Mengapa Balita Sering Frustrasi? Kenali Penyebab dan Cara Mengatasinya

Adinda Tri WardhaniDiterbitkan 15 Oktober 2025, 15:59 WIB

ringkasan

  • Frustrasi balita adalah respons emosional normal akibat kesenjangan komunikasi dan keinginan mandiri yang belum didukung kemampuan kognitif.
  • Orang tua dapat mengelola frustrasi balita saat tantrum dengan tetap tenang, memvalidasi perasaan, mengalihkan perhatian, dan memberikan pilihan tanpa menghukum.
  • Pencegahan jangka panjang meliputi rutinitas konsisten, pengajaran komunikasi, pemodelan perilaku positif, serta memberikan kesempatan anak mencoba dan gagal.

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, apakah Anda sering melihat si kecil tantrum tanpa alasan jelas? Frustrasi pada balita adalah respons emosional yang umum, bagian normal dari tumbuh kembang mereka yang penuh eksplorasi. Kondisi ini sering muncul karena kesenjangan antara keinginan mandiri dan kemampuan komunikasi mereka yang masih terbatas.

Memahami mengapa balita mengalami frustrasi adalah kunci bagi orang tua untuk merespons dengan tepat dan efektif. Balita memiliki emosi kuat namun belum memiliki keterampilan verbal memadai untuk mengekspresikannya, yang seringkali memicu ledakan amarah. Ini adalah tantangan yang dihadapi banyak keluarga setiap hari.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui fakta-fakta kunci mengenai frustasi yang kerap dialami balita. Dengan pemahaman yang baik, kita dapat membantu si kecil belajar mengelola emosinya serta menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan mereka secara optimal.

2 dari 6 halaman

Memahami Frustrasi Balita: Penyebab dan Pemicunya

Anak sensitif dan mudah menangis hanya perlu bimbingan dari orang tua untuk membantu mengelola emosi mereka. Berikut caranya. (Foto: Unsplash.com/Nathan Dumlao).

Frustrasi pada balita merupakan bagian tak terpisahkan dari fase perkembangan mereka yang dinamis. Ini adalah respons emosional yang wajar ketika si kecil menghadapi keterbatasan dalam mengekspresikan diri atau mencapai keinginannya. Balita memang mengalami emosi yang sangat kuat, namun keterampilan verbal dan kognitif mereka belum sepenuhnya matang untuk mengelola atau mengkomunikasikan perasaan tersebut secara efektif.

Salah satu penyebab utama frustrasi ini adalah kesenjangan komunikasi yang signifikan. Balita seringkali kekurangan kosakata yang memadai untuk menyampaikan kebutuhan atau emosi mereka dengan jelas kepada orang dewasa. Selain itu, keinginan kuat untuk mandiri juga menjadi pemicu; mereka ingin menjelajahi dunia dan menguji batasan, tetapi belum memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan semua yang diinginkan.

Keterbatasan kontrol atas lingkungan sekitar juga berkontribusi besar terhadap rasa frustrasi. Ketika balita tidak dapat melakukan sesuatu sendiri, tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan, atau dihadapkan pada situasi di luar kendali mereka, ledakan emosi bisa terjadi. Ini adalah bagian dari proses belajar mereka memahami batasan dan kemampuan diri.

Beberapa pemicu frustrasi balita juga bersifat fisik dan lingkungan, seperti merasa lapar atau kelelahan yang ekstrem. Kesulitan dalam menyelesaikan tugas sederhana, seperti bermain dengan mainan yang rumit, atau perubahan mendadak pada rutinitas harian yang biasa, juga dapat memicu tantrum. Lingkungan yang terlalu ramai atau transisi yang sulit antar aktivitas juga bisa menjadi faktor pemicu penting.

3 dari 6 halaman

Mengenali Tanda-tanda Anak Frustasi dan Tantrum

Ketika balita mengalami frustrasi, respons yang paling umum dan sering terlihat adalah tantrum. Tantrum merupakan bagian normal dari perkembangan anak dan biasanya mulai muncul sekitar usia 12 hingga 18 bulan. Puncaknya sering terjadi antara usia 2 dan 3 tahun, sebelum akhirnya berkurang seiring dengan kemampuan anak untuk menggunakan kata-kata dalam mengkomunikasikan keinginan dan kebutuhannya.

Sahabat Fimela perlu mengenali tanda-tanda fisik dan perilaku yang menunjukkan frustrasi pada si kecil. Secara fisik, balita mungkin menunjukkan ketegangan tubuh, tangan mengepal, wajah memerah, serta napas yang cepat. Sementara itu, tanda perilaku yang sering terlihat meliputi menangis, menjerit, menghentakkan kaki, menendang, menarik atau mendorong, memukul, hingga melempar barang-barang di sekitarnya.

Perilaku agresif juga seringkali menyertai frustrasi balita. Banyak balita bisa menjadi agresif, seperti menggigit, menendang, menarik rambut, mendorong, memukul, atau melempar mainan maupun makanan. Perilaku agresif ini umumnya berasal dari rasa frustrasi karena mereka merasa tidak memiliki kekuatan atau kendali atas lingkungan, atau karena kesulitan mengungkapkan apa yang mereka inginkan atau rasakan melalui kata-kata.

