, masih saja ada persepsi tentang batik yang sudah ketinggalan zaman dan hanya dipakai oleh generasi tua. Padahal, batik merupakan jenis pakaian versatile dan tak lekang oleh waktu. Siapa saja bisa dan cocok untuk mengenakan batik tanpa melihat umur dan generasi. 

Konon batik identik dengan acara formal, sehingga hanya dipakai ketika menghadiri acara atau pada hari-hari tertentu saja. Mendengar hal ini membuat Jessica Tanuwijaya terbangun untuk membuat sebuah lini pakaian batik yang bisa dikenakan dalam berbagai kesempatan. Maka dibangunnya Batik Ratu pada tahun 2017 oleh Jessica Tanuwijaya sendiri sebagai owner.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Lahir di keluarga penyuka batik

Classic scarf Batik Ratu. (Instagram.com/@batikratu_id)

Cerita Batik Ratu bermula dari tahun 2017. Saat itu batik belum sepenuhnya masuk di preferensi kalangan muda, sebagian besar masih memakainya di saat-saat tertentu saja. Jessica Tanuwijaya melihat kondisi ini sebagai peluang untuk mengembangkan budaya Indonesia dengan membuat sebuah pakaian dengan memanfaatkan batik. Produk pertamanya pun sebuah aksesoris pelengkap pakaian, yaitu selendang batik. 

Memilih selendang sebagai produk pertamanya karena pada waktu itu masih sangat jarang toko-toko online yang menjual selendang batik, maka dari itu Jessica ingin berinovasi membuat batik yang unik. Ide ini pun didukung oleh kedua orangtua Jessica yang ternyata sama-sama sudah berkecimprung di bidang batik. Tak heran mengapa koleksi-koleksi Batik Ratu berkualitas tinggi. 

Seiring berjalannya waktu, ternyata peminat dari konsumen yang cukup membludak Jessica mulai berinovasi untuk membuat koleksi baru tanpa meninggalkan budaya batiknya.

“Mulai dari kecil, lama-lama berkembang mengikuti pasar dan ternyata permintaan cukup banyak. Awal nya hanya menjual selendang ukuran kecil, sedikit demi sedikit menambah koleksi ke outer dan dress,” cerita Jessica Tanuwijaya kepada Fimela.

Setiap koleksi yang diluncurkan Batik Ratu mengombinasikan kain produk sendiri dan mengambil dari berbagai penjuru daerah seperti Cirebon, Pekalongan, dan Solo. Bekerja sama dengan beberapa pengrajin untuk menciptakan motif-motif baru. Tak menutup kemungkinan pula untuk kian bereksplor ragam kain dari jajaran budaya lainnya.

3 dari 4 halaman

Memberdayakan perempuan melalui batik

Jayanti Red Scarf Batik Ratu yang diikat menjadi atasan. (Instagram.com/@batikratu_id)

Jessica Tanuwijaya mengambil pemberdayaan perempuan sebagai inspirasi di balik berdirinya Batik Ratu. Ia ingin menafsirkan perempuan sebagai ‘Ratu’ di dalam kehidupannya masing-masing. Memberikan motivasi dan kekuatan untuk para perempuan agar nyaman dengan pilihan dan gayanya masing-masing. Melihat satu sama lain sebagai perempuan hebat dan kuat.

“Batik Ratu ingin memberi kekuatan untuk perempuan, bisa nyaman dengan gaya masing-masing, bisa melihat kehebatan satu sama lain, dan menjadi Ratu dalam kehidupan nya sendiri,” lanjut Jessica. 

Batik Ratu didasari oleh keindahan bunga, tumbuhan, dan burung. Senantiasa menciptakan perpaduan busana batik tradisional dengan sentuhan modern, sehingga bisa masuk di kalangan generasi muda dan berkelanjutan. Selaras dengan preferensi Jessica secara pribadi dalam berpakaian, ia menyukai tampilan sederhana namun tetap nyaman dan stylish. Ditambah lagi dengan iklim Indonesia yang cepat berganti, ingin menciptakan pakaian versatile mudah dipakai tanpa mengurangi kesan budaya Indonesia. 

“Kita ingin memberi konsep berBatik sehari-hari dengan gaya elegan, feminim, dan memegang tradisi Indonesia kita,” tutur Jessica.

4 dari 4 halaman

Beri pengalaman berbeda dengan membuka toko offline

Kaftan Batik Ratu untuk koleksi Hari Raya. (Instagram.com/@batikratu_id)

Setelah berjalan hampir 6 tahun, pasti akan selalu ada ups and down yang seringkali dihadapi oleh Jessica. Saat-saat 3 tahun pertama merintis Batik Ratu, masih berfokus menjual selendang batik secara grosir yang biasanya digunakan sebagai souvenir. Lalu permasalahan mulai berdatangan ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Dimulai dari tidak ada pembeli, stuck di satu kondisi, hingga ketakutan Jessica untuk keluar dari zona nyaman. Ia menyadari bahwa pemikirannya itu tidaklah bagus, baik untuk dirinya maupun bisnis yang sedang dirintisnya ini. 

Maka dari itu, Jessica mulai membuat strategi dan memberanikan diri untuk masuk ke dunia retail pakaian. Keberhasilannya pun terbukti. Setelah sebelumnya masih berjalan di ecommerce, kini Batik Ratu sudah memiliki toko offline di Atlas Beach Fest, Bali dan akan datang toko utama di Jakarta pada bulan Juli nanti. Sampai saat ini koleksi Batik Ratu pun sudah merambah lebih banyak, menjadi Outer, Shawl, Scarf, Dress, hingga Kaftan. Semua koleksinya mengikuti kebutuhan orang Indonesia, cocok untuk seluruh kalangan dan nyaman saat dikenakan dalam kehidupan sehari-hari. 

“Meskipun tren sekarang lebih condong ke online, tetap tidak bisa mengalahkan experience datang ke toko, memegang bahan dan lihat langsung. Masih banyak pembeli yang prefer offline store untuk membeli pakaian” tutup Jessica. 

 

*Penulis: Balqis Dhia.

#Breaking Boundaries