Apakah Anda Orangtua yang Mengontrol? Ini Cara Tepat Mengatasinya

Adinda Tri WardhaniDiterbitkan 16 Oktober 2025, 17:16 WIB

ringkasan

  • Orang tua yang mengontrol menunjukkan tanda seperti standar tidak realistis, kritik berlebihan, manipulasi, dan kurangnya privasi, yang menghambat otonomi anak.
  • Pola asuh mengontrol dapat menyebabkan dampak negatif jangka panjang pada anak, termasuk masalah hubungan, pencapaian pendidikan, kesehatan mental, dan respons fisik terhadap stres.
  • Baik orang tua maupun anak dapat menerapkan strategi untuk melepaskan diri dari pola asuh mengontrol, seperti meningkatkan kemandirian anak, menetapkan batasan, dan mencari dukungan.

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, menjadi orang tua adalah perjalanan yang penuh tantangan, di mana kita seringkali ingin memberikan yang terbaik bagi buah hati. Namun, tanpa disadari, keinginan untuk melindungi dan membimbing bisa berubah menjadi perilaku mengontrol yang justru merugikan. Pola asuh yang terlalu ketat ini dapat menghambat kemandirian serta perkembangan emosional anak.

Pertanyaan apakah Anda orangtua yang terlalu mengontrol jadi pertimbangan penting untuk direfleksikan demi kebaikan jangka panjang anak-anak kita. Memahami ciri-ciri orang tua yang mengontrol adalah langkah awal untuk menciptakan lingkungan tumbuh kembang yang lebih sehat.

Artikel ini akan mengupas tuntas tanda-tanda perilaku mengontrol, dampak negatifnya pada anak, serta strategi praktis untuk melepaskan diri dari pola asuh tersebut. Mari kita selami lebih dalam bagaimana kita bisa menjadi orang tua yang suportif tanpa harus mengendalikan setiap aspek kehidupan anak.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Tanda-tanda Perilaku Orangtua yang Mengontrol

Salah satu tanda yang paling umum orangtua yang kerap mengontrol berlebihan adalah penetapan standar yang tidak realistis dan perfeksionis. (Foto: Edward Cisneros/Unsplash)

Orangtua yang mengontrol seringkali menunjukkan serangkaian perilaku yang secara halus atau terang-terangan membatasi ruang gerak dan otonomi anak. Perilaku ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari ekspektasi yang tidak realistis hingga kurangnya empati terhadap perasaan anak. Mengenali tanda-tanda ini menjadi kunci penting bagi Sahabat Fimela untuk melakukan introspeksi.

Salah satu tanda yang paling umum adalah penetapan standar yang tidak realistis dan perfeksionis. Orang tua mungkin menuntut anak untuk selalu berprestasi tinggi di semua bidang, baik akademik maupun non-akademik, dan akan menghukum jika standar tersebut tidak terpenuhi. Keterlibatan berlebihan dalam kehidupan anak juga menjadi ciri, di mana orang tua berusaha mendikte pertemanan, pilihan pendidikan, hingga karier anak.

Selain itu, kritik berlebihan terhadap pilihan pribadi anak atau penampilan mereka, serta manipulasi emosional, seringkali digunakan untuk mengontrol perilaku. Orang tua yang mengontrol mungkin membuat anak merasa bersalah atau menarik kasih sayang sebagai taktik. Mereka juga cenderung mengabaikan emosi anak, menuntut kepatuhan buta dengan aturan kaku, dan menghalangi anak mengembangkan kemandirian, bahkan hingga membatasi privasi anak secara ekstrem.

3 dari 4 halaman

Dampak Jangka Panjang Pola Asuh yang Mengontrol

Pola asuh yang mengontrol memiliki konsekuensi serius dan jangka panjang terhadap perkembangan psikologis anak. Penelitian menunjukkan bahwa taktik kontrol psikologis dapat menghambat perkembangan otonomi anak pada masa-masa krusial, membentuk pribadi yang kurang mandiri di kemudian hari. Dampak ini perlu disadari oleh setiap orang tua.

Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang terlalu mengontrol cenderung mengalami kesulitan dalam hubungan sosial dan pencapaian pendidikan saat dewasa. Mereka mungkin kesulitan menjalin hubungan romantis yang sehat dan suportif, bahkan memiliki kemungkinan lebih rendah untuk berada dalam suatu hubungan pada usia dewasa. Ini menunjukkan bagaimana pengalaman masa kecil membentuk pola interaksi di masa depan.

Lebih lanjut, kesehatan mental dan emosional anak juga rentan terganggu. Risiko kecemasan, depresi, dan masalah harga diri meningkat pada anak-anak dari orang tua yang mengontrol. Mereka mungkin kesulitan mengatur emosi sendiri dan mengembangkan rasa percaya diri. Bahkan, kontrol psikologis pada usia remaja dapat memprediksi respons detak jantung yang lebih tumpul saat stres di usia dewasa, yang berpotensi terkait dengan masalah kesehatan fisik seperti penyakit kardiovaskular.

4 dari 4 halaman

Strategi Melepaskan Diri dari Pola Asuh Mengontrol

Bagi Sahabat Fimela yang menyadari adanya perilaku mengontrol dan ingin berubah, atau bagi anak dewasa yang berjuang dengan orang tua yang mengontrol, ada berbagai strategi yang dapat diterapkan. Perubahan ini memerlukan kesadaran, kesabaran, dan komitmen untuk menciptakan hubungan yang lebih sehat dan memberdayakan.

Untuk orang tua, mulailah dengan meningkatkan kemandirian anak dengan memberikan kebebasan yang sesuai usia, seperti membiarkan mereka memilih pakaian atau membersihkan kamar. Dorong anak untuk menyuarakan pendapat dan membuat pilihan, bahkan jika itu berarti mereka akan membuat kesalahan. Lepaskan ekspektasi yang sudah ada sebelumnya dan terima bahwa anak akan menemukan minatnya sendiri. Kenali pemicu Anda untuk mengontrol dan bersikap realistis bahwa tidak semua hal bisa dikontrol. Berikan pilihan kepada anak dan modelkan perilaku sehat, serta fokus pada pemberdayaan, bukan kekuasaan.

Sementara itu, bagi anak-anak dewasa, penting untuk tidak terobsesi menyenangkan orang tua dan fokus pada kebahagiaan diri sendiri. Buat rencana tindakan objektif untuk kemandirian, tetapkan batasan yang tegas mengenai keputusan apa yang boleh dipertimbangkan orang tua, dan jika memungkinkan, pisahkan ikatan finansial. Terima bahwa Anda tidak dapat mengubah orang tua, tetapi Anda bisa mengubah cara Anda merespons mereka. Cari dukungan dari kelompok, terapi, atau coaching, latih kebaikan diri, dan lakukan reparenting diri sendiri untuk menyembuhkan luka masa lalu.