5 Pesan tentang Menjadi Perempuan Kuat dari K-Drama When Life Gives You Tangerines

Endah WijayantiDiperbarui 21 Agustus 2025, 12:07 WIB

Fimela.com, Jakarta Mereka mungkin tak memiliki kemewahan yang bisa dipamerkan atau status tinggi yang bisa dibanggakan tetapi mereka memikul dunia di punggung sendiri—dalam ketenangan, dalam luka yang ditelan, dalam cinta yang tak tulus dari hati terdalam. When Life Gives You Tangerines, sebuah drama Korea berlatar Jeju, menyuguhkan kisah tiga generasi perempuan yang saling menopang tanpa saling membebani. Tidak ada heroisme berlebihan, hanya keputusan-keputusan hidup yang lahir dari hati yang teguh.

Alih-alih drama keluarga yang membuat nelangsa, kisah ini justru menjadi cermin reflektif: bagaimana warisan bukan hanya tentang harta, tapi juga tentang nilai hidup yang diwariskan dari ibu kepada anak perempuannya. Dari Jeon Gwang-Rye, Oh Ae-Sun, hingga Yang Geum-Myeong, tiap tokoh perempuan membawa pesan kuat: bahwa menjadi perempuan bukan sekadar peran sosial, tapi perjuangan terhadap sistem yang mungkin membatasi arah hidup mereka.

 

 

What's On Fimela
2 dari 6 halaman

1. Menolak Jalan yang Sama Bukan Berarti Menolak Tradisi

Sikap yang tepat./Copyright Fimela - Risang Abel

Jeon Gwang-Rye memilih untuk memutus rantai. Ia, seorang haenyo—penyelam wanita tangguh dari Jeju—menolak membiarkan putrinya Oh Ae-Sun menjalani hidup yang sama. Banyak yang mengira keputusan itu egois, seakan menolak tradisi luhur. Ya, ada kalanya cinta itu berarti memutus pola lama demi membuka jalan baru. Gwang-Rye bukan membenci laut, ia hanya tak ingin putrinya dihukum oleh takdir yang tak dipilihnya.

Ada pesan tentang bagaimana perempuan berhak menentukan arah generasinya. Tidak semua yang diwariskan harus diwarisi. Tak semua tradisi harus dilanjutkan bila menyakitkan. Gwang-Rye memilih untuk tidak mewariskan luka. Ia ingin Ae-Sun punya kebebasan untuk bermimpi, bukan menjalani hidup yang penuh kegetiran.

Sikapnya adalah bentuk lain dari cinta yang berani—cinta yang mengandung risiko, karena ia tahu keputusan itu bisa membuatnya terlihat melawan norma. Bukankah cinta sejati justru ada dalam keputusan-keputusan berat yang tak bisa dimengerti banyak orang?

 

 

3 dari 6 halaman

2. Berkorban Bisa Menjadi Tanda Cinta yang Sangat Tulus

Menyikapi kehidupan./Copyright Fimela - Risang Abel

Oh Ae-Sun melanjutkan warisan keteguhan sang ibu. Ketika putrinya, Yang Geum-Myeong, menunjukkan potensi besar, Ae-Sun dengan dukungan sang suami menjual kapal—aset utama mata pencahariannya—demi membiayai kuliah Geum-Myeong ke luar negeri. Ia tak menuntut balas budi. Tak memaksa Geum-Myeong menempuh jalan yang ia pilihkan. Ia hanya ingin membuka ruang bagi putrinya untuk tumbuh, memilih, dan menggapai.

Sikap ini menunjukkan bahwa menjadi ibu kuat bukan berarti mengontrol, melainkan memberi fondasi. Ae-Sun tahu, pendidikan bukan sekadar gelar. Bekal pendidikan yang baik bisa melindungi putrinya dari dunia yang keras. Ia rela kehilangan pegangan demi memberi putrinya sayap. Ia tidak takut jatuh, karena ia yakin Geum-Myeong akan terbang.

 

 

4 dari 6 halaman

3. Cinta yang Setara Tak Menindas dan Tak Menyusutkan

Semangat dan motivasi hidup./Copyright Fimela - Guntur Merdekawan

Dalam drama ini, relasi romantis bukanlah tujuan akhir, melainkan ruang untuk memahami makna lebih luas tentang hubungan yang sehat. Pilihan pasangan yang tepat menjadi sorotan penting. Ae-Sun dan Geum-Myeong sama-sama mengalami persinggungan dengan lelaki yang masih membawa nilai-nilai patriarki. Bukan kekerasan fisik atau kata-kata merendahkan, tapi melalui tekanan yang menyusutkan agar mereka "mengerti posisi sebagai perempuan."

Menjadi perempuan kuat bukan berarti menolak cinta, tetapi memilih cinta yang setara dan bisa diperjuangkan bersama. Pasangan yang tepat adalah yang berdiri sejajar, tidak naik pangkat sebagai penyelamat, dan tidak berharap perempuan untuk mengalah.

Sahabat Fimela, generasi yang sehat dimulai dari relasi yang sehat. Dan perempuan berhak memilih pasangan yang mendukung impiannya, bukan yang menertawakannya. Bukan yang menilai perempuan dari seberapa "cukup," tapi dari seberapa ia bertumbuh menjadi dirinya sendiri.

 

 

5 dari 6 halaman

4. Setiap Impian Perlu Diperjuangkan Sebaik-baiknya

Bahagia./Copyright Fimela - Guntur Merdekawan

Impian para tokoh perempuan dalam drama ini mungki tak terkesan megah. Tak ada ambisi menyelamatkan dunia atau meraih popularitas. Tapi justru di situlah kekuatannya. Impian mereka sederhana namun revolusioner: ingin bebas menentukan jalan hidup, ingin anak-anaknya hidup lebih baik, ingin mencintai tanpa dihukum. Dan mereka tak menunggu izin siapa pun.

Oh Ae-Sun memutuskan untuk berjuang dengan caranya sendiri, sampai kemudian bisa menjadi pemilik kapal bersama suaminya. Bukan karena ingin menjadi pionir, tapi karena cara itu bisa memberi harapan hidup yang lebih baik. Geum-Myeong pun memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri, dengan nilai-nilai yang ia bawa dari keluarganya—integritas dan keberanian.

Sahabat Fimela, ketika perempuan tahu arah langkahnya, tak perlu takut akan pandangan orang lain. Kekuatan terbesar bukan berasal dari validasi orang lain, melainkan dari keyakinan bahwa hidup ini milik kita sepenuhnya. Dan drama ini mengingatkan: impian perempuan tak pernah kecil, hanya sering diperkecil oleh lingkungan yang tak siap melihatnya bersinar.

 

 

6 dari 6 halaman

5. Daya Juang Perempuan Memiliki Keistimewaannya Sendiri

Menyikapi kehidupan yang dijalani./Copyright Fimela - Guntur Merdekawan

Keteguhan para perempuan dalam When Life Gives You Tangerines bukan berarti kekerasan hati. Justru, drama ini menunjukkan bahwa kelembutan juga bisa menjadi bentuk perlawanan yang halus. Jeon Gwang-Rye rela bekerja lebih keras demi keluarga, Ae-Sun rela berkorban lebih besar demi orang-orang tercinta, dan Geum-Myeong yang punya tekadnya sendiri menjalani hidup yang bisa mengangkat derajat keluarga. Namun mereka semua bertahan. Dan itu sudah lebih dari cukup.

Daya juang perempuan memiliki keistimewaannya sendiri karena ia lahir bukan dari ambisi untuk menguasai atau menjadi yang paling mendominasi, melainkan dari keteguhan hati untuk melindungi, mencintai, dan bertahan dalam ketegaran hati. Melalui keputusan-keputusan hidup yang sarat makna, kesabaran yang kuat, dan keberanian untuk terus berjalan meski dunia tidak selalu memihak, seorang perempuan bisa bersinar menjalani hidupnya. Dalam kelembutannya tersimpan keberanian, dalam diamnya ada ketegasan, dan dalam kasihnya terdapat kekuatan yang mampu mengubah arah hidup banyak orang. Inilah yang menjadikan daya juang perempuan sangat istimewa.

Drama ini mungkin tidak menghadirkan tokoh yang serba sempurna, tapi menampilkan perempuan biasa dengan keberanian luar biasa. Mereka tidak ditampilkan sebagai pahlawan. Namun justru di situlah keistimewaannya: bahwa kekuatan terbesar seorang perempuan sering kali hadir dalam manifestasi sederhana tetap teguh—sikap tenang, keputusan bijak, dan hati yang setegar karang.

When Life Gives You Tangerines tidak menjanjikan dunia yang berubah dalam semalam. Drama korea ini menghadirkan perspektif baru tentang apa artinya menjadi perempuan yang bertahan dan mencintai dalam ruang sempit yang terus mengecilkan.

Sahabat Fimela, melalui tiga generasi perempuan ini, kita belajar satu hal penting: bahwa setiap langkah kecil yang diambil dengan keberanian akan memberi ruang yang lebih luas bagi generasi berikutnya.

Perempuan yang kuat bukanlah mereka yang tidak pernah jatuh. Mereka adalah yang tahu kapan harus bangkit, kapan harus bertahan, dan kapan harus membuka jalan baru. Dan itulah warisan paling berharga yang bisa kita tinggalkan—keberanian untuk menentukan hidup sendiri, dan kebijaksanaan untuk meneruskan nilai-nilai itu kepada dunia.