4 dari 6 halaman

Strategi Mengelola Frustrasi Balita Saat Tantrum

Saat si kecil sedang mengalami tantrum akibat frustrasi, hal terpenting bagi orang tua adalah tetap tenang dan merespons dengan cara yang mendukung pembelajaran emosional. Reaksi orang tua sangat memengaruhi suasana; dengan tetap tenang, Anda memberikan contoh bagaimana menangani emosi yang kuat. Jika sulit, tidak ada salahnya meninggalkan ruangan sebentar untuk menenangkan diri.

Validasi perasaan anak dengan kalimat seperti, "Saya tahu kamu kesal, ini memang sulit." Pendekatan ini membantu mereka merasa dipahami dan mendorong regulasi emosi. Selain itu, mengalihkan perhatian anak ke aktivitas atau objek yang menarik juga sangat efektif. Misalnya, jika mereka frustrasi dengan satu mainan, tawarkan mainan atau buku lain yang berbeda.

Memberikan pilihan kecil dapat memberi balita rasa kendali, contohnya, "Apakah kamu mau memakai baju merah atau biru?" Untuk perilaku berbahaya, bawa anak ke tempat yang tenang dan aman. Konsep 'time-out' bisa diterapkan untuk anak di atas 2 tahun, dengan durasi satu menit per tahun usia. Penting juga untuk mengabaikan perilaku minor seperti tangisan atau jeritan yang tidak membahayakan, sebab semakin banyak perhatian yang diberikan pada tantrum, semakin besar kemungkinan tantrum itu akan terulang. Ingat, jangan pernah menghukum anak karena tantrum, karena ini dapat menyebabkan mereka menyimpan perasaannya, yang tidak sehat bagi perkembangan emosinya.

5 dari 6 halaman

Mencegah Frustrasi Balita untuk Jangka Panjang

Membangun lingkungan yang mendukung dan mengajarkan keterampilan emosional adalah kunci untuk membantu balita mengelola frustrasi mereka seiring waktu. Pertahankan rutinitas harian yang konsisten untuk makan, tidur, dan bermain. Rutinitas ini membantu anak mengetahui apa yang diharapkan dan secara signifikan mengurangi potensi frustrasi yang tidak perlu.

Dorong anak untuk menggunakan kata-kata dalam mengungkapkan perasaan mereka. Bantu mereka memberi label emosi seperti "marah," "sedih," atau "frustrasi" agar mereka memiliki kosakata untuk berekspresi. Memberikan pilihan kecil juga dapat menumbuhkan rasa kendali pada anak. Sebagai orang tua, Anda adalah guru emosional terbesar; modelkan cara Anda menangani frustrasi dan kemarahan dengan tenang dan konstruktif.

Berikan perhatian ekstra dan pujian saat anak berperilaku baik atau berhasil mengatasi frustrasi. Ini adalah bentuk penguatan positif yang sangat efektif. Ciptakan juga "sudut tenang" di rumah dengan barang-barang yang menenangkan, tempat anak bisa pergi saat merasa kewalahan. Selalu rencanakan ke depan untuk menghindari situasi yang mungkin memicu tantrum, seperti menjalankan tugas saat anak lapar atau lelah.

Terakhir, beri balita kesempatan untuk mencoba dan bahkan gagal sendiri. Proses ini memungkinkan mereka untuk terlibat dalam koreksi diri dan pemecahan masalah, keterampilan yang sangat penting untuk mengembangkan ketahanan emosional. Membiarkan mereka belajar dari pengalaman akan sangat membantu dalam mengurangi frustasi yang kerap dialami balita.

6 dari 6 halaman

Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional

Meskipun tantrum dan frustrasi adalah bagian normal dari perkembangan balita, ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa mungkin diperlukan bantuan profesional. Sahabat Fimela perlu waspada jika tantrum si kecil sangat sering atau intens, terjadi beberapa kali sehari. Perhatikan juga jika tantrum berlangsung sangat lama secara teratur, meskipun Anda sudah mencoba berbagai strategi untuk mengelolanya.

Segera cari bantuan jika anak menunjukkan perilaku agresif atau merusak yang parah atau persisten, seperti melukai diri sendiri atau orang lain. Jika kemarahan secara signifikan memengaruhi aktivitas sehari-hari anak, atau strategi pengasuhan yang Anda terapkan tidak efektif setelah implementasi yang konsisten, ini adalah indikasi kuat untuk mencari saran ahli. Dampak pada kehidupan sehari-hari bisa berupa kesulitan bersosialisasi atau partisipasi dalam kegiatan rutin.

Kekhawatiran medis juga harus menjadi perhatian. Jika anak Anda tampak sangat pasif atau menarik diri, selalu sedih, atau sangat menuntut dan tidak puas sebagian besar waktu, ini bisa menjadi tanda depresi atau masalah tersembunyi lainnya. Dokter juga dapat memeriksa masalah kesehatan seperti masalah pendengaran atau penglihatan, penyakit kronis, keterlambatan bahasa, atau ketidakmampuan belajar yang dapat membuat anak lebih mungkin mengalami frustrasi dan tantrum.