Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, tahukah bahwa usia 6 hingga 12 tahun merupakan periode krusial dalam perkembangan anak? Fase ini, yang dikenal sebagai middle childhood, adalah masa penguasaan keterampilan kognitif, fisik, dan sosial. Kesehatan mental pada periode ini sangat memengaruhi fondasi masa depan mereka.
Data menunjukkan bahwa hampir 1 dari 5 anak usia 3 hingga 17 tahun di AS pernah didiagnosis dengan kondisi kesehatan mental. Angka ini mencakup gangguan emosional atau perilaku yang membutuhkan perhatian serius. Memahami kondisi ini menjadi langkah awal untuk memberikan dukungan terbaik.
Peningkatan prevalensi kondisi kesehatan mental pada anak-anak menuntut perhatian lebih dari kita semua. Dengan pemahaman yang tepat, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang mental anak. Ini adalah investasi penting bagi generasi mendatang.
Menguak Data: Prevalensi dan Jenis Gangguan Mental Health
Kondisi kesehatan mental pada anak-anak tengah menunjukkan angka yang signifikan. Hampir 21% anak usia 3 hingga 17 tahun di Amerika Serikat pernah didiagnosis dengan kondisi mental, emosional, atau perilaku. Prevalensi ini cenderung meningkat seiring bertambahnya usia anak.
Gangguan kecemasan, depresi, dan masalah perilaku menjadi diagnosis paling umum pada anak-anak. Pada tahun 2023, lebih dari 5,3 juta remaja usia 12-17 tahun mengalami kondisi ini. Kecemasan mendominasi dengan 16,1%, diikuti depresi 8,4%, dan masalah perilaku 6,3%.
Antara tahun 2016 hingga 2023, prevalensi kondisi kesehatan mental pada remaja meningkat 35%. Peningkatan kecemasan mencapai 61% dan depresi 45%. Data ini menyoroti urgensi untuk memahami dan mengatasi isu kesehatan mental anak sejak dini.
Terdapat perbedaan gender dalam diagnosis, di mana perempuan lebih sering mengalami kecemasan dan depresi, sementara laki-laki lebih rentan terhadap masalah perilaku. Namun, ada harapan: 3 dari 5 anak usia 6-17 tahun menunjukkan indikator flourishing, seperti rasa ingin tahu dan ketenangan menghadapi tantangan.
Faktor Pemicu dan Tantangan dalam Menjaga Mental Health
Beberapa faktor berperan besar dalam membentuk kondisi mental yang sehat. Pengalaman masa kanak-kanak yang merugikan (Adverse Childhood Experiences/ACEs) dapat berdampak traumatis pada kesehatan fisik dan mental. Sebaliknya, pengalaman positif (Positive Childhood Experiences/PCEs) yang mendukung lingkungan aman dan penuh kasih dapat mengurangi risiko kondisi mental.
Pubertas yang datang lebih awal, bahkan pada usia 8 atau 9 tahun, dapat menjadi pemicu kecemasan dan depresi. Anak-anak pada usia ini mungkin belum memiliki kematangan emosional untuk memproses perubahan fisik dan hormonal. Hal ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan kesadaran diri yang berlebihan.
Paparan berlebihan terhadap layar dan media sosial juga berkontribusi pada masalah kesehatan mental anak. Selain itu, epidemi kesepian, di mana anak-anak kurang berinteraksi sosial secara tidak terstruktur, mengurangi waktu bermain. Ini memiliki dampak sosial nyata dan memengaruhi kesejahteraan mental mereka.
Faktor struktural seperti kemiskinan, kerawanan pangan, tunawisma, dan kurangnya akses layanan kesehatan juga memengaruhi kondisi kesehatan mental. Stres berkepanjangan akibat faktor-faktor ini dapat memicu masalah regulasi emosi, kecemasan, dan depresi pada anak-anak.
Strategi Dukungan dan Pencegahan
Sekolah memegang peranan vital sebagai lingkungan untuk menjangkau dan membantu anak-anak. Namun, banyak sekolah belum menyediakan penilaian atau layanan perawatan kesehatan mental yang memadai. Keterhubungan sekolah, yaitu perasaan peduli dari orang dewasa dan teman sebaya, sangat penting bagi kesehatan mental siswa.
Profesional kesehatan di layanan primer seringkali menjadi sumber utama perawatan bagi anak-anak dengan depresi ringan dan sedang. Rekomendasi skrining kecemasan secara teratur untuk usia 8-18 tahun dan depresi untuk usia 12-18 tahun menunjukkan pentingnya deteksi dini.
Komunikasi positif dan jujur antara orang tua dan anak adalah kunci pencegahan. Orang tua perlu menormalisasi percakapan tentang pubertas dan emosi. Membangun harga diri anak, dengan mengajarkan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar, juga sangat krusial.
Urgensi intervensi dini, identifikasi tanda peringatan seperti gangguan tidur, nafsu makan, suasana hati, dan hilangnya minat, sangat ditekankan. Pemerintah dan lembaga terkait perlu mendukung program kesehatan mental berbasis sekolah yang komprehensif. Ini adalah langkah kolektif untuk memastikan setiap anak memiliki kesempatan tumbuh kembang optimal.