Sukses

Entertainment

3 Fakta Menarik Terkait Film The Science of Fictions

Fimela.com, Jakarta Film The Science of Fictions sudah tayang di bioskop Indonesia mulai 10 Desember 2020. Sebelumnya, film tersebut membawa harum nama Indonesia di berbagai Festival Film Internasional sejak 2019 dan mengantarkan Gunawan Maryanto meraih Piala Citra FFI 2020 sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik.

Secara garis besar, cerita filmnya dimulai pada tahun 1960-an di Gumuk Pasir Parangkusumo, Yogyakarta, dimana seorang petani bernama Siman (Gunawan Maryanto) melihat proses syuting tentang pendaratan manusia di bulan yang dilakukan oleh orang asing. Dia kemudian tertangkap penjaga dan dipotong lidahnya.

Selama puluhan tahun, Siman bergerak pelan menirukan gerakan astronot di luar angkasa untuk membuktikan kebenaran pengalamannya. Selama itu pula Siman dianggap gila.

Dengan segudang prestasi yang membanggakan, mungkin terbesit pertanyaan soal apa yang menarik dari film karya sineas Yosep Anggi Noen tersebut. Guna menjawab rasa penasaran, berikut FIMELA merangkum beberapa fakta menarik di film The Science of Fictions.

Ide Cerita

Yosep Anggi Noen bercerita jika ide cerita film The Science of Fictions didapatkan ketika bertemu dengan sebuah suasana alam di pinggiran Yogyakarta. Dengan apa yang ia lihat, muncul lah ide yang ia kembangkan dari apa-apa yang ia lihat.

"Idenya didapatkan dari Parangkusumo, itu mirip bulan, kalau malam itu bisa jadi sinematografi dan banyak hal yang bisa diceritakan dari tempat itu. Tempat itu penuh dengan kepentingan, tokoh, dan ruang. saya berpikir karena ya memang tempat itu bisa jadi representasi dari negara kita," ujarnya.

Singgung Teori Konspirasi

Hal pertama yang menarik dari film The Science of Fictions adalah tema cerita yang diangkat. Banyak yang beranggapan, film tersebut menyinggung propaganda Amerika Serikat yang sukses mendaratkan manusia ke Bulan di tahun 1960an.

"Saya tidak akan masuk ke konspirasi itu (manusia mendarat di bulan). saya sedang bercerita tentang bulan, tapi apa yang terjadi di bumi. Ini bukan jawaban, juga bukan solusi dari konspirasi itu. Tapi saya rasa ini dari bagian mempertanyakan apa itu kebenarannya," kata Yosep Anggi Noen sebagai penulis cerita dan sutradara.

Slow motion

Seperti yang digambarkan dalam sinopsisnya, Siman yang kesulitan berbicara untuk menjelaskan apa yang ia lihat soal proses syuting tentang pendaratan manusia di bulan di desanya berusaha menunjukkan hal tersebut dengan gerakan 'slow motion' dalam keseharian. Untuk hal itu, Yosep Anggi bekerjasama dengan sinematografer Toeh Gay dan menyiratkan sebuah maksud yang mendalam.

"Film ini adalah tentang manusia yang bergerak pelan, jadi kami membicarakan bagaimana seharusnya kamera merekam gerak Siman. Film ini direkam dengan banyak jenis kamera. Konsep ini saya rancang sebagai bentuk 'main-main' untuk menunjukkan lintasan teknologi audio visual yang aksesnya saat ini semakin mudah, ada di setiap tangan manusia, lekat dengan tubuh dan semakin personal. Di jaman dulu, produksi moving image hanya bisa dilakukan oleh pihak yang punya kuasa, itu yang mengakibatkan bukti-bukti sejarah seolah hanya bisa dikeluarkan oleh penguasa dan cenderung propaganda," terangnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading