Mengasuh Anak, Mengasah Otak: Parenting Membuat Otak Makin Cerdas

Endah WijayantiDiterbitkan 20 Oktober 2025, 15:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Tidak ada sekolah yang benar-benar mempersiapkan seseorang menjadi orangtua. Butuh kesiapan yang matang untuk menjadi orangtua yang baik. Di sisi lain, tanpa disadari, setiap tangisan bayi, setiap percakapan kecil di meja makan, dan setiap keputusan spontan di tengah kekacauan rumah tangga adalah latihan intensif bagi otak. Otak orangtua bekerja seperti atlet yang berlatih setiap hari, yang beradaptasi, memperkuat koneksi, dan menciptakan jalur baru untuk memahami, menenangkan, dan memecahkan masalah.

Menariknya, semua proses itu bukan sekadar efek emosional. Sains menunjukkan bahwa pengalaman mengasuh anak benar-benar mengubah struktur otak. Neuroplastisitas, yaitu kemampuan otak untuk membentuk ulang jaringan saraf berdasarkan pengalaman, adalah alasan mengapa banyak orangtua justru merasa lebih tajam, lebih peka, dan lebih kreatif seiring waktu. Parenting ternyata bukan hanya perjalanan emosional, tetapi juga perjalanan neurologis.

2 dari 7 halaman

Otak yang Terbentuk Ulang Lewat Cinta dan Kekacauan

Otak yang Terbentuk Ulang Lewat Cinta dan Kekacauan./Copyright depositphotos.com/havucvp

Moms, fase menjadi orangtua mengubah cara otak bekerja.

Ketika menghadapi bayi yang menangis atau anak yang merengek, sistem limbik, yaitu bagian otak yang mengatur emosi menjadi sangat aktif. Seiring waktu, otak belajar untuk menyeimbangkan antara respons emosional dan kendali rasional. Hal inilah yang membuat banyak orangtua tampak lebih tenang menghadapi situasi yang dulu mungkin memicu stres berlebih.

Secara biologis, pengasuhan memicu perubahan di area otak seperti prefrontal cortex (pengambilan keputusan), hippocampus (memori dan pembelajaran), serta amigdala (regulasi emosi). Semua bagian itu membentuk ulang diri mereka karena terus digunakan, seperti otot yang menguat setelah latihan. Tidak heran, Moms yang dulu mudah panik kini bisa multitasking sambil tetap fokus pada hal-hal penting.

Menariknya lagi, proses ini tidak hanya terjadi pada ibu yang melahirkan. Ayah yang aktif mengasuh anak juga menunjukkan peningkatan konektivitas saraf di area empati dan perhatian.

Jadi, neuroplastisitas adalah milik setiap orangtua yang terlibat, bukan hanya yang biologis.

3 dari 7 halaman

Tantangan Kecil, Efek Besar pada Jalur Saraf

Tantangan Kecil, Efek Besar pada Jalur Saraf./Copyright depositphotos.com/1112000

Setiap tantangan sehari-hari, dari menenangkan anak tantrum hingga mencari cara agar waktu tidur lebih teratur, adalah bentuk “pelatihan otak” alami.

Setiap kali Moms harus mencari solusi baru, otak beradaptasi dan memperkuat jalur yang menghubungkan logika dengan empati. Hasilnya, orangtua menjadi lebih lincah dalam berpikir dan lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan.

Aktivitas pengasuhan juga mengasah kemampuan eksekutif otak, seperti perencanaan, manajemen waktu, dan regulasi diri. Itu sebabnya, banyak orangtua menjadi lebih strategis dalam mengambil keputusan, bukan karena belajar teori manajemen, tetapi karena hidup memaksa mereka untuk berpikir cepat dan efektif setiap hari.

Dan ada bonusnya: interaksi hangat dengan anak, seperti pelukan, tawa, dan komunikasi penuh perhatian, merangsang pelepasan oksitosin. Hormon ini tidak hanya mempererat hubungan emosional, tetapi juga menurunkan stres dan meningkatkan fungsi kognitif.

Jadi, setiap pelukan bukan sekadar ekspresi kasih, tetapi juga “vitamin otak” alami.

4 dari 7 halaman

Dari Keletihan ke Ketajaman Mental

Dari Keletihan ke Ketajaman Mental./Copyright depositphotos.com/geargodz

Moms mungkin sering merasa lelah secara fisik, tapi justru di balik keletihan itu, otak sedang berkembang. Fase pengasuhan menstimulasi pertumbuhan sel saraf baru di hippocampus. Apa maksudnya? Artinya, proses belajar dari pengalaman sehari-hari tidak hanya memperkaya pengetahuan, tapi juga secara literal memperkuat kapasitas memori dan fokus.

Perubahan ini membuat banyak orangtua lebih mudah beradaptasi dengan tekanan hidup di luar konteks rumah. Mereka terbiasa mengelola stres jangka pendek tanpa kehilangan arah.

Bahkan dalam dunia kerja, kemampuan multitasking dan pengambilan keputusan cepat yang diasah lewat pengasuhan anak sering menjadi keunggulan kompetitif tersendiri.

Yang menarik, ketajaman ini bukan hasil dari rutinitas yang mudah, melainkan dari proses belajar di bawah tekanan penuh kasih. Itulah keajaiban neuroplastisitas, yaitu otak tumbuh bukan karena kemudahan, melainkan karena makna dan keterlibatan emosional yang mendalam.

5 dari 7 halaman

Orangtua Juga Bertumbuh Seiring Perkembangan Anak

Orangtua Juga Bertumbuh Seiring Perkembangan Anak./Copyright depositphotos.com/pratthanchoruangsak

Setiap fase tumbuh kembang anak memaksa orangtua untuk mempelajari sesuatu yang baru. Saat anak mulai berbicara, Moms belajar berkomunikasi dengan lebih sabar dan responsif.

Saat anak bertanya tanpa henti, Moms belajar berpikir kritis dan menjelaskan konsep abstrak dengan sederhana. Saat anak mulai remaja, kemampuan berempati dan negosiasi emosional Moms diuji habis-habisan.

Semua pengalaman ini memperkaya neural map di otak. Ada alasan mengapa banyak orangtua yang mengatakan mereka menjadi lebih sabar dan intuitif setelah memiliki anak. Otak mereka memang berlatih mengenali pola, menafsirkan ekspresi, dan menyesuaikan respons secara lebih cepat dibanding sebelumnya.

Menariknya, otak tidak kembali seperti semula meskipun anak sudah dewasa. Koneksi saraf yang terbentuk karena pengalaman pengasuhan bertahan lama, sebuah bukti bahwa menjadi orangtua bukan hanya mengubah hidup, tetapi juga secara harfiah mengubah otak.

6 dari 7 halaman

Merawat Neuroplastisitas setelah Tahun-Tahun Awal

Merawat Neuroplastisitas setelah Tahun-Tahun Awal./Copyright depositphotos.com/220Selfmadestudio

Neuroplastisitas tidak berhenti ketika anak tumbuh besar. Moms yang terus aktif secara mental dan emosional, seperti dengan membaca, berdiskusi dengan anak, atau mengajar mereka tentang kehidupan, menjaga otaknya tetap lentur. Aktivitas yang melibatkan hubungan sosial dan empati juga memperpanjang efek positif pengasuhan terhadap otak.

Sebaliknya, ketika orangtua mulai kehilangan rasa ingin tahu dan berhenti terlibat secara emosional, koneksi saraf bisa melemah. Itu sebabnya, menjaga semangat belajar dan kepekaan emosional penting agar otak tetap tajam bahkan setelah anak-anak mandiri.

Dalam konteks ini, parenting adalah proses yang tidak pernah benar-benar selesai. Setiap fase baru, setiap tantangan baru, adalah kesempatan untuk terus memperbarui otak dan memperkaya cara berpikir. Otak orangtua yang penuh kasih bukan hanya lebih kuat sekaligus juga lebih hidup.

7 dari 7 halaman

Mengasuh Anak, Mengasah Diri

Mengasuh Anak, Mengasah Diri./Copyright depositphotos.com/1stfootage

Menjadi orangtua sering dianggap perjalanan yang melelahkan, tapi di balik semua kekacauan, ada keajaiban yang jarang disadari.

Setiap hari, Moms bukan hanya mengasuh anak, tetapi juga melatih otaknya untuk menjadi lebih adaptif, fokus, dan berempati. Neuroplastisitas menjadikan setiap momen, bahkan yang tampak biasa, sebagai latihan kognitif bernilai tinggi.

Moms yang menyadari hal ini akan melihat pengasuhan bukan sekadar tugas, melainkan peluang untuk bertumbuh. Karena setiap kali kita berusaha memahami anak, menahan emosi, atau memilih kata yang tepat saat menasihati, otak sedang memperkuat jaringannya.

Parenting, pada akhirnya, adalah seni menyembuhkan, belajar, dan menjadi manusia dengan kapasitas mental yang semakin luas